Dua Lelaki Aneh yang Saling Menolak Sebagai Pemilik Gentong Emas

Minggu, 28 Juni 2020 - 11:12 WIB
loading...
Dua Lelaki Aneh yang Saling Menolak Sebagai Pemilik Gentong Emas
Ilustrasi gentong emas. Foto/Ist
A A A
SELALU ada dalam sejarah manusia kemunculan kisah-kisah teladan yang luhur. Para pahlawannya menolak harta dan tidak tamak kepadanya, karena mereka takut itu adalah harta haram. ( )

Kisah ini diriwatkan Bukhari dan Muslim dalam Shahih-nya. Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah menceritakan ada seorang laki-laki membeli sebidang tanah dari laki-laki lain. Laki-laki pembeli tanah itu menemukan gentong berisi emas di tanah tersebut.

Pembeli tersebut merasa emas itu bukan miliknya sehingga ia berkata kepada penjual, “Ambillah emasmu itu. Aku hanya membeli tanah darimu dan tidak membeli emas.”



Hanya saja, sang penjual tanah juga bersikap sama. Menganggap emas itu bukan miliknya. “Aku menjual tanah dengan apa yang ada padanya kepadamu,” ujar pemilik tanah tersebut menolak menerima emas itu.

Lalu keduanya membawa masalah tersebut kepada seorang pengadil . Sang pengadil bertanya, “Apakah kalian berdua mempunyai anak?”


Salah satu menjawab, “Aku mempunyai anak laki-laki”.

“Aku mempunyai anak perempuan,” jawab yang lainnya pula.

“Nikahkan anak laki-lakimu dengan anak perempuannya. Infakkan kepada keduanya dari harta itu dan bersedekahlah," ujar hakim memutuskan.

Hadis tentang kisah ini dimuat dalam dalam Shahih Bukhari dalam Kitab Ahadisil Anbiya’, bab tanpa judul, 6/512, no. 2472. Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya dalam Kitabul Aqdhiyah, bab anjuran kepada hakim mendamaikan kedua pihak yang berselisih, 3/1345, no. 1721. Hadis ini dalam Syarah Shahih Muslim An-Nawawi
(12/382).



Kedua orang yang diceritakan dalam hadis tersebut memang aneh. Biasanya orang-orang berebut untuk mendapatkan emas itu. Maka, keduanya akan saling mengklaim bahwa dialah pemiliknya agar bisa meraup emas itu ke dalam pangkuannya. Karena, kalau dia sebagai pembeli, maka dia telah membeli tanah dan apa yang ada padanya. Dan kalau dia sebagai penjual, maka dia hanya menjual tanah, bukan emas.



Kecintaan kepada harta (emas, perak, dan lain-lain) tertanam dalam jiwa manusia.

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)." (QS. Ali Imran: 14)

Kecintaan kepada harta bisa mendorong manusia untuk saling iri, memusuhi, dan beradu punggung. Ia bisa pula mendorong mereka kepada menghalalkan kehormatan, menumpahkan darah, dan bersengketa demi mendapatkan harta orang dengan cara yang batil.



Allah telah memberitahu kita bahwa penyakit memakan harta dengan cara yang batil ini juga menyerang orang-orang yang memikul wahyu-Nya dan berdiri di atas syariat-Nya,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۗ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih". (QS. AtTaubah: 34).



Jelas sekali bahwa kedua orang ini adalah orang-orang yang saleh dan wara'. Iman yang kuat, taqwa dan kesalehan biasanya tersimpan di balik zuhud dalam urusan harta. Lebih-lebih, jika harta itu haram atau pemiliknya tidak yakin bahwa harta itu miliknya. Orang-orang yang saleh lagi bertakwa menyadari bahwa harta yang haram membinasakan harta yang halal, mendatangkan murka dan azab Allah, serta bisa jadi menjadi sebab terjerumusnya ke dalam neraka.



Ditambah lagi bahwa orang-orang yang hartanya mereka ambil akan mengambil kebaikan orang yang mengambil sesuai dengan harta mereka yang terambil. Mereka juga berusaha menunaikan harta kepada pemiliknya. Orang seperti ini sangat banyak tersebar di umat ini lebih-lebih di generasi pertamanya.



Para mujahidin datang dengan harta-harta yang besar dan menyerahkannya kepada panglima dan mereka tidak mengambil sedikit pun.

Sebagaimana kisah kedua orang ini adalah sesuatu yang ajaib, begitu pula keputusan pengadil di antara keduanya juga lebih unik dan ajaib. Dia menanyakan keturunan masing-masing.

Pengadil ini dengan keputusannya telah menyambung kedua keluarga dengan tali perkawinan. Tali perkawinan di antara orang-orang baik menguatkan ikatan iman dan merekatkan hubungan di antara orang-orang saleh. Suami-istri yang saleh adalah keluarga yang shalih dan bisa diharapkan melahirkan keturunan yang shalih pula.



Syaikh ‘Umar Sulaiman al-Asyqor dalam Kisah-Kisah Shahih Dalam Al-Qur’an dan Sunnah menyebut pelajaran dan faedah dari hadis ini.

1. Adanya jual-beli pada umat-umat terdahulu dan syariat-syariat terdahulu, maksudnya jauh sebelum Nabi Muhammad SAW membawa Islam. Tidak seperti yang diklaim, bahwa tidak ada hak kepemilikan pada manusia pada zaman dahulu.

2. Adanya orang-orang saleh yang bertakwa dan hanya mengambil harta halal, serta menjauhi harta yang haram dalam setiap masa

3. Hadis ini juga menganjurkan berhakim kepada ahli ilmu dan pemilik akal jernih yang diharapkan mampu memberi hukum yang benar.

4. Hadis ini juga mengimformasikan bahwa ketrampilan telah ada sejak dahulu kala. Buktinya adalah gentong dan emas yang ada di dalamnya.

5. Islam mengajarkan jika seseorang menemukan harta yang tertimbun yang mungkin diketahui pemiliknya, seperti harta yang tertimbun sejak masa yang belum lama, maka harta itu adalah luqothah. Pemiliknya harus dicari dan harta diserahkan kepadanya. Jika masanya jauh dan pemiliknya tidak diketahui sama sekali, maka itu adalah kekayaan bagi siapa yang menemukannya dan ia memilikinya setelah menyisihkan seperlima darinya. (
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2649 seconds (0.1#10.140)