Idries Shah: Ada Hubungan Pemikiran Hindu dan Ajaran Sufi
loading...
A
A
A
Nawab-Zada Sayyid Idries Shah al-Hasyimi atau Idries Shah mengatakan ada suatu hubungan yang menarik antara pemikiran Hindu dan ajaran sufi dalam komentar-komentar berbentuk seloka. Sebenarnya selama 1000 tahun telah berlangsung pertukaran gagasan yang intens antara para sufi dan mistik Hindu sebelum sarjana Barat tertarik pada mistisisme India.
Dalam bukunya berjudul "The Sufis" yang diterjemahkan M Hidayatullah menjadi "Mahkota Sufi: Menembus Dunia Ekstra Dimensi", Syekh Besar (Syekh al-Kabir) sufi ini menyebut sebagian besar hikmah populer Hindu terkandung di dalam serangkaian pepatah yang disebut seloka itu dan disampaikan dari seorang guru kepada muridnya.
Sebuah komentar sufi dari Ajami menyatakan bahwa seloka yang biasa beredar adalah sebagian dari sistem ganda pengajaran. Ajami bernama lengkap Habib bin Muhammad al-’Ajami al-Bashri adalah seorang pemuka sufi di abad kedua hijriah.
Seperti fabel-fabel Aesop atau dongeng-dongeng Sa'di, seloka dapat dibaca baik sebagai nasihat biasa yang dapat diajarkan orangtua kepada anaknya, maupun dengan tujuan mengungkap maknanya yang tersembunyi.
Sa'adi bernama lengkap Abu Muhammad Mushrifuddin Muslih bin Abdullah bin Mushrifi Shirazi, yang juga mengacu kepada nama Sheikh Sa’di atau Sa’di Shirazi (Sa’di dari Shiraz), atau lebih dikenal dengan nama pena Sa’di (Saadi). Dia adalah seorang penyair, penulis prosa, dan pemikir Persia.
Idries Shah mencontohkan beberapa seloka (S) beserta komentar (K) dari Ajami yang digunakan sebagai bahan perenungan oleh para sufi India. Seloka-seloka ini, menurut dia, telah dinomori berdasar karya besar Abbe Dubois, Hindu Manners, Customs and Ceremonies (Oxford, 1906, hlm. 474 dan seterusnya):
(S) V. Sahabat adalah orang yang senantiasa membantu kita dalam penderitaan, kemalangan dan kesengsaraan.
(K) Pelajarilah apa yang senantiasa dapat membantumu. Pencerahan itu penting bagi orang liar yang belum mengetahui.
(S) XI. Racun kalajengking ada di ekornya, racun lalat ada di kepalanya, racun naga ada di taring-taringnya. Namun racun manusia yang jahat ada di sekujur tubuhnya.
(K) Hati-hatilah terhadap kebaikan yang ditunjukkan oleh orang yang baik sekalipun.
(S) XVIII. Orang yang berbudi luhur ibarat sebuah pohon yang berdaun lebat, ia memberikan keteduhan pada pohon-pohon lain yang bernaung di bawahnya, sementara ia membiarkan dirinya tersengat panasnya mentari.
(K) Budi luhur seorang yang baik akan bermanfaat bagi orang yang benar-benar membutuhkannya, namun akan memperlemah si pemalas, karena tempat berteduh hanya digunakan sebagai tempat bermalas-malasan.
(S) XLI. Orang yang tak punya rasa malu takut terhadap penyakit-penyakit yang ditimbulkan kemewahan, orang yang gila hormat takut terhadap celaan, orang kaya takut terhadap kerakusan para raja, kelemah-lembutan takut pada kekerasan, keelokan takut usia senja, penyesalan takut pada pengaruh akal sehat, tubuh takut pada Yama, sang dewa kematian; namun orang yang kikir dan dengki tdak takut kepada apa pun.
(K) Jadilah orang yang bijak, karena orang bijak bisa memahami dasar-dasar rasa takut, sehingga ia bisa menguasai rasa takut itu.
Pangeran Dara Shikoh
Menurut Idries Shah, sebenarnya selama 1000 tahun telah berlangsung pertukaran gagasan yang intens antara para sufi dan mistik Hindu sebelum sarjana Barat tertarik pada mistisisme India.
Pada abad ke-17, Pangeran Dara Shikoh dari Mogul telah memberikan suatu penafsiran yang seksama terhadap kepustakaan Veda dan suatu perbandingan antara corak-corak pemikiran Islam dan Hindu.
Seperti para guru Sufi sebelumnya, kata Idries Shah, Pangeran Dara Shikoh dari tradisi kebatinan yang identik dengan jejak Islam dan ajaran-ajarannya yang paling mendasar sama persis dengan ajaran sufi.
