Kisah Sayyidina Husein Bermimpi Diserang Anjing yang Mencabik-cabik Tubuhnya
loading...
A
A
A
Kisah Sayyidana Husein bin Ali bin Abi Thalib ra cucu Rasulullah SAW bermimpi diserang sekelompok anjing disampaikan tatkala para sahabatnya bertanya alasan beliau sudah tahu bahwa beliau bakal syahid saat menuju Kufah.
Mimpi itu disampaikan pada saat perjalanan dari Mekkah ke Kufah, dan sampai pada persinggahan di Bathan 'Aqabah. Di sini ia bertemu dengan Umar bin Lawazan.
Rasul Ja'fariyan dalam bukunya berjudul "Athlas Syiah" menceritakan tentang persinggahan ini dan perjumpaan Imam Husein dengan Umar bin Lawazan.
Di sisi lain juga diriwayatkan pada saat itu Husein berjumpa dengan seorang lelaki tua. Dalam perjumpaan di Bathan 'Aqabah pada Jumat, 25 Dzulhijjah 60 Hijriah itu, sang kakek menasihati Husein agar pulang kembali ke Madinah .
"Demi Allah! Kembalilah dari tempat ini, karena dalam perjalanan ini, Anda tidak akan menemui kecuali panah dan tombak," ujar sang kakek.
"Seandainya mereka yang telah mengundang Anda itu berani memikul beban perang dan mempersiapkan segala sesuatu untuk Anda, lalu Anda mendatangi mereka, maka mungkin masih ada harapan. Akan tetapi, dengan kondisi yang telah terjadi ini, menurut saya, tidak baik Anda melanjutkan perjalanan," lanjutnya.
Sayyidina Husain membenarkan ucapan kakek itu tapi menolak untuk kembali. "Masalah ini sangat jelas bagiku dan saya juga sependapat denganmu. Akan tetapi, tak seorang pun dapat mengalahkan ketentuan Ilahi," jawab Sayyidna Husein.
Selanjutnya, Husein berkata kepada para sahabat yang mengikutinya. "Saya yakin bahwa saya pasti akan terbunuh."
Para sahabat pun bertanya, alasan ucapan ini. Beliau menjawab, "Saya bermimpi sekelompok anjing menyerangku. Di antara sekelompok anjing ini, ada seekor anjing yang sangat buas dan memotong-motongku."
"Bani Umaiyah tidak akan pernah membiarkan kita sebelum mereka mengambil jiwa kita. Jika mereka bertindak demikian, maka Allah akan menguasakan atas mereka orang-orang yang akan menghinakan mereka," ujar Imam Husain.
Sementara itu, di persinggahan Syaraf, Husein memerintahkan kepada para pengikut beliau supaya membawa banyak air dan berangkat di pagi hari.
Di pertengahan jalan dan saat Zhuhur tiba, mereka bertemu dengan sebuah laskar. Husein menggerakkan karavan dengan cepat dan berhasil tiba di persinggahan Dzu Husm sebelum laskar itu tiba.
Setelah itu, beliau memerintahkan supaya laskar dan kuda-kuda mereka diberi minum.
Pada Sabtu, 26 Dzulhijjah 60 Hijriah di persinggahan Dzu Husm itu, laskar Imam Husein dan laskar musuh yang dikomandani oleh Hurr melaksanakan sholat Zhuhur. Sayyidina Husain bertindak sebagai imam. Hurr dan pasukannya sebagai makmum.
Imam Husain berkata kepada laskar Hurr, "Kami Ahlul Bait lebih layak untuk memegang kepemimpinan atas kalian daripada para pengaku yang tidak bertindak dengan adil dan selalu melalimi kalian. Wahai masyarakat! Saya
tidak datang kepada kalian kecuali kalian telah mengundangku. Jika kalian tidak senang dengan kedatanganku, maka saya akan kembali."
Anehnya, ketika beliau ingin kembali, Hurr menghalang-halangi beliau. Sayyidina Husein pun berkata, "Semoga ibumu berduka! Apa yang kamu inginkan?"
Hurr menjawab, "Saya memperoleh perintah untuk menyerahkanmu kepada Ubaidullah bin Ziyad. Jika kamu tidak menerima, maka paling tidak kamu harus memilih sebuah jalan yang tidak menuju Kufah dan tidak pula menuju Madinah."
"Apakah kalian tidak melihat bahwa hak tidak diamalkan dan batil tidak dihindari? Pada kondisi seperti ini, seorang Mukmin seyogyanya memohon supaya berjumpa dengan Allah," ujar Imam Husain.
Selanjutnya, keesokan harinya, Minggu, 27 Dzulhijjah 60 Hijriah, laskar Imam Husein dan laskar Hurr bin Yazid Riyahi yang berjalan beriringan tiba di persinggahan Al-Baidhah.
