7 Ulama Terkenal yang Pindah Mazhab ke Syafi'i Berikut Sebabnya
loading...
A
A
A
Eksistensi mazhab dalam Islam memiliki peran penting dalam memahami Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Banyak teks-teks ayat ataupun hadis yang maknanya tak dapat dimengerti, akhirnya bisa dipahami berkat pengetahuan ulama-ulama Mazhab.
Untuk belajar ilmu fiqih dan syariat, seorang muslim biasanya merujuk kepada empat Imam Mazhab. Dalam sejarah Islam sebenarnya ada 13 mazhab yang pernah eksis. Namun, seiring waktu hanya empat Mazhab yang bertahan dan sekarang diikuti muslim di berbagai negara di dunia.
Keempatnya adalah Mazhab Hanafi (pendirinya Imam Abu Hanifah); Mazhab Maliki (Imam Malik); Mazhab Syafi'i (Imam Muhammad Bin Idris Asy-Syafi'i); dan Mazhab Hambali didirikan Imam Ahmad Bin Hanbal. Merekalah yang paling alim dan paling mengerti ilmu fiqih dan hukum-hukum syariat.
Muslim di Indonesia dan Malaysia misalnya kebanyakan mengikuti Mazhab Syafi'i. Beda dengan Arab Saudi yang menjadikan Mazhab Hanbali sebagai mazhab resminya. Di Pakistan, Afghanistan, India dan negera sekitarnya menganut Mazhab Hanafi. Sedangkan Mazhab Maliki banyak dipakai di Afrika bagian Utara seperti Aljazair dan Maroko.
Ulama Pindah Mazhab
Untuk diketahui, semua Mazhab itu benar dan kita boleh memilih salah satu di antaranya untuk memudahkan kita melaksanakan syariat dan fiqih-fiqihnya. Kalau merujuk kepada Al-Qur'an dan Hadis saja tentu seorang muslim akan kesulitan memahami dan menjalankan syariat.
Artinya, tanpa peran ulama mazhab, sulit bagi kita untuk mengetahui mana perintah di dalam Al-Qur'an yang menyebutkan wajib, sunnah, makruh atau ketentuan perintah mana yang halal, haram, makruh dan mubah.
Disebutkan, ada beberapa ulama terkenal yang pindah Mazhab. Dalam catatan Amru Hamdany, mahasiswa Fakultas Syariah Islamiyah Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, setidaknya ada tujuh ulama masyhur yang pindah mazhab ke Mazhab Syafi'i. Penyebabnya pun beragam.
1. Imam Abu Tsaur Al-Baghdadi (170-240 H)
Sebelumnya bermazhab Hanafi. Beliau dikenal ulama Baghdad yang amanah dan belajar langsung kepada Imam Syafi'i.
2. Imam Ibnu Daqiq Al-'Ied (wafat 702 H di Kairo)
Sebelumnya bermazhab Maliki. Beliau belajar fiqh Malikiyah kepada ayahnya dan belajar fiqh Syafi'iyah kepada salah satu murid ayahnya, Syaikh al-Baha al-Qafthi.
3. Imam Al-Khathib Al-Baghdadi (392-463 H)
Seorang ulama ahli hadis dan imam para Hafizh. Sebelumnya bermazhab Hanbali.
4. Imam Saifuddin Al-Amidi (551-631 H)
Sebelumnya beliau bermazhab Hanbali. Nama Al-Amidi dinisbatkan kepada desa di bagian tenggara Turki bernama Amidi. Ketika di Mesir, Al-Amidi mengajar di sebuah madrasah dekat dengan makam Imam Syafi'i. Salah satu muridnya yang menjadi ulama terkenal adalah Izzudin bin Abdussalam yang digelari Shulthon al-Ulama.
5. Imam Abu Hayyan Al-Andalusy (654-745 H)
Sebelumnya bermadhab Dzohiri. Beliau lahir di Granada, Andalusia dan wafat di Mesir.
6. Imam Taqiyuddin Al-Maqrizi (lahir di Kairo Tahun 766 H)
Sebelumnya bermadzhab Hanafi. Setelah kakeknya meninggal dunia pada tahun 786 H, Al-Maqrizi beralih ke Mazhab Syafi'i
7. Imam Ibnu Hazm (lahir 384-456 H)
Beliau tergolong ulama besar Andalusia pada masanya. Sebelumnya bermadzhab Maliki, kemudian bermadzhab Syafi'i, dan pindah lagi ke Mazhab Dzohiri.