Penelitian-penelitian juga meliputi kitab-kitab suci agama Yahudi dan Kristiani. Kajiannya berdasar pada pandangan bahwa kitab-kitab suci tersebut merupakan representasi dari perkembangan kesadaran manusia yang senantiasa menarik perhatian kelompok-kelompok tertentu.
Prinsip kajiannya yang mengikuti sikap para cendekiawan pada masa pemerintahan Harun ar-Rasyid di Baghdad, kemudian menjadi dasar bagi banyak (kajian) perbandingan mistik yang paling modern sekalipun.
Kegiatan Dara Shikoh itu, menurut Idries Shah, suatu kegiatan yang begitu menonjol karena dilakukan oleh seorang pangeran dari keluarga muslim yang menguasai (mengatur) tanah kafir, merupakan satu-satunya bukti adanya hubungan sinambung dengan ajaran-ajaran sufi selama berabad-abad di seluruh India.
"Proses hubungan tersebut mungkin hampir sama dengan kasus yang terjadi di Eropa Abad Pertengahan, yaitu keberadaan gereja yang kuat dan otoritarian tidak akan merintangi perkembangan kelompok-kelompok aliran mistik seperti sufisme," kata Idries Shah.
Akan tetapi, peran sufisme sebaiknya jangan dianggap sebagai memproyeksikan hasil kajian perbandingan agama dan menekankan teori teosofis tentang kesamaan hakiki dari manifestasi-manifestasi agama.
Para sufi sendiri sama sekali tidak pernah menganggap dirinya bertujuan menjalankan suatu tugas, yaitu tugas mentransendir bentuk-bentuk lahiriah dan fakta keagamaan yang lazim atau pemerolehan pengetahuan agama dengan menjalankan tugas tersebut.
Idries Shah mengatakan, mungkin sulit untuk menjelaskan dengan istilah-istilah yang lebih sederhana dari agama formal bahwa pengalaman (mistik) adalah tunggal. Bahwa ada kesamaan yang lestari.
Paling tidak orang hanya dapat memahami fakta tersebut menurut pengertian-pengertian yang lazim, karena fakta pengalaman sufi dan aliran mistik lainnya adalah bidang kajian psikologi, bukan bidang kajian akademis.
"Obyek kajian tersebut, dengan memakai ungkapan-ungkapan yang khusus menurut pengertian kami, adalah memungkinkan memotivasi batin seseorang dalam upaya mengembangkan kesadarannya lebih lanjut," tutur Idries Shah.
Oleh karena itu, katanya lagi, mistisisme dan agama dianggap sebagai upaya menyelaraskan individu dan kelompok dengan nasib kemanusiaan yang diungkapkan dengan pengendalian mental.
Dalam bukunya berjudul "The Sufis" yang diterjemahkan M Hidayatullah menjadi "Mahkota Sufi: Menembus Dunia Ekstra Dimensi", Syekh Besar (Syekh al-Kabir) sufi ini menyebut sebagian besar hikmah populer Hindu terkandung di dalam serangkaian pepatah yang disebut seloka itu dan disampaikan dari seorang guru kepada muridnya.
Sebuah komentar sufi dari Ajami menyatakan bahwa seloka yang biasa beredar adalah sebagian dari sistem ganda pengajaran. Ajami bernama lengkap Habib bin Muhammad al-’Ajami al-Bashri adalah seorang pemuka sufi di abad kedua hijriah.
Seperti fabel-fabel Aesop atau dongeng-dongeng Sa'di, seloka dapat dibaca baik sebagai nasihat biasa yang dapat diajarkan orangtua kepada anaknya, maupun dengan tujuan mengungkap maknanya yang tersembunyi.
Sa'adi bernama lengkap Abu Muhammad Mushrifuddin Muslih bin Abdullah bin Mushrifi Shirazi, yang juga mengacu kepada nama Sheikh Sa’di atau Sa’di Shirazi (Sa’di dari Shiraz), atau lebih dikenal dengan nama pena Sa’di (Saadi). Dia adalah seorang penyair, penulis prosa, dan pemikir Persia.
Idries Shah mencontohkan beberapa seloka (S) beserta komentar (K) dari Ajami yang digunakan sebagai bahan perenungan oleh para sufi India. Seloka-seloka ini, menurut dia, telah dinomori berdasar karya besar Abbe Dubois, Hindu Manners, Customs and Ceremonies (Oxford, 1906, hlm. 474 dan seterusnya):
(S) V. Sahabat adalah orang yang senantiasa membantu kita dalam penderitaan, kemalangan dan kesengsaraan.
(K) Pelajarilah apa yang senantiasa dapat membantumu. Pencerahan itu penting bagi orang liar yang belum mengetahui.
(S) XI. Racun kalajengking ada di ekornya, racun lalat ada di kepalanya, racun naga ada di taring-taringnya. Namun racun manusia yang jahat ada di sekujur tubuhnya.