Pada kesempatan ini, Imam Husein berkata kepada laskar Hurr:
"Bani Umaiyah dengan perintah setan menentang Allah dan berbuat kerusakan. Mereka tidak memperhatikan hukum-hukum Allah dan merampas Baitul Mal untuk diri mereka. Mereka menghalalkan seluruh haram Allah dan mengharamkan seluruh halal-Nya."
"Kalian telah menulis surat kepadaku dan menegaskan bahwa kalian telah berbaiat kepadaku. Jika kalian masih setia memegang baiat kalian terhadapku, maka kalian telah bertindak logis, karena saya adalah putra dari putri Rasulullah dan uswah bagi kalian. Jika kalian memutuskan baiat tersebut, maka demi Allah, ini bukanlah suatu hal yang aneh."
Kalian telah melanggar janji terhadap ayahku Ali, saudaraku Hasan, dan anak pamanku Muslim. Ketahuilah, jika kalian melakukan hal ini, maka kalian telah kehilangan kebahagiaan kalian."
"Wahai manusia! Rasulullah SAW pernah bersabda, 'Barang siapa melihat seorang penguasa zalim, pengkhianat, penghalal hal-hal yang haram, dan penentang Sunah Rasulullah SAW, lalu ia tidak bangkit untuk menentangnya, maka ia akan memiliki tempat di Jahanam bersamanya."
Qais bin Musahhar
Pada Senin, 28 Dzulhijjah 60 Hijriah sesampainya di persinggahan 'Udzaibul Hajanat, beberapa orang penduduk Kufah menjumpai Imam Husain dan menjelaskan kondisi kota seraya berkata, "Para pembesar Kufah telah menerima suap dalam jumlah yang sangat banyak. Sekarang, mereka memusuhi Anda dengan satu suara. Hati seluruh penduduk bersama Anda. Akan tetapi, besok pedang mereka akan dihunus untuk melawan Anda."
Sayyidina Husein bertanya kepada mereka tentang utusan beliau, Qais bin Musahhar. Mereka menjawab, "Mereka membawa Qais setelah tertangkap ke atas istana Darul Imarah supaya melaknat Anda dan ayah Anda. Akan tetapi, ia mengirimkan salam untuk Anda dan ayah Anda, dan lantas melaknat Ibn Ziyad dan ayahnya. Ia juga memberitahukan bahwa Anda sedang datang. Untuk itu, Ibn Ziyad memerintahkan supaya ia dilemparkan dari atas Darul Imarah dan lantas ia syahid."
Mendengar cerita ini, Imam Husein menangis seraya membaca ayat, "Dari kalangan Mukminin ada sekelompok orang yang memegang teguh janji mereka terhadap Allah. Sebagian dari mereka menyongsong kematian dan sebagian yang lain masih menunggu."
Ketika mendengar berita kesyahidan Qais di persinggahan ini, Imam Husain berdoa, "Ya Allah! Tetapkanlah posisi yang tinggi bagi kami dan para pengikut kami di sisi-Mu dan kumpukanlah kami di haribaan rahmat-Mu."
Qais bin Musahhar adalah utusan Husein ke Kufah. Dalam buku "Ansāb al-Asyraf" karya Al-Baladzuri dan Ahmad bin Yahya diriwayatkan bahwa tatkala Imam Husein sampai di daerah bernama Bathnu al-Ramah, beliau menulis surat untuk orang-orang Kufah dan mengabarkan tentang perjalanannya menuju Kufah.
Beliau lalu menyerahkan surat itu kepada Qais bin Musahhar Saidawi. Ketika Qais sampai di Qadisiyyah, sekelompok orang dari tentara bayaran Ibnu Ziyad menghentikan dan menginterogasinya.
Qais terpaksa merobek surat Imam Husein yang dibawanya sehingga pihak musuh tidak mengetahui isi surat itu. Ubaidillah sangat murka dan berteriak dengan lantang, "Aku bersumpah demi Tuhan, aku sama sekali tidak akan membiarkanmu, kecuali jika kau menyebutkan nama-nama yang ditulis oleh Husein atau kau memilih untuk naik ke atas mimbar kemudian kau memaki dan mencela ayah dan saudara Husein! Jika begitu, aku akan membebaskanmu dan jika tidak aku akan membunuhmu!"
Qais pun mengabulkan permintaan Ubaidilah dan ia naik ke mimbar namun ia tidak memaki Imam Husain dan berkata, "Aku adalah utusan Husein bin Ali. Aku datang untuk menyampaikan pesan imam kepada kalian, penuhilah panggilannya!"
