Peristiwa Rabiul Awal: Hijrah Nabi Muhammad SAW Bukan di Bulan Muharram
loading...
A
A
A
Peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW ternyata bukan di bulan Muharram , sebagaimana awal bulan dalam kalender Hijriah , melainkan di bulan Rabiul Awal . Lantaran tahun Hijriah diawali dengan bulan Muharram kemudian banyak pihak menganggap peristiwa hijrah juga terjadi pada bulan tersebut.
Syaikh Shafiyurrahman Mubarakfuri dalam bukunya berjudul "Sirah Nabawiyah" menyebutkan Rasulullah SAW mulai berhijrah meninggalkan Gua Tsur pada malam Senin tanggal 1 Rabiul Awal tahun 1 Hijriyah (16 September 622 M).
Nabi sampai di Quba hari Senin tanggal 8 Rabiul Awal tahun 1 H (23 September 622 M), lalu berdiam di sana selama empat hari, yaitu hari Senin, Selasa, Rabu, dan Kamis.
Nabi Muhammad SAW selanjutnya memasuki Madinah pada hari Jumat tanggal 12 Rabiul Awal tahun 1 H. Momentum itu bisa dikatakan sebagai proklamasi tegaknya negara Islam di Madinah.
Di bulan Rabiul Awal itu juga menjadi era baru fase dakwah setelah 13 tahun Rasulullah SAW berdakwah di Mekkah dengan segala lika-liku dan suka duka rintangannya.
Di Madinah pula Rasul SAW menerapkan Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Tidak hanya dalam aspek aqidah, ibadah dan muamalah yang masih terbatas seperti halnya di Mekkah.
Kalender Hijriah
Dalam sejarah pembentukannya, kalender hijriah memang terinspirasi oleh peristiwa hijrah umat Islam dari Mekkah ke Madinah. Ide pembuatan sistem penanggalan Islam ini sendiri dilatarbelakangi problem administratif. Agar masalah ini terpecahkan, Khalifah Umar bin Khattab mengumpulkan sejumlah sahabat untuk berembug mencari solusi.
Terjadilah diskusi panjang yang menghasilkan ide agar dibentuk sistem penanggalan Islam. Hanya saja, mereka bingung, penanggalan tersebut harus mengacu pada peristiwa besar, tapi peristiwa apa yang cocok?
Muncullah sejumlah pendapat. Ada yang mengusulkan agar pembuatan tahun mengikuti penanggalan Persia dan Romawi. Ada yang mengajukan usul agar mengacu pada peristiwa kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ada yang mengusulkan berdasarkan tahun diutusnya Nabi (bi’tsah). Ada pula yang mengusulkan pada tahun kewafatan Nabi.
Akhirnya, Ali bin Abi Thalib mengajukan ide agar sistem penanggalan tersebut mengacu pada peristiwa hijrah umat Islam dari Mekkah ke Madinah.
Umar kemudian menyetujui usulan Ali karena peristiwa ini diketahui semua orang dan merupakan simbol transformasi dakwah Islam.
Setelah semua sepakat, bulan apa yang pas kiranya dijadikan awal tahun. Diskusi pun berlangsung kembali dan muncul usulan yang beragam. Sebagian mengusulkan agar diawali dengan bulan Ramadhan. Hanya kemudian, Umar mengajukan pendapat agar diawali dengan bulan Muharram.
Alasannya, Muharram adalah momen saat umat Islam baru selesai menunaikan ibadah haji di Tanah Suci. Menurutnya, jamaah haji yang baru merampungkan rukun Islam kelima ini bersih dari dosa sehingga kepulangan mereka lebih pas dijadikan awal tahun Hijriah.
Syaikh Shafiyurrahman Mubarakfuri dalam bukunya berjudul "Sirah Nabawiyah" menyebutkan Rasulullah SAW mulai berhijrah meninggalkan Gua Tsur pada malam Senin tanggal 1 Rabiul Awal tahun 1 Hijriyah (16 September 622 M).
Nabi sampai di Quba hari Senin tanggal 8 Rabiul Awal tahun 1 H (23 September 622 M), lalu berdiam di sana selama empat hari, yaitu hari Senin, Selasa, Rabu, dan Kamis.
Nabi Muhammad SAW selanjutnya memasuki Madinah pada hari Jumat tanggal 12 Rabiul Awal tahun 1 H. Momentum itu bisa dikatakan sebagai proklamasi tegaknya negara Islam di Madinah.
Di bulan Rabiul Awal itu juga menjadi era baru fase dakwah setelah 13 tahun Rasulullah SAW berdakwah di Mekkah dengan segala lika-liku dan suka duka rintangannya.
Di Madinah pula Rasul SAW menerapkan Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Tidak hanya dalam aspek aqidah, ibadah dan muamalah yang masih terbatas seperti halnya di Mekkah.
Kalender Hijriah
Dalam sejarah pembentukannya, kalender hijriah memang terinspirasi oleh peristiwa hijrah umat Islam dari Mekkah ke Madinah. Ide pembuatan sistem penanggalan Islam ini sendiri dilatarbelakangi problem administratif. Agar masalah ini terpecahkan, Khalifah Umar bin Khattab mengumpulkan sejumlah sahabat untuk berembug mencari solusi.
Terjadilah diskusi panjang yang menghasilkan ide agar dibentuk sistem penanggalan Islam. Hanya saja, mereka bingung, penanggalan tersebut harus mengacu pada peristiwa besar, tapi peristiwa apa yang cocok?
Muncullah sejumlah pendapat. Ada yang mengusulkan agar pembuatan tahun mengikuti penanggalan Persia dan Romawi. Ada yang mengajukan usul agar mengacu pada peristiwa kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ada yang mengusulkan berdasarkan tahun diutusnya Nabi (bi’tsah). Ada pula yang mengusulkan pada tahun kewafatan Nabi.
Akhirnya, Ali bin Abi Thalib mengajukan ide agar sistem penanggalan tersebut mengacu pada peristiwa hijrah umat Islam dari Mekkah ke Madinah.
Umar kemudian menyetujui usulan Ali karena peristiwa ini diketahui semua orang dan merupakan simbol transformasi dakwah Islam.
Setelah semua sepakat, bulan apa yang pas kiranya dijadikan awal tahun. Diskusi pun berlangsung kembali dan muncul usulan yang beragam. Sebagian mengusulkan agar diawali dengan bulan Ramadhan. Hanya kemudian, Umar mengajukan pendapat agar diawali dengan bulan Muharram.
Alasannya, Muharram adalah momen saat umat Islam baru selesai menunaikan ibadah haji di Tanah Suci. Menurutnya, jamaah haji yang baru merampungkan rukun Islam kelima ini bersih dari dosa sehingga kepulangan mereka lebih pas dijadikan awal tahun Hijriah.
(mhy)