(K) Hati-hatilah terhadap kebaikan yang ditunjukkan oleh orang yang baik sekalipun.
(S) XVIII. Orang yang berbudi luhur ibarat sebuah pohon yang berdaun lebat, ia memberikan keteduhan pada pohon-pohon lain yang bernaung di bawahnya, sementara ia membiarkan dirinya tersengat panasnya mentari.
(K) Budi luhur seorang yang baik akan bermanfaat bagi orang yang benar-benar membutuhkannya, namun akan memperlemah si pemalas, karena tempat berteduh hanya digunakan sebagai tempat bermalas-malasan.
(S) XLI. Orang yang tak punya rasa malu takut terhadap penyakit-penyakit yang ditimbulkan kemewahan, orang yang gila hormat takut terhadap celaan, orang kaya takut terhadap kerakusan para raja, kelemah-lembutan takut pada kekerasan, keelokan takut usia senja, penyesalan takut pada pengaruh akal sehat, tubuh takut pada Yama, sang dewa kematian; namun orang yang kikir dan dengki tdak takut kepada apa pun.
(K) Jadilah orang yang bijak, karena orang bijak bisa memahami dasar-dasar rasa takut, sehingga ia bisa menguasai rasa takut itu.
Pangeran Dara Shikoh
Menurut Idries Shah, sebenarnya selama 1000 tahun telah berlangsung pertukaran gagasan yang intens antara para sufi dan mistik Hindu sebelum sarjana Barat tertarik pada mistisisme India.
Pada abad ke-17, Pangeran Dara Shikoh dari Mogul telah memberikan suatu penafsiran yang seksama terhadap kepustakaan Veda dan suatu perbandingan antara corak-corak pemikiran Islam dan Hindu.
Seperti para guru Sufi sebelumnya, kata Idries Shah, Pangeran Dara Shikoh dari tradisi kebatinan yang identik dengan jejak Islam dan ajaran-ajarannya yang paling mendasar sama persis dengan ajaran sufi.
Penelitian-penelitian juga meliputi kitab-kitab suci agama Yahudi dan Kristiani. Kajiannya berdasar pada pandangan bahwa kitab-kitab suci tersebut merupakan representasi dari perkembangan kesadaran manusia yang senantiasa menarik perhatian kelompok-kelompok tertentu.
Prinsip kajiannya yang mengikuti sikap para cendekiawan pada masa pemerintahan Harun ar-Rasyid di Baghdad, kemudian menjadi dasar bagi banyak (kajian) perbandingan mistik yang paling modern sekalipun.
Kegiatan Dara Shikoh itu, menurut Idries Shah, suatu kegiatan yang begitu menonjol karena dilakukan oleh seorang pangeran dari keluarga muslim yang menguasai (mengatur) tanah kafir, merupakan satu-satunya bukti adanya hubungan sinambung dengan ajaran-ajaran sufi selama berabad-abad di seluruh India.
"Proses hubungan tersebut mungkin hampir sama dengan kasus yang terjadi di Eropa Abad Pertengahan, yaitu keberadaan gereja yang kuat dan otoritarian tidak akan merintangi perkembangan kelompok-kelompok aliran mistik seperti sufisme," kata Idries Shah.
Akan tetapi, peran sufisme sebaiknya jangan dianggap sebagai memproyeksikan hasil kajian perbandingan agama dan menekankan teori teosofis tentang kesamaan hakiki dari manifestasi-manifestasi agama.
Para sufi sendiri sama sekali tidak pernah menganggap dirinya bertujuan menjalankan suatu tugas, yaitu tugas mentransendir bentuk-bentuk lahiriah dan fakta keagamaan yang lazim atau pemerolehan pengetahuan agama dengan menjalankan tugas tersebut.
Idries Shah mengatakan, mungkin sulit untuk menjelaskan dengan istilah-istilah yang lebih sederhana dari agama formal bahwa pengalaman (mistik) adalah tunggal. Bahwa ada kesamaan yang lestari.
Paling tidak orang hanya dapat memahami fakta tersebut menurut pengertian-pengertian yang lazim, karena fakta pengalaman sufi dan aliran mistik lainnya adalah bidang kajian psikologi, bukan bidang kajian akademis.
"Obyek kajian tersebut, dengan memakai ungkapan-ungkapan yang khusus menurut pengertian kami, adalah memungkinkan memotivasi batin seseorang dalam upaya mengembangkan kesadarannya lebih lanjut," tutur Idries Shah.
Oleh karena itu, katanya lagi, mistisisme dan agama dianggap sebagai upaya menyelaraskan individu dan kelompok dengan nasib kemanusiaan yang diungkapkan dengan pengendalian mental.
(mhy)