Mendengar itu, Ibnu Ziyad sangat murka kemudian memerintahkan supaya Qais dilemparkan dari atas atap istana Dar al-Imarah. Qais pun menemui syahadah. Tulang-tulangnya hancur dan remuk.
Mimpi itu disampaikan pada saat perjalanan dari Mekkah ke Kufah, dan sampai pada persinggahan di Bathan 'Aqabah. Di sini ia bertemu dengan Umar bin Lawazan.
Rasul Ja'fariyan dalam bukunya berjudul "Athlas Syiah" menceritakan tentang persinggahan ini dan perjumpaan Imam Husein dengan Umar bin Lawazan.
Di sisi lain juga diriwayatkan pada saat itu Husein berjumpa dengan seorang lelaki tua. Dalam perjumpaan di Bathan 'Aqabah pada Jumat, 25 Dzulhijjah 60 Hijriah itu, sang kakek menasihati Husein agar pulang kembali ke Madinah .
"Demi Allah! Kembalilah dari tempat ini, karena dalam perjalanan ini, Anda tidak akan menemui kecuali panah dan tombak," ujar sang kakek.
"Seandainya mereka yang telah mengundang Anda itu berani memikul beban perang dan mempersiapkan segala sesuatu untuk Anda, lalu Anda mendatangi mereka, maka mungkin masih ada harapan. Akan tetapi, dengan kondisi yang telah terjadi ini, menurut saya, tidak baik Anda melanjutkan perjalanan," lanjutnya.
Sayyidina Husain membenarkan ucapan kakek itu tapi menolak untuk kembali. "Masalah ini sangat jelas bagiku dan saya juga sependapat denganmu. Akan tetapi, tak seorang pun dapat mengalahkan ketentuan Ilahi," jawab Sayyidna Husein.
Selanjutnya, Husein berkata kepada para sahabat yang mengikutinya. "Saya yakin bahwa saya pasti akan terbunuh."
Para sahabat pun bertanya, alasan ucapan ini. Beliau menjawab, "Saya bermimpi sekelompok anjing menyerangku. Di antara sekelompok anjing ini, ada seekor anjing yang sangat buas dan memotong-motongku."
"Bani Umaiyah tidak akan pernah membiarkan kita sebelum mereka mengambil jiwa kita. Jika mereka bertindak demikian, maka Allah akan menguasakan atas mereka orang-orang yang akan menghinakan mereka," ujar Imam Husain.
Sementara itu, di persinggahan Syaraf, Husein memerintahkan kepada para pengikut beliau supaya membawa banyak air dan berangkat di pagi hari.
Di pertengahan jalan dan saat Zhuhur tiba, mereka bertemu dengan sebuah laskar. Husein menggerakkan karavan dengan cepat dan berhasil tiba di persinggahan Dzu Husm sebelum laskar itu tiba.
Setelah itu, beliau memerintahkan supaya laskar dan kuda-kuda mereka diberi minum.
Pada Sabtu, 26 Dzulhijjah 60 Hijriah di persinggahan Dzu Husm itu, laskar Imam Husein dan laskar musuh yang dikomandani oleh Hurr melaksanakan sholat Zhuhur. Sayyidina Husain bertindak sebagai imam. Hurr dan pasukannya sebagai makmum.
Imam Husain berkata kepada laskar Hurr, "Kami Ahlul Bait lebih layak untuk memegang kepemimpinan atas kalian daripada para pengaku yang tidak bertindak dengan adil dan selalu melalimi kalian. Wahai masyarakat! Saya
tidak datang kepada kalian kecuali kalian telah mengundangku. Jika kalian tidak senang dengan kedatanganku, maka saya akan kembali."
Anehnya, ketika beliau ingin kembali, Hurr menghalang-halangi beliau. Sayyidina Husein pun berkata, "Semoga ibumu berduka! Apa yang kamu inginkan?"
Hurr menjawab, "Saya memperoleh perintah untuk menyerahkanmu kepada Ubaidullah bin Ziyad. Jika kamu tidak menerima, maka paling tidak kamu harus memilih sebuah jalan yang tidak menuju Kufah dan tidak pula menuju Madinah."
"Apakah kalian tidak melihat bahwa hak tidak diamalkan dan batil tidak dihindari? Pada kondisi seperti ini, seorang Mukmin seyogyanya memohon supaya berjumpa dengan Allah," ujar Imam Husain.
Selanjutnya, keesokan harinya, Minggu, 27 Dzulhijjah 60 Hijriah, laskar Imam Husein dan laskar Hurr bin Yazid Riyahi yang berjalan beriringan tiba di persinggahan Al-Baidhah.
