Makna dan Keutamaan Kalimat Istirja
loading...
A
A
A
Makna dan keutamaan kalimat istirja : Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun sungguh sangat dalam. Kalimat ini belum dipraktikan oleh umat para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW . Allah SWT mengajarkan hal ini kepada Rasulullah SAW . Lalu apa sejatinya makna dan keutamaan kaliman tersebut?
Imam Ibnu Rajab dalam kitab “Jâmi’ul ‘Ulûmi Wal Hikam" berkisah seorang imam besar dari dari kalangan atba’ut tabi’in, Imam Fudhail bin Iyadh bin Mas’ûd At-Tamîmi (wafat 187 H) pernah menasihati seseorang lelaki, beliau berkata: “Berapa tahun usiamu?"
Lelaki itu menjawab: “Enam puluh tahun.”
“Berarti sudah enam puluh tahun kamu menempuh perjalanan menuju Allâh; dan mungkin saja kamu hampir sampai,” Imam Fudhail.
Lelaki itu menjawab: “Sesungguhnya kita ini milik Allah dan akan kembali kepada-Nya.”
Imam Fudhail pun menjelaskan, “Apakah kamu paham arti ucapanmu? Kamu berkata bahwa aku milik Allah dan akan kembali kepada-Nya; barangsiapa yang menyadari bahwa dia adalah hamba milik Allah Azza wa Jalla dan akan kembali kepada-Nya, maka hendaknya dia mengetahui bahwa dia akan berdiri di hadapan-Nya pada hari kiamat."
"Barangsiapa yang mengetahui bahwa dia akan berdiri di hadapan-Nya, maka hendaknya dia mengetahui bahwa dia akan dimintai pertanggungjawaban atas semua perbuatannya di dunia."
"Barangsiapa yang mengetahui akan dimintai pertanggungjawaban (atas perbuatannya), maka hendaknya dia mempersiapkan jawabannya”.
“Lantas bagaimana caranya untuk menyelamatkan diri ketika itu?” tanya lelaki itu.
“Caranya mudah,” jawab Imam Fudhail.
“Apa itu?” tanya lelaki itu.
Imam Fudhail menasihati: “Perbaikilah dirimu pada sisa umurmu, maka Allah Azza wa Jalla akan mengampuni dosamu di masa lalu, karena jika kamu tetap berbuat buruk pada sisa umurmu, maka kamu akan disiksa (pada hari kiamat) karena dosamu di masa lalu dan pada sisa umurmu”
Bentuk Penghambaan
Kalimat istirja; inna lillahi wa inna ilaihi rajiun adalah sebagai bentuk penghambaan seorang mahluk kepada penciptanya. Bahwa sesungguhnya, semua yang ada di muka bumi ini adalah milik Allah. Apapun yang terjadi adalah atas kehendak-Nya dan akhirnya hanya pada Allah-lah semua akan dikembalikan.
Allah mengajarkan kalimat ini agar dibaca oleh kaum muslimin yang sedang mengalami musibah. Dan itulah ciri orang yang penyabar.
Allah berfirman,
وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ ,.الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.” (QS al-Baqarah: 154 – 155)
Sebagian ulama menegaskan bahwa kalimat ini tidak diberikan kepada para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW. Seperti yang dinyatakan ulama tabi’in, Imam Said bin Jubair, murid Ibnu Abbas ra .
Sebagaimana dinukil dalam Tafsir al-Qurthubi, Imam Said bin Jubair berkata: "Kalimat ini belum pernah diberikan kepada seorang nabi-pun sebelum nabi kita (Muhammad SAW). Andaikan sudah diketahui Ya’qub , tentu beliau tidak akan mengucapkan, 'Duhai duka citaku terhadap Yusuf' .”
Ketika Ya’qub mendapatkan kabar hilangnya Yusuf, beliau tidak mengucapkan, innaa lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun, tapi beliau mengucapkan, Yaa asafaa ‘alaa Yusuf… (Duhai duka citaku terhadap Yusuf).
