Subhanallah, Beginilah Akhlak Rasulullah Ketika Menjadi Suami
loading...
A
A
A
Meski sebagai Rasul, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (SAW) tetap menjalankan fitrahnya sebagai manusia. Beliau menjadi suami bagi istri-istrinya dan berinteraksi dengan sesama. Sosok beliau tidak hanya dikenal sukses di medan perang dan syiar dakwah, namun juga sukses menjadi kepala keluarga yang baik dalam rumah tangganya.
Ummul Mukminin Sayyidah Aisyah radhiyallahu 'anha berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: "Sebaik-baik kalian adalah (suami) yang paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku". (Hadits Riwayat Tirmidzi). ( )
Dalam buku "Manusia Yang Tidak Seperti Manusia", Ustaz Ahmad Zarkasih Lc (pengajar rumah Fiqih Indonesia) menceritakan keindahan akhlak Rasulullah SAW ketika menjadi suami. Pribadinya yang baik layak dicontoh. Dalam riwayat Imam Ahmad bin Hanbal, Sayyidah Aisyah pernah ditanya oleh seseorang tentang bagaimana kegiatan Nabi SAW jika berada di rumah.
"Apakah Nabi SAW juga berkerja di rumah?" Sayyidah Aisyah menjawab: Ya! Rasulullah itu (di rumah) menggosok sendalnya sendiri, menjahit bajunya sendiri dan mengerjakan sesuatu di rumah sebagaimana kalian bekerja di rumah. (HR Imam Ahmad)
Hadis ini memberi gambaran yang utuh kepada kita bahwa Nabi bukanlah suami yang acuh dengan apa yang ada di rumah. Beliau walaupn sebagai kepala rumah tangga, akan tetapi posisinya tidak beliau gunakan untuk berleha-leha dan memberatkan istrinya. Prinsipnya apa yang bisa beliau kerjakan, beliau kerjakan tanpa harus menyuruh orang lain. ( )
Padahal dengan kedudukannya sebagai kepala keluarga, terlebih lagi seorang berpangkat Rasul , beliau bisa saja memerintahkan siapapun untuk bekerja di rumahnya sepanjang waktu. Dan rasanya tidak akan ada yang menolak untuk berkhidmat kepada Nabi di rumah beliau. Namun, beliau tidak melakukan itu. Beliau mengerjakan sendiri apa yang memang bisa dikerjakan sendiri tanpa harus merepotkan orang lain.
Ada lagi hadis lain menceritakan akhlak Nabi di keluarga. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Aisyah RA beliau berkata: Suatu hari Rasulullah pernah bertanya: "Wahai Aisyah, apakah ada makanan yang bisa dimakan? Aku menjawab: "tidak ada Ya Rasul!". Lalu Nabi menjawab lagi: "Kalau gitu saya puasa saja lalu di hari lain, Nabi SAW datang kepada ku lalu aku berkata: "Ya Rasul, aku diberikan hadiah acar roti." Kemudian Nabi mengatakan: "Perlihatkan kepadaku. Sebenarnya aku sudah berniat puasa sejak pagi". Lalu beliau memakan hidangan tersebut". (HR Muslim)
Hadis ini memberi gambaran yang sangat jelas Nabi SAW adalah pribadi yang tidak pemarah dan tidak suka menyulitkan orang lain, terlebih lagi itu adalah istrinya. Padahal pada potongan hadis pertama, Nabi pada posisi yang sangat layak kalau ia marah kepada istrinya yang tidak menyiapkan hidangan selepas Nabi berkegiatan di luar dan pulang ingin istirahat.
Alih-alih mendapat sajian makan pelepas dahaga dan penat, justru Sayyidah Aisyah tidak menyiapkan itu. Dan respons Nabi bukan marah justru malah memilih berpuasa. Sunguh akhlak yang terpuji. ( )
Begitu juga pada potongan kedua. Ketika beliau sejak pagi sudah berniat berpuasa ternyata Sayyidah Aisyah memberi hidangan yang tersaji dari hadiah tetangganya. Agar tidak mengecewakan pemberi hadiah dan juga tidak membuat usaha Sayyidah Aisyah yang telah menyiapkan sajian sia-sia, beliau membatalkan puasa sunnahnya dan memilih untuk memakan hidangan (hadiah) tersebut.
Padahal jika beliau ingin meneruskan puasa dan menolak sajian itu, tentu tidak masalah. Sayyidah Aisyah pun rasanya tidak akan marah juga, toh beliau adalah suami dan seorang Nabi. Tetapi beliau memilih untuk tidak mengecewakan orang yang telah berbuat baik kepada beliau.
