Al-Qur'an Dokumen Rahasia yang Mengandung Ajaran Sufi
loading...
A
A
A
Ia merujuk pada konteks ayat ketika ia diwahyukan. Ayat itu merupakan jawaban yang ditujukan kepada orang-orang Arab Badui yang mendatangi Nabi Muhammad SAW dengan maksud ingin bertanya, "Apakah boleh kita membandingkan Allah?" Bukan ditujukan semata kepada orang Kristiani ataupun orang Islam.
Jawabannya adalah bahwa Allah tidak boleh dibandingkan dengan segala sesuatu yang ada di dunia. Tidak akan ada analogi yang memungkinkan antara Wujud ini (Allah adalah tempat memuja) dengan apa pun yang telah dikenal manusia. Kata "Allah" digunakan untuk mendenotasikan suatu obyektivitas terakhir, keunikan, sesuatu yang tidak bisa diukur dengan jumlah, waktu dan segala sesuatu yang banyak dikenal oleh manusia.
Menurut Idries Shah, pada tataran inilah, dan bukan pada tataran pembaiatan ataupun mistik, dasar umum bagi muslim maupun Kristen diletakkan. "Dengan memahami ini, kita bisa jauh lebih mudah memahami bagaimana Sufisme menjembatani kesenjangan antara penafsiran resmi dari kaum Kristiani dengan orang Islam serta tuntutan pemikiran manusia," ujarnya.
Pengertian tentang makna "Allah" ini disepadankan dengan ritme puisi asli, yang bisa diuraikan dengan lebih mudah melalui rekonstruksi berikut ini:
Wahai Utusan ...
Katakanlah: "Dia, Allah, adalah Esa!
Tiada bermula tiada pula berakhir
Tiada berayah, tiada berputra --
Dan tiada sesuatu pun menyerupai-Nya!"
Menurut Idries Shah, ayat ini mengandung dorongan dan klaim terhadap kesatuan esensial dari transmisi ketuhanan yang diacu sebagai "doktrin rahasia".
Kecuali kalau penafsiran mengenai Al-Qur'an ini diuraikan secara tepat, kesimpulan-kesimpulan mutlak tentang pertentangan yang sempit antara gereja Kristiani dan Islam formal hanya menjadi kerangka referensi sarjana. Ini mungkin berkembang sampai terjemahan-terjemahan berikut ini, kata Idries Shah, suatu terjemahan yang kehilangan konotasi kesufian.
"Allah adalah Tuhan Yang Esa, tidak beranak dan tidak diperanakkan, tidak ada yang menyamai-Nya." (QS al-Ikhlas: 1-4).
Jawabannya adalah bahwa Allah tidak boleh dibandingkan dengan segala sesuatu yang ada di dunia. Tidak akan ada analogi yang memungkinkan antara Wujud ini (Allah adalah tempat memuja) dengan apa pun yang telah dikenal manusia. Kata "Allah" digunakan untuk mendenotasikan suatu obyektivitas terakhir, keunikan, sesuatu yang tidak bisa diukur dengan jumlah, waktu dan segala sesuatu yang banyak dikenal oleh manusia.
Baca Juga
Menurut Idries Shah, pada tataran inilah, dan bukan pada tataran pembaiatan ataupun mistik, dasar umum bagi muslim maupun Kristen diletakkan. "Dengan memahami ini, kita bisa jauh lebih mudah memahami bagaimana Sufisme menjembatani kesenjangan antara penafsiran resmi dari kaum Kristiani dengan orang Islam serta tuntutan pemikiran manusia," ujarnya.
Pengertian tentang makna "Allah" ini disepadankan dengan ritme puisi asli, yang bisa diuraikan dengan lebih mudah melalui rekonstruksi berikut ini:
Wahai Utusan ...
Katakanlah: "Dia, Allah, adalah Esa!
Tiada bermula tiada pula berakhir
Tiada berayah, tiada berputra --
Dan tiada sesuatu pun menyerupai-Nya!"
Menurut Idries Shah, ayat ini mengandung dorongan dan klaim terhadap kesatuan esensial dari transmisi ketuhanan yang diacu sebagai "doktrin rahasia".
Kecuali kalau penafsiran mengenai Al-Qur'an ini diuraikan secara tepat, kesimpulan-kesimpulan mutlak tentang pertentangan yang sempit antara gereja Kristiani dan Islam formal hanya menjadi kerangka referensi sarjana. Ini mungkin berkembang sampai terjemahan-terjemahan berikut ini, kata Idries Shah, suatu terjemahan yang kehilangan konotasi kesufian.
"Allah adalah Tuhan Yang Esa, tidak beranak dan tidak diperanakkan, tidak ada yang menyamai-Nya." (QS al-Ikhlas: 1-4).
Baca Juga
(mhy)