Adakah Waktu yang Tepat untuk Mengqadha Sholat? Begini Penjelasannya

Senin, 25 Juli 2022 - 13:23 WIB
loading...
Adakah Waktu yang Tepat untuk Mengqadha Sholat? Begini Penjelasannya
Waktu yang tepat untuk mengganti sholat fadhu yang terlupa, menurut pendapat yang paling kuat adalah wajib segera dilakukan, kapanpun waktunya. Foto ilustrasi/ist
A A A
Tak bisa dipungkiri, terkadang kita tidak bisa melaksanakan kewajiban sholat fardhu tepat waktu. Entah karena terlupa, atau dalam posisi perjalanan atau karena alasan lainnya. Misalnya kita ketiduran sehingga sholat subuh kita terlewat karena baru bangun jam 06:30, serta matahari sudah terbit. Apakah kita mengqadha sholat subuhnya di waktu itu segera ataukah kita boleh memilih waktu lain, misalnya waktu subuh di hari berikutnya, atau ada waktu lainnya?

Menurut Ustadz Dr. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. Hafidzahullah, pendapat yang paling kuat dalam masalah ini adalah pendapat yang mengatakan bahwa mengqadha’ shalat diwajibkan segera. Yaitu wajib segera dilakukan. Ketika kita bangun 06:30, maka kita diwajibkan segera meng-qadha’nya.



Setelah bangun kita wudhu, kemudian setelah itu kita sholat. Hal ini karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan di dalam hadis: “Barangsiapa yang ketiduran atau kelupaan sehingga tidak shalat pada waktunya, maka shalatlah dia ketika ingat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

"Ini menunjukkan wajibnya kita meng-qadha’ di waktu kita ingat, bukan setelah itu,"ungkap Ustadz Ad Dariny dalam kajiannya di kanal muslim Rodja Jakarta, baru-baru ini.

Pendapat lain di dalam masalah ini bahwa kita boleh mengakhirkan qadha’ sholat yang telah lewat. Namun tetap lebih utama kita melakukannya dengan segera.

Di antara dalil mereka karena waktu qadha’ itu musytarak (sama antara waktu awal dengan waktu setelahnya), semuanya bernama waktu untuk meng-qadha’ shalat. Kapanpun kita meng-qadha’nya maka namanya sama-sama shalat qadha’. Sehingga menyegerakan untuk meng-qadha’ shalat adalah sunnah dan sangat dianjurkan. Tapi kalau mengakhirkannya maka tidak ada masalah.

Hadis Nabi “Shalatlah dia ketika dia ingat,” menunjukkan bahwa seseorang diwajibkan meng-qadha’ ketika dia ingat. Dan ini menunjukkan wajibnya meng-qadha’ sesegera mungkin.

Menurutnya, kalau kita katakan dia wajib meng-qadha’ sesegera mungkin, maka konsekuensinya ketika dia akhirkan dengan sengaja tanpa ada udzur, maka dia berdosa mengakhirkan qadha’nya. Berbeda kalau ada udzur atau alasan yang dibenarkan oleh syariat untuk mengakhirkannya. Seperti misalnya dia menahan sakit perut sehingga dia mengakhirkan setelah masalah perutnya selesai.

Contoh yang lain adalah ketika seseorang bangun ternyata makanan sudah dihidangkan. Ini adalah udzur untuk mengakhirkan qadha’nya. Karena kalau dia menyegerakan shalatnya ketika itu kemungkinan besar dia sulit untuk khusyuk karena memikirkan makanan yang sudah dihidangkan tadi.


"Intinya adalah dia wajib untuk segera melakukan qadha’nya. Kalau dia mengakhirkan qadha’nya tanpa ada udzur yang diterima oleh syariat, maka dia berdosa dalam mengakhirkannya,"paparnya.

Apakah ketika kita meng-qadha’ diwajibkan tertib? Maksud tertib adalah melaksanakan sholat sesuai dengan urutannya. Contoh dalam masalah ini adalah apabila ada orang ketiduran sampai lewat waktu asharnya, kemudian masuklah waktu maghrib baru bangun, sedangkan tidurnya sejak setelah sholat dzuhur. Apakah dia sholat magrib dulu ataukah dia sholat ashar dulu?

Kalau dikatakan harus tertib atau berurutan, maka dia harus sholat ashar dahulu baru setelah itu sholat magrib, karena urutannya seperti itu. Kalau dikatakan tidak harus tertib maka boleh bagi dia untuk shalat magrib dulu, kemudian setelah itu baru shalat ashar.

Di dalam masalah ini juga ada perbedaan pendapat. Mayoritas ulama mengatakan wajib tertib. Sehingga pada kasus di atas, dia wajib sholat ashar dahulu kemudian setelah itu sholat maghrib.

Dalilnya adalah perbuatan Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Diriwayatkan dari sahabat Jabir bin Abdillah:

“Sahabat ‘Umar bin Khattab pernah datang di hari perang Khandaq setelah terbenamnya matahari. Kemudian sahabat ‘Umar mulai mencela orang-orang kafir Quraisy. Beliau mengatakan: ‘Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, hampir saja aku tidak shalat ashar sampai matahari hampir terbenam.'”

قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ‏ “‏ وَاللَّهِ مَا صَلَّيْتُهَا ‏”‏‏.‏ فَقُمْنَا إِلَى بُطْحَانَ، فَتَوَضَّأَ لِلصَّلاَةِ، وَتَوَضَّأْنَا لَهَا فَصَلَّى الْعَصْرَ بَعْدَ مَا غَرَبَتِ الشَّمْسُ، ثُمَّ صَلَّى بَعْدَهَا الْمَغْرِبَ


“Maka Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: ‘Demi Allah, aku malah belum shalat.’ Maka beliaupun akhirnya berwudhu dan kami juga berwudhu, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat ashar setelah terbenamnya matahari, kemudian beliau shalat maghrib setelah itu.” (HR. Bukhari)

Di sini Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukannya secara berurutan. Sehingga ini yang harusnya dilakukan oleh orang yang sholatnya tertinggal karena ada udzur syar’i.


Wallahu A'lam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1382 seconds (0.1#10.140)