Dan masih banyak lagi ulama yang pindah mazhab ke Syafi'i. Bahkan dalam Jazilul Mawahib, Imam Suyuthi menyebutkan hampir 26 ulama yang diriwayatkan pindah haluan ke Mazhab Syafi'i.
Amru Hamdany menceritakan, dulu sebelum datangnya Imam Syafi'i ke Mesir, mayoritas rakyat Mesir bermazhab Maliki. Tapi setelah datangnya Imam Syafi'i, mayoritas mereka kemudian bermadzhab Syafi'i.
Penyebab Pindah Mazhab
Banyak alasan yang menyebabkan orang berpindah mazhab, bisa karena sebab duniawi dan Diniy (agama). Imam Suyuthi menyebutkan, di antara sebab duniawi adalah ingin memperoleh pekerjaan dan jabatan, karena memang beberapa pekerjaan dahulu di zaman kekhilafahan mensyaratkan "pekerjannya" memegang mazhab tertentu.
Di antara sebab Diniy adalah karena melihat mazhab lain lebih kuat dari segi dalil dan istidlalnya. Hal ini tidak bisa dilakukan kecuali oleh ulama yang faqih. Inilah sebab paling kuat mengapa para ulama pindah mazhab.
Di antara sebab lain seseorang berpindah mazhab adalah karena sulit memahami suatu mazhab fiqih, kemudian pindah ke madzhab lain yang ia lihat lebih cepat dipahami. Hal ini boleh saja selama ia pindah ke salah satu mazhab empat yang mu'tabarah, bahkan bisa wajib.
Dr Abdul Fattah Al-Yafi'i dalam kitab beliau At-Tamadzhub menduga bahwa inilah sebab yang membuat Imam Thohawi berpindah Mazhab ke Hanafi setelah sebelumnya bermazhab Syafi'i. Imam Tohawi sempat belajar kepada paman beliau yakni Imam Muzani As-Syafi'i, tapi tidak kunjung diberi futuh, sampai Imam Muzani bersumpah jikalau Imam Thohawi memang tidak berbakat di fiqih.
Imam Thahawi kemudian belajar mazhab Hanafi dan diberikan futuh di sana, sampai punya karya berjudul Syarah Ma'anil Aatsar. Futuh artinya terbukanya pemahaman melalui hati atau kondisi dimana hati seseorang menerima karunia dari Allah. Saat beliau mengajar, beliau mengatakan: "Jikalau pamanku masih hidup, maka ia harus bayar kafarah atas sumpahnya".
Hal ini bukanlah suatu aib, karena memang futuh ini murni karunia dari Allah. Terkadang ada orang yang difutuh di suatu ilmu dan tidak di ilmu yang lain, di mazhab ini dan tidak di mazhab lain.
Kelebihan Mazhab Syafi'i
Menurut Pakar ilmu linguistik Arab dan tafsir Al-Qur'an, DR Miftah el-Banjary, salah satu kelebihan Mazhab Syafi'i terletak pada pandangan yang lebih kontekstual dan luas dalam memahami teks ayat. Sehingga fatwanya lebih mudah diterima dan memudahkan dari sisi aplikasinya pada masa kekinian serta relevan dengan kondisi saat ini.
Sehingga, mazhab Syafi'iyyah khususnya bagi kaum muslimin di Asia Tenggara lebih cocok dan diterima ketimbang mazhab lainnya.
Menurut Ustaz Ahmad Sarwat, Mazhab Syafi'i boleh dibilang menggabungkan dua kekuatan Mazhab Hanafi dan Maliki. Semacam edisi penyempurnaan dari produk sebelumnya.
Kemudian, Mazhab Syafi'i paling banyak mengalami penyebaran di banyak negeri. Sehingga dimanapun kita berapa, nyaris ketemu dengan Mazhab Syafi'i. Khusus di Indonesia dan beberapa negara lain, justru yang tersedia hanya Mazhab Syafi'i.