Pada kesempatan ini, Imam Husein berkata kepada laskar Hurr:
"Bani Umaiyah dengan perintah setan menentang Allah dan berbuat kerusakan. Mereka tidak memperhatikan hukum-hukum Allah dan merampas Baitul Mal untuk diri mereka. Mereka menghalalkan seluruh haram Allah dan mengharamkan seluruh halal-Nya."
"Kalian telah menulis surat kepadaku dan menegaskan bahwa kalian telah berbaiat kepadaku. Jika kalian masih setia memegang baiat kalian terhadapku, maka kalian telah bertindak logis, karena saya adalah putra dari putri Rasulullah dan uswah bagi kalian. Jika kalian memutuskan baiat tersebut, maka demi Allah, ini bukanlah suatu hal yang aneh."
Kalian telah melanggar janji terhadap ayahku Ali, saudaraku Hasan, dan anak pamanku Muslim. Ketahuilah, jika kalian melakukan hal ini, maka kalian telah kehilangan kebahagiaan kalian."
"Wahai manusia! Rasulullah SAW pernah bersabda, 'Barang siapa melihat seorang penguasa zalim, pengkhianat, penghalal hal-hal yang haram, dan penentang Sunah Rasulullah SAW, lalu ia tidak bangkit untuk menentangnya, maka ia akan memiliki tempat di Jahanam bersamanya."
Baca Juga
Qais bin Musahhar
Pada Senin, 28 Dzulhijjah 60 Hijriah sesampainya di persinggahan 'Udzaibul Hajanat, beberapa orang penduduk Kufah menjumpai Imam Husain dan menjelaskan kondisi kota seraya berkata, "Para pembesar Kufah telah menerima suap dalam jumlah yang sangat banyak. Sekarang, mereka memusuhi Anda dengan satu suara. Hati seluruh penduduk bersama Anda. Akan tetapi, besok pedang mereka akan dihunus untuk melawan Anda."
Sayyidina Husein bertanya kepada mereka tentang utusan beliau, Qais bin Musahhar. Mereka menjawab, "Mereka membawa Qais setelah tertangkap ke atas istana Darul Imarah supaya melaknat Anda dan ayah Anda. Akan tetapi, ia mengirimkan salam untuk Anda dan ayah Anda, dan lantas melaknat Ibn Ziyad dan ayahnya. Ia juga memberitahukan bahwa Anda sedang datang. Untuk itu, Ibn Ziyad memerintahkan supaya ia dilemparkan dari atas Darul Imarah dan lantas ia syahid."
Mendengar cerita ini, Imam Husein menangis seraya membaca ayat, "Dari kalangan Mukminin ada sekelompok orang yang memegang teguh janji mereka terhadap Allah. Sebagian dari mereka menyongsong kematian dan sebagian yang lain masih menunggu."
Ketika mendengar berita kesyahidan Qais di persinggahan ini, Imam Husain berdoa, "Ya Allah! Tetapkanlah posisi yang tinggi bagi kami dan para pengikut kami di sisi-Mu dan kumpukanlah kami di haribaan rahmat-Mu."
Qais bin Musahhar adalah utusan Husein ke Kufah. Dalam buku "Ansāb al-Asyraf" karya Al-Baladzuri dan Ahmad bin Yahya diriwayatkan bahwa tatkala Imam Husein sampai di daerah bernama Bathnu al-Ramah, beliau menulis surat untuk orang-orang Kufah dan mengabarkan tentang perjalanannya menuju Kufah.
Beliau lalu menyerahkan surat itu kepada Qais bin Musahhar Saidawi. Ketika Qais sampai di Qadisiyyah, sekelompok orang dari tentara bayaran Ibnu Ziyad menghentikan dan menginterogasinya.
Qais terpaksa merobek surat Imam Husein yang dibawanya sehingga pihak musuh tidak mengetahui isi surat itu. Ubaidillah sangat murka dan berteriak dengan lantang, "Aku bersumpah demi Tuhan, aku sama sekali tidak akan membiarkanmu, kecuali jika kau menyebutkan nama-nama yang ditulis oleh Husein atau kau memilih untuk naik ke atas mimbar kemudian kau memaki dan mencela ayah dan saudara Husein! Jika begitu, aku akan membebaskanmu dan jika tidak aku akan membunuhmu!"
Qais pun mengabulkan permintaan Ubaidilah dan ia naik ke mimbar namun ia tidak memaki Imam Husain dan berkata, "Aku adalah utusan Husein bin Ali. Aku datang untuk menyampaikan pesan imam kepada kalian, penuhilah panggilannya!"
Mendengar itu, Ibnu Ziyad sangat murka kemudian memerintahkan supaya Qais dilemparkan dari atas atap istana Dar al-Imarah. Qais pun menemui syahadah. Tulang-tulangnya hancur dan remuk.
(mhy)