4 Istri Rasulullah SAW yang Berstatus Janda saat Dinikahi
loading...
A
A
A
Sedangkan pernikahan Nabi Muhammad dengan Ummu Habibah dilakukan dari jarak jauh. Nabi Muhammad di Madinah sedangkan Ummu Habibah di Habasyah. Pernikahan ini dilakukan setelah suami Ummu Habibah meninggal dunia.
Ummu Habibah bernama asli Ramlah binti Abu Sufyan (Shakhr) bin Harb bin Umayyah bin Abdusy Syams bin Abdu Manaf al-Umawiyah. Beliau dilahirkan 25 tahun sebelum hijrah. Dan wafat pada tahun 44 H. Ibunya adalah Shafiyah binti Abi al-Ash bin Umayyah. Sang Ibu merupakan bibi dari Khalifah Utsman bin Affan ra.
Beliau adalah pemeluk Islam generasi pertama. Padahal beliau adalah putri dari tokoh besar Mekkah dan pemimpinnya, Abu Sufyan bin Harb. Bapaknya, Abu Sufyan, sangat marah ketika mengetahui putrinya masuk Islam. Itu sebabnya, beliau berhijrah bersama sang suami.
Mereka menempuh perjalanan jauh dan melelahkan menuju Afrika nun jauh di sana. Hijrah ke Habasyah. Beratnya hijrah semakin terasa lagi karena saat itu ia tengah mengandung. Di Habasyah beliau melahirkan seorang anak yang bernama Habibah. Maka sejak itu, beliau dipanggil Ummu Habibah.
Saat di Habasyah itu, sang suami seringkali berdiskusi masalah agama dan ketuhanan dengan kaum Nasrani. Dalam perjalananya, sang suami justru murtad dan memeluk Nasrani.
Tentu saja hal ini menjadi musibah besar bagi Ummu Habibah. Ia berada di perantauan. Negeri asing nun jauh dari sanak saudara. Kalau pulang ke kampung halaman Mekkah, ia berada dalam ancaman. Ayahnya tak menerima keislamannya. Beliau benar-benar sebatang kara setelah suaminya murtad. Tapi ia tetap teguh dengan keislamannya.
Setelah usai masa iddahnya, datang seorang utusan an-Najasyi di depan pintu. Meminta izin bertemu. Ternyata itu adalah budak perempuan miliknya yang namanya Abrahah. Dialah yang mengurusi pakaian an-Najasyi dan meminyaki dirinya.
Ummu Habibah bercerita, utusan itu berkata, “Raja berpesan untukmu, ‘Sesungguhnya Rasulullah SAW menulis surat padaku untuk menikahkanmu dengannya’. Allah memberimu kabar gembira yang begitu baik”, sambung budak itu.
Ia melanjutkan, “Raja berkata padamu tunjuk orang yang mewakilimu untuk menikahkanmu.”
Ummu Habibah mengirim Khalid bin Said bin al-Ash. Ia mewakilkan dirinya dengan Khalid. Kemudian ia memberi Abrahah dua gelang perak dan dua perhiasan yang dikenakan di kaki. Dan juga cicin perak itu disematkan di jari kakinya. Hal itu sebagai bentuk syukur atas kabar gembira yang ia bawa.
Nabi SAW menikahi Ummu Habibah pada tahun ke-7 H. Beliau menikahinya karena memuliakannya dan meneguhkan agamanya. Jadilah Ummu Habibah adalah wanita satu-satunya yang menikah dengan Rasulullah dari jarak jauh. Rasulullah di Madinah, sedangkan beliau berada, di Habasyah, Afrika.
Selanjutnya, pernikahan Rasulullah dengan Sayyidah Shafiyah binti Huyay . Sayyidah Shafiyah pernah menikah dengan Salam ibn Abi Haqîq, kemudian dengan Kinanah ibn Abi al-Haqîq, penguasa Benteng al-Qumush, benteng yang paling megah di Khaibar. Keduanya adalah kesatria dan penyair terbaik dari kaumnya. Kala itu, penyair menempati posisi mulia. Mereka terhitung sebagai cerdik cendekia.
Sayyidah Shafiyah binti Huyai bin Akhtab adalah bangsawan Bani Nadhir, keturunan Nabi Harun as. Maknanya, jika ditarik garis nasabnya, Nabi Musa as terhitung sebagai pamannya. Rasulullah pernah mengatakan padanya, “Sesungguhnya engkau adalah putri seorang nabi. Pamanmu pun seorang nabi. Dan engkau dalam naungan seorang nabi. Bagaimana kau tidak bangga dengan hal itu?”
Sayyidah Shafiyah lahir tahun 9 sebelum hijrah dan wafat 50 H. Tahun lahir dan wafat itu bertepatan dengan 613 M dan 670 M.
Ayah Sayyidah Shafiyah, Huyai bin Akhtab, adalah tokoh Yahudi sekaligus ulama mereka. Sang ayah tahu bahwa Muhammad bin Abdullah adalah seorang nabi akhir zaman. Ia tahu persis sejak kali pertama kaki Nabi yang mulia menjejak tanah Yatsrib (nama Madinah di masa lalu). Namun ia sombong dan menolak kebenaran. Karena apa? Karena nabi itu berasal dari Arab bukan dari anak turunan Israil (Nabi Ya’qub).
Selanjutnya pernikahan Maimunah binti al-Harits. Nama lengkapnya adalah Barrah binti Al-Harits bin Hazm bin Bujair bin Hazm bin Rabiah bin Abdullah bin Hilal bin Amir bin Sha’shaah dan dikenal dengan Maimunah. Ibunya bernama Hindun binti Aus bin Zubai bin Harits bin Hamatsah bin Jarsy.