Kelebihan lain, literatur Mazhab Syafi'i termasuk yang paling banyak ditulis sepanjang sejarah. Sehingga kita tidak akan kehabisan bahan rujukan. Mazhab Syafi'i juga paling banyak varian ulamanya dengan beragam perbedaan pendapat secara internal.
Untuk belajar ilmu fiqih dan syariat, seorang muslim biasanya merujuk kepada empat Imam Mazhab. Dalam sejarah Islam sebenarnya ada 13 mazhab yang pernah eksis. Namun, seiring waktu hanya empat Mazhab yang bertahan dan sekarang diikuti muslim di berbagai negara di dunia.
Keempatnya adalah Mazhab Hanafi (pendirinya Imam Abu Hanifah); Mazhab Maliki (Imam Malik); Mazhab Syafi'i (Imam Muhammad Bin Idris Asy-Syafi'i); dan Mazhab Hambali didirikan Imam Ahmad Bin Hanbal. Merekalah yang paling alim dan paling mengerti ilmu fiqih dan hukum-hukum syariat.
Muslim di Indonesia dan Malaysia misalnya kebanyakan mengikuti Mazhab Syafi'i. Beda dengan Arab Saudi yang menjadikan Mazhab Hanbali sebagai mazhab resminya. Di Pakistan, Afghanistan, India dan negera sekitarnya menganut Mazhab Hanafi. Sedangkan Mazhab Maliki banyak dipakai di Afrika bagian Utara seperti Aljazair dan Maroko.
Ulama Pindah Mazhab
Untuk diketahui, semua Mazhab itu benar dan kita boleh memilih salah satu di antaranya untuk memudahkan kita melaksanakan syariat dan fiqih-fiqihnya. Kalau merujuk kepada Al-Qur'an dan Hadis saja tentu seorang muslim akan kesulitan memahami dan menjalankan syariat.
Artinya, tanpa peran ulama mazhab, sulit bagi kita untuk mengetahui mana perintah di dalam Al-Qur'an yang menyebutkan wajib, sunnah, makruh atau ketentuan perintah mana yang halal, haram, makruh dan mubah.
Disebutkan, ada beberapa ulama terkenal yang pindah Mazhab. Dalam catatan Amru Hamdany, mahasiswa Fakultas Syariah Islamiyah Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, setidaknya ada tujuh ulama masyhur yang pindah mazhab ke Mazhab Syafi'i. Penyebabnya pun beragam.
1. Imam Abu Tsaur Al-Baghdadi (170-240 H)
Sebelumnya bermazhab Hanafi. Beliau dikenal ulama Baghdad yang amanah dan belajar langsung kepada Imam Syafi'i.
2. Imam Ibnu Daqiq Al-'Ied (wafat 702 H di Kairo)
Sebelumnya bermazhab Maliki. Beliau belajar fiqh Malikiyah kepada ayahnya dan belajar fiqh Syafi'iyah kepada salah satu murid ayahnya, Syaikh al-Baha al-Qafthi.
3. Imam Al-Khathib Al-Baghdadi (392-463 H)
Seorang ulama ahli hadis dan imam para Hafizh. Sebelumnya bermazhab Hanbali.
4. Imam Saifuddin Al-Amidi (551-631 H)
Sebelumnya beliau bermazhab Hanbali. Nama Al-Amidi dinisbatkan kepada desa di bagian tenggara Turki bernama Amidi. Ketika di Mesir, Al-Amidi mengajar di sebuah madrasah dekat dengan makam Imam Syafi'i. Salah satu muridnya yang menjadi ulama terkenal adalah Izzudin bin Abdussalam yang digelari Shulthon al-Ulama.
5. Imam Abu Hayyan Al-Andalusy (654-745 H)
Sebelumnya bermadhab Dzohiri. Beliau lahir di Granada, Andalusia dan wafat di Mesir.
6. Imam Taqiyuddin Al-Maqrizi (lahir di Kairo Tahun 766 H)
Sebelumnya bermadzhab Hanafi. Setelah kakeknya meninggal dunia pada tahun 786 H, Al-Maqrizi beralih ke Mazhab Syafi'i
7. Imam Ibnu Hazm (lahir 384-456 H)
Beliau tergolong ulama besar Andalusia pada masanya. Sebelumnya bermadzhab Maliki, kemudian bermadzhab Syafi'i, dan pindah lagi ke Mazhab Dzohiri.
