Bagaimana Hukum Orang yang Tidak Puasa Ramadhan Tanpa Uzur?

Senin, 27 April 2020 - 17:10 WIB
loading...
Bagaimana Hukum Orang yang Tidak Puasa Ramadhan Tanpa Uzur?
Syariat Islam memberi perhatian besar terhadap kewajiban puasa Ramadhan karena termasuk rukun Islam setelah syahadat dan salat 5 waktu. Foto/Dok SINDOnews
A A A
Syariat Islam memberi perhatian besar terhadap kewajiban puasa Ramadhan karena termasuk rukun Islam setelah syahadat dan salat 5 waktu. Ada yang bertanya, bagaimana hukum orang yang tidak puasa Ramadhan tanpa uzur syar'i?

Berikut penjelasan Ustaz Farid Nu'man Hasan (dai Lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia). Apabila meninggalkan puasa karena mengingkari kewajibannya, maka pelakunya bisa dihukumi murtad dari Islam menurut ijma' (aklamasi) kaum muslimin. Syeikh Sayyid Sabiq rahimahullah berkata tentang orang yang mengingkari kewajibannya:

وأجمعت الامة: على وجوب صيام رمضان. وأنه أحد أركان الاسلام، التي علمت من الدين بالضرورة، وأن منكره كافر مرتد عن الاسلام

"Umat telah ijma' atas wajibnya puasa Ramadhan. Dia merupakan salah satu rukun Islam yang telah diketahui secara pasti dari agama, yang mengingkarinya adalah kafir dan murtad dari Islam." (Fiqhus Sunnah, 1/433. Darul Kitab Al Arabi).

Lalu, bagaimana bagi yang meninggalkan puasa karena sengaja dan kemalasan, bukan karena uzur (sakit, safar, hamil dan menyusui, nifas, tua bangka, pikun, pekerja keras) namun masih meyakininya sebagai kewajiban dan bagian dari rukun Islam. Maka, menurut zahir hadis berikut ini dia juga bisa dihukumi kafir.

Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma, bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Tali Islam dan kaidah-kaidah agama ada tiga, di atasnyalah agama Islam difondasikan, dan barangsiapa yang meninggalkannya satu saja, maka dia kafir dan darahnya halal (untuk dibunuh), (yakni): syahadat laa ilaaha illallah, shalat wajib, dan puasa Ramadhan. (HR Abu Yaala dan Ad-Dailami disahihkan oleh Adz Dzahabi. Namun, Syeikh Al-Albani mendhaifkan hadis ini lantaran kelemahan beberapa perawinya, yakni Amru bin Malik An Nukri, di mana tidak ada yang menilainya tsiqah kecuali Ibnu Hibban).

Secara zahir hadis ini bertentangan dengan hadis Muttafaq 'Alaih yaitu Islam dibangun atas lima perkara. Maka Syeikh Al-Albani tidak meyakini adanya seorang ulama mu'tabar yang mengkafirkan orang yang meninggalkan puasa, kecuali jika dia menganggap halal perbuatan itu. (Lihat As Silsilah Adh Dhaifah No. 94)

Dengan kata lain, jika dia masih meyakini kewajibannya, tetapi dia meninggalkannya maka dia fasiq, jika Allah Ta'ala berkehendak akan mengampuninya sesuai kasih sayangNya. Dan jika Dia berkehendak akan mengazabnya sesuai dengan keadilanNya, sejauh kadar dosanya. Inilah pendapat yang lebih mendekati kepada kebenaran.

Allah Ta'ala juga berfirman: "Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya." (QS. An Nisa (4): 116)

Tetapi, meninggalkan puasa Ramadhan tanpa uzur termasuk dosa besar. Berkata Imam Adz-Dzahabi rahimahullah:

وعند المؤمنين مقرر: أن من ترك صوم رمضان بلا مرض، أنه شر من الزاني، ومدمن الخمر، بل يشكون في إسلامه، ويظنون به الزندقة، والانحلال.

"Bagi kaum mukminin telah menjadi ketetapan bahwa meninggalkan puasa Ramadhan padahal tidak sakit adalah lebih buruk dari pezina dan pemabuk, bahkan mereka meragukan keislamannya dan mencurigainya sebagai zindiq dan tanggal agamanya." (Syeikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, 1/434. Lihat juga Imam Al Munawi, Faidhul Qadir, 4/410. Darul Kutub Al Ilmiyah).

Wallahu A'lam Bish Showab
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3863 seconds (0.1#10.140)