Dalam keluarganya, Sayyidah Maimunah termasuk dalam tiga bersaudara yang memeluk Islam.
Ummu Habibah bernama asli Ramlah binti Abu Sufyan (Shakhr) bin Harb bin Umayyah bin Abdusy Syams bin Abdu Manaf al-Umawiyah. Beliau dilahirkan 25 tahun sebelum hijrah. Dan wafat pada tahun 44 H. Ibunya adalah Shafiyah binti Abi al-Ash bin Umayyah. Sang Ibu merupakan bibi dari Khalifah Utsman bin Affan ra.
Beliau adalah pemeluk Islam generasi pertama. Padahal beliau adalah putri dari tokoh besar Mekkah dan pemimpinnya, Abu Sufyan bin Harb. Bapaknya, Abu Sufyan, sangat marah ketika mengetahui putrinya masuk Islam. Itu sebabnya, beliau berhijrah bersama sang suami.
Mereka menempuh perjalanan jauh dan melelahkan menuju Afrika nun jauh di sana. Hijrah ke Habasyah. Beratnya hijrah semakin terasa lagi karena saat itu ia tengah mengandung. Di Habasyah beliau melahirkan seorang anak yang bernama Habibah. Maka sejak itu, beliau dipanggil Ummu Habibah.
Saat di Habasyah itu, sang suami seringkali berdiskusi masalah agama dan ketuhanan dengan kaum Nasrani. Dalam perjalananya, sang suami justru murtad dan memeluk Nasrani.
Tentu saja hal ini menjadi musibah besar bagi Ummu Habibah. Ia berada di perantauan. Negeri asing nun jauh dari sanak saudara. Kalau pulang ke kampung halaman Mekkah, ia berada dalam ancaman. Ayahnya tak menerima keislamannya. Beliau benar-benar sebatang kara setelah suaminya murtad. Tapi ia tetap teguh dengan keislamannya.
Setelah usai masa iddahnya, datang seorang utusan an-Najasyi di depan pintu. Meminta izin bertemu. Ternyata itu adalah budak perempuan miliknya yang namanya Abrahah. Dialah yang mengurusi pakaian an-Najasyi dan meminyaki dirinya.
Ummu Habibah bercerita, utusan itu berkata, “Raja berpesan untukmu, ‘Sesungguhnya Rasulullah SAW menulis surat padaku untuk menikahkanmu dengannya’. Allah memberimu kabar gembira yang begitu baik”, sambung budak itu.
Ia melanjutkan, “Raja berkata padamu tunjuk orang yang mewakilimu untuk menikahkanmu.”
Ummu Habibah mengirim Khalid bin Said bin al-Ash. Ia mewakilkan dirinya dengan Khalid. Kemudian ia memberi Abrahah dua gelang perak dan dua perhiasan yang dikenakan di kaki. Dan juga cicin perak itu disematkan di jari kakinya. Hal itu sebagai bentuk syukur atas kabar gembira yang ia bawa.
Nabi SAW menikahi Ummu Habibah pada tahun ke-7 H. Beliau menikahinya karena memuliakannya dan meneguhkan agamanya. Jadilah Ummu Habibah adalah wanita satu-satunya yang menikah dengan Rasulullah dari jarak jauh. Rasulullah di Madinah, sedangkan beliau berada, di Habasyah, Afrika.
Selanjutnya, pernikahan Rasulullah dengan Sayyidah Shafiyah binti Huyay . Sayyidah Shafiyah pernah menikah dengan Salam ibn Abi Haqîq, kemudian dengan Kinanah ibn Abi al-Haqîq, penguasa Benteng al-Qumush, benteng yang paling megah di Khaibar. Keduanya adalah kesatria dan penyair terbaik dari kaumnya. Kala itu, penyair menempati posisi mulia. Mereka terhitung sebagai cerdik cendekia.
Sayyidah Shafiyah binti Huyai bin Akhtab adalah bangsawan Bani Nadhir, keturunan Nabi Harun as. Maknanya, jika ditarik garis nasabnya, Nabi Musa as terhitung sebagai pamannya. Rasulullah pernah mengatakan padanya, “Sesungguhnya engkau adalah putri seorang nabi. Pamanmu pun seorang nabi. Dan engkau dalam naungan seorang nabi. Bagaimana kau tidak bangga dengan hal itu?”
Sayyidah Shafiyah lahir tahun 9 sebelum hijrah dan wafat 50 H. Tahun lahir dan wafat itu bertepatan dengan 613 M dan 670 M.
Ayah Sayyidah Shafiyah, Huyai bin Akhtab, adalah tokoh Yahudi sekaligus ulama mereka. Sang ayah tahu bahwa Muhammad bin Abdullah adalah seorang nabi akhir zaman. Ia tahu persis sejak kali pertama kaki Nabi yang mulia menjejak tanah Yatsrib (nama Madinah di masa lalu). Namun ia sombong dan menolak kebenaran. Karena apa? Karena nabi itu berasal dari Arab bukan dari anak turunan Israil (Nabi Ya’qub).
Selanjutnya pernikahan Maimunah binti al-Harits. Nama lengkapnya adalah Barrah binti Al-Harits bin Hazm bin Bujair bin Hazm bin Rabiah bin Abdullah bin Hilal bin Amir bin Sha’shaah dan dikenal dengan Maimunah. Ibunya bernama Hindun binti Aus bin Zubai bin Harits bin Hamatsah bin Jarsy.
Dalam keluarganya, Sayyidah Maimunah termasuk dalam tiga bersaudara yang memeluk Islam.