Dan masih banyak lagi ulama yang pindah mazhab ke Syafi'i. Bahkan dalam Jazilul Mawahib, Imam Suyuthi menyebutkan hampir 26 ulama yang diriwayatkan pindah haluan ke Mazhab Syafi'i.
Amru Hamdany menceritakan, dulu sebelum datangnya Imam Syafi'i ke Mesir, mayoritas rakyat Mesir bermazhab Maliki. Tapi setelah datangnya Imam Syafi'i, mayoritas mereka kemudian bermadzhab Syafi'i.
Penyebab Pindah Mazhab
Banyak alasan yang menyebabkan orang berpindah mazhab, bisa karena sebab duniawi dan Diniy (agama). Imam Suyuthi menyebutkan, di antara sebab duniawi adalah ingin memperoleh pekerjaan dan jabatan, karena memang beberapa pekerjaan dahulu di zaman kekhilafahan mensyaratkan "pekerjannya" memegang mazhab tertentu.
Di antara sebab Diniy adalah karena melihat mazhab lain lebih kuat dari segi dalil dan istidlalnya. Hal ini tidak bisa dilakukan kecuali oleh ulama yang faqih. Inilah sebab paling kuat mengapa para ulama pindah mazhab.
Di antara sebab lain seseorang berpindah mazhab adalah karena sulit memahami suatu mazhab fiqih, kemudian pindah ke madzhab lain yang ia lihat lebih cepat dipahami. Hal ini boleh saja selama ia pindah ke salah satu mazhab empat yang mu'tabarah, bahkan bisa wajib.
Dr Abdul Fattah Al-Yafi'i dalam kitab beliau At-Tamadzhub menduga bahwa inilah sebab yang membuat Imam Thohawi berpindah Mazhab ke Hanafi setelah sebelumnya bermazhab Syafi'i. Imam Tohawi sempat belajar kepada paman beliau yakni Imam Muzani As-Syafi'i, tapi tidak kunjung diberi futuh, sampai Imam Muzani bersumpah jikalau Imam Thohawi memang tidak berbakat di fiqih.
Imam Thahawi kemudian belajar mazhab Hanafi dan diberikan futuh di sana, sampai punya karya berjudul Syarah Ma'anil Aatsar. Futuh artinya terbukanya pemahaman melalui hati atau kondisi dimana hati seseorang menerima karunia dari Allah. Saat beliau mengajar, beliau mengatakan: "Jikalau pamanku masih hidup, maka ia harus bayar kafarah atas sumpahnya".
Hal ini bukanlah suatu aib, karena memang futuh ini murni karunia dari Allah. Terkadang ada orang yang difutuh di suatu ilmu dan tidak di ilmu yang lain, di mazhab ini dan tidak di mazhab lain.
Kelebihan Mazhab Syafi'i
Menurut Pakar ilmu linguistik Arab dan tafsir Al-Qur'an, DR Miftah el-Banjary, salah satu kelebihan Mazhab Syafi'i terletak pada pandangan yang lebih kontekstual dan luas dalam memahami teks ayat. Sehingga fatwanya lebih mudah diterima dan memudahkan dari sisi aplikasinya pada masa kekinian serta relevan dengan kondisi saat ini.
Sehingga, mazhab Syafi'iyyah khususnya bagi kaum muslimin di Asia Tenggara lebih cocok dan diterima ketimbang mazhab lainnya.
Menurut Ustaz Ahmad Sarwat, Mazhab Syafi'i boleh dibilang menggabungkan dua kekuatan Mazhab Hanafi dan Maliki. Semacam edisi penyempurnaan dari produk sebelumnya.
Kemudian, Mazhab Syafi'i paling banyak mengalami penyebaran di banyak negeri. Sehingga dimanapun kita berapa, nyaris ketemu dengan Mazhab Syafi'i. Khusus di Indonesia dan beberapa negara lain, justru yang tersedia hanya Mazhab Syafi'i.
Kelebihan lain, literatur Mazhab Syafi'i termasuk yang paling banyak ditulis sepanjang sejarah. Sehingga kita tidak akan kehabisan bahan rujukan. Mazhab Syafi'i juga paling banyak varian ulamanya dengan beragam perbedaan pendapat secara internal.
(rhs)