Demikian kemuliaan akhlak Nabi Muhammad SAW dalam keluarganya. Kisah ini dapat dijadikan iktibar bagi para suami yang ingin mencari ridha Allah dan Rasul-Nya. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat kepada Nabi Muhammad dan kepada keluarga beliau serta pengikutnya. ( )
Wallahu Ta'ala A'lam
Ummul Mukminin Sayyidah Aisyah radhiyallahu 'anha berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: "Sebaik-baik kalian adalah (suami) yang paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku". (Hadits Riwayat Tirmidzi). ( )
Dalam buku "Manusia Yang Tidak Seperti Manusia", Ustaz Ahmad Zarkasih Lc (pengajar rumah Fiqih Indonesia) menceritakan keindahan akhlak Rasulullah SAW ketika menjadi suami. Pribadinya yang baik layak dicontoh. Dalam riwayat Imam Ahmad bin Hanbal, Sayyidah Aisyah pernah ditanya oleh seseorang tentang bagaimana kegiatan Nabi SAW jika berada di rumah.
"Apakah Nabi SAW juga berkerja di rumah?" Sayyidah Aisyah menjawab: Ya! Rasulullah itu (di rumah) menggosok sendalnya sendiri, menjahit bajunya sendiri dan mengerjakan sesuatu di rumah sebagaimana kalian bekerja di rumah. (HR Imam Ahmad)
Hadis ini memberi gambaran yang utuh kepada kita bahwa Nabi bukanlah suami yang acuh dengan apa yang ada di rumah. Beliau walaupn sebagai kepala rumah tangga, akan tetapi posisinya tidak beliau gunakan untuk berleha-leha dan memberatkan istrinya. Prinsipnya apa yang bisa beliau kerjakan, beliau kerjakan tanpa harus menyuruh orang lain. ( )
Padahal dengan kedudukannya sebagai kepala keluarga, terlebih lagi seorang berpangkat Rasul , beliau bisa saja memerintahkan siapapun untuk bekerja di rumahnya sepanjang waktu. Dan rasanya tidak akan ada yang menolak untuk berkhidmat kepada Nabi di rumah beliau. Namun, beliau tidak melakukan itu. Beliau mengerjakan sendiri apa yang memang bisa dikerjakan sendiri tanpa harus merepotkan orang lain.
Ada lagi hadis lain menceritakan akhlak Nabi di keluarga. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Aisyah RA beliau berkata: Suatu hari Rasulullah pernah bertanya: "Wahai Aisyah, apakah ada makanan yang bisa dimakan? Aku menjawab: "tidak ada Ya Rasul!". Lalu Nabi menjawab lagi: "Kalau gitu saya puasa saja lalu di hari lain, Nabi SAW datang kepada ku lalu aku berkata: "Ya Rasul, aku diberikan hadiah acar roti." Kemudian Nabi mengatakan: "Perlihatkan kepadaku. Sebenarnya aku sudah berniat puasa sejak pagi". Lalu beliau memakan hidangan tersebut". (HR Muslim)
Hadis ini memberi gambaran yang sangat jelas Nabi SAW adalah pribadi yang tidak pemarah dan tidak suka menyulitkan orang lain, terlebih lagi itu adalah istrinya. Padahal pada potongan hadis pertama, Nabi pada posisi yang sangat layak kalau ia marah kepada istrinya yang tidak menyiapkan hidangan selepas Nabi berkegiatan di luar dan pulang ingin istirahat.
Alih-alih mendapat sajian makan pelepas dahaga dan penat, justru Sayyidah Aisyah tidak menyiapkan itu. Dan respons Nabi bukan marah justru malah memilih berpuasa. Sunguh akhlak yang terpuji. ( )
Begitu juga pada potongan kedua. Ketika beliau sejak pagi sudah berniat berpuasa ternyata Sayyidah Aisyah memberi hidangan yang tersaji dari hadiah tetangganya. Agar tidak mengecewakan pemberi hadiah dan juga tidak membuat usaha Sayyidah Aisyah yang telah menyiapkan sajian sia-sia, beliau membatalkan puasa sunnahnya dan memilih untuk memakan hidangan (hadiah) tersebut.
Padahal jika beliau ingin meneruskan puasa dan menolak sajian itu, tentu tidak masalah. Sayyidah Aisyah pun rasanya tidak akan marah juga, toh beliau adalah suami dan seorang Nabi. Tetapi beliau memilih untuk tidak mengecewakan orang yang telah berbuat baik kepada beliau.
Demikian kemuliaan akhlak Nabi Muhammad SAW dalam keluarganya. Kisah ini dapat dijadikan iktibar bagi para suami yang ingin mencari ridha Allah dan Rasul-Nya. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat kepada Nabi Muhammad dan kepada keluarga beliau serta pengikutnya. ( )
Wallahu Ta'ala A'lam
(rhs)