Imam al-Qurthubi menjelaskan, firman Allah SWT, "Mereka mengucapkan Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun", Allah jadikan kalimat ini sebagai sandaran bagi orang yang tertimpa musibah, dan perlindungan (bacaan) bagi mereka yang sedang menjalani ujian. Karena kalimat ini mengandung banyak makna yang berkah.
Menurut al-Qurthubi, kalimat, ‘Inna lillahi’ adalah tauhid dan pengakuan terhadap ubudiyah (status kita sebagai hamba) dan kekuasaan Allah. Sedangkan kalimat, ‘Wa inna ilaihi raaji’uun’ adalah pengakuan bahwa kita akan binasa, dan akan dibangkitkan dari alam kubur kita, serta keyakinan bahwa semua urusan kembali kepada-Nya, sebagaimana semua ini milik-Nya.
Keutamaan
Dalam hadis dari Ummu Salamah ra, beliau pernah mendengar Nabi SAW bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ مَا أَمَرَهُ اللَّهُ: {إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ} [البقرة: 156] ، اللَّهُمَّ أَجِرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا، إِلَّا أَخْلَفَ اللَّهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا
Apabila ada seorang muslim yang mengalami musibah, lalu dia mengucapkan kalimat seperti yang Allah perintahkan, ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun’ ya Allah berikanlah pahala untuk musibahku, dan gantikan untukku dengan sesuatu yang lebih baik darinya. Maka Allah akan memberikan ganti untuknya dengan yang lebih baik. (HR Muslim 918)
Dalam surat al-Baqarah, Allah memberikan janji bahwa orang yang sabar dan mengucapkan istirja’ mereka akan mendapatkan sholawat, rahmat, dan hidayah.
أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. ( QS al-Baqarah : 157).
Umar bin Khattab sebagaimana dinukil al-Qurthubi mengatakan, sebaik-baik 2 balasan dan sebaik-baik tambahan, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.” Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Al-Qurtubi menjelaskan yang Umar bin Khattab maksud dengan sebaik-sebaik 2 balasan adalah sholawat dan rahmat. Sedangkan sebaik-baik tambahan adalah hidayah.
Imam Ibnu Rajab dalam kitab “Jâmi’ul ‘Ulûmi Wal Hikam" berkisah seorang imam besar dari dari kalangan atba’ut tabi’in, Imam Fudhail bin Iyadh bin Mas’ûd At-Tamîmi (wafat 187 H) pernah menasihati seseorang lelaki, beliau berkata: “Berapa tahun usiamu?"
Lelaki itu menjawab: “Enam puluh tahun.”
“Berarti sudah enam puluh tahun kamu menempuh perjalanan menuju Allâh; dan mungkin saja kamu hampir sampai,” Imam Fudhail.
Lelaki itu menjawab: “Sesungguhnya kita ini milik Allah dan akan kembali kepada-Nya.”
Baca Juga
Imam Fudhail pun menjelaskan, “Apakah kamu paham arti ucapanmu? Kamu berkata bahwa aku milik Allah dan akan kembali kepada-Nya; barangsiapa yang menyadari bahwa dia adalah hamba milik Allah Azza wa Jalla dan akan kembali kepada-Nya, maka hendaknya dia mengetahui bahwa dia akan berdiri di hadapan-Nya pada hari kiamat."
"Barangsiapa yang mengetahui bahwa dia akan berdiri di hadapan-Nya, maka hendaknya dia mengetahui bahwa dia akan dimintai pertanggungjawaban atas semua perbuatannya di dunia."
"Barangsiapa yang mengetahui akan dimintai pertanggungjawaban (atas perbuatannya), maka hendaknya dia mempersiapkan jawabannya”.
“Lantas bagaimana caranya untuk menyelamatkan diri ketika itu?” tanya lelaki itu.
“Caranya mudah,” jawab Imam Fudhail.
“Apa itu?” tanya lelaki itu.
Imam Fudhail menasihati: “Perbaikilah dirimu pada sisa umurmu, maka Allah Azza wa Jalla akan mengampuni dosamu di masa lalu, karena jika kamu tetap berbuat buruk pada sisa umurmu, maka kamu akan disiksa (pada hari kiamat) karena dosamu di masa lalu dan pada sisa umurmu”
Bentuk Penghambaan
Kalimat istirja; inna lillahi wa inna ilaihi rajiun adalah sebagai bentuk penghambaan seorang mahluk kepada penciptanya. Bahwa sesungguhnya, semua yang ada di muka bumi ini adalah milik Allah. Apapun yang terjadi adalah atas kehendak-Nya dan akhirnya hanya pada Allah-lah semua akan dikembalikan.
Allah mengajarkan kalimat ini agar dibaca oleh kaum muslimin yang sedang mengalami musibah. Dan itulah ciri orang yang penyabar.
Allah berfirman,
وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ ,.الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.” (QS al-Baqarah: 154 – 155)
Sebagian ulama menegaskan bahwa kalimat ini tidak diberikan kepada para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW. Seperti yang dinyatakan ulama tabi’in, Imam Said bin Jubair, murid Ibnu Abbas ra .
Sebagaimana dinukil dalam Tafsir al-Qurthubi, Imam Said bin Jubair berkata: "Kalimat ini belum pernah diberikan kepada seorang nabi-pun sebelum nabi kita (Muhammad SAW). Andaikan sudah diketahui Ya’qub , tentu beliau tidak akan mengucapkan, 'Duhai duka citaku terhadap Yusuf' .”
Ketika Ya’qub mendapatkan kabar hilangnya Yusuf, beliau tidak mengucapkan, innaa lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun, tapi beliau mengucapkan, Yaa asafaa ‘alaa Yusuf… (Duhai duka citaku terhadap Yusuf).
Imam al-Qurthubi menjelaskan, firman Allah SWT, "Mereka mengucapkan Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun", Allah jadikan kalimat ini sebagai sandaran bagi orang yang tertimpa musibah, dan perlindungan (bacaan) bagi mereka yang sedang menjalani ujian. Karena kalimat ini mengandung banyak makna yang berkah.
Menurut al-Qurthubi, kalimat, ‘Inna lillahi’ adalah tauhid dan pengakuan terhadap ubudiyah (status kita sebagai hamba) dan kekuasaan Allah. Sedangkan kalimat, ‘Wa inna ilaihi raaji’uun’ adalah pengakuan bahwa kita akan binasa, dan akan dibangkitkan dari alam kubur kita, serta keyakinan bahwa semua urusan kembali kepada-Nya, sebagaimana semua ini milik-Nya.
Keutamaan
Dalam hadis dari Ummu Salamah ra, beliau pernah mendengar Nabi SAW bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ مَا أَمَرَهُ اللَّهُ: {إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ} [البقرة: 156] ، اللَّهُمَّ أَجِرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا، إِلَّا أَخْلَفَ اللَّهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا
Apabila ada seorang muslim yang mengalami musibah, lalu dia mengucapkan kalimat seperti yang Allah perintahkan, ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun’ ya Allah berikanlah pahala untuk musibahku, dan gantikan untukku dengan sesuatu yang lebih baik darinya. Maka Allah akan memberikan ganti untuknya dengan yang lebih baik. (HR Muslim 918)
Dalam surat al-Baqarah, Allah memberikan janji bahwa orang yang sabar dan mengucapkan istirja’ mereka akan mendapatkan sholawat, rahmat, dan hidayah.
أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. ( QS al-Baqarah : 157).
Umar bin Khattab sebagaimana dinukil al-Qurthubi mengatakan, sebaik-baik 2 balasan dan sebaik-baik tambahan, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.” Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Al-Qurtubi menjelaskan yang Umar bin Khattab maksud dengan sebaik-sebaik 2 balasan adalah sholawat dan rahmat. Sedangkan sebaik-baik tambahan adalah hidayah.
(mhy)