5 Ulama Indonesia Keturunan Nabi Muhammad SAW
loading...
A
A
A
Ulama Indonesia keturunan Nabi Muhammad SAW lumayan banyak. Sebut saja salah satunya Prof M Quraish Shihab , lalu Habib Ali Kwitang pemimpin Majelis Tak'lim Kwitang. Tokoh Nahdlatul Ulama, Habib Luthfi bin Yahya juga keturunan Nabi. Begitu juga Habib Jindan bin Novel bin Salim Jindan .pengasuh Ponpes Al-Fachriyah Tangerang; Habib Novel bin Muhammad Alaydrus , pimpinan majelis ilmu dan dzikir Ar-Raudhoh, Surakarta.
Sekadar mengingatkan sebutan antropologis untuk orang-orang Hadramaut yang merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW dari jalur Husein bin Ali dipanggil habib.
Hanya saja, tak semua keturunan Nabi mau dipanggil habib. Quraish Shihab contohnya. Cendekiawan muslim ini memiliki jalur keturunan Nabi Muhammad, namun dirinya enggan dipanggil dengan sapaan habib. Alasannya, ia merasa belum memiliki teladan akhlak yang diajarkan oleh Baginda Nabi sehingga belum pantas untuk dipanggil habib.
Ia mengingatkan memiliki jalur nasab mulia ke Nabi Muhammad seharusnya menjadi cermin bagi diri agar berperilaku sesuai dengan akhlak yang diajarkan oleh Nabi. “Garis keturunan ini mestinya mengikuti jalur kakek-kakeknya ini, mengikuti jalur Nabi, yang menyebarkan toleransi, yang menyebarkan akhlak,” katanya.
Alasan lain Quraish enggan dipanggil ‘habib’ karena merasa dirinya belum mencintai masyarakat sehingga masyarakat juga mencintainya. Sementara dalam pandangannya, seorang yang layak dipanggil habib adalah keturunan Nabi yang mencintai masyarakat dan masyarakat juga mencintainya.
Quraish berpendapat bahwa setiap kelebihan yang dimiliki seseorang akan memiliki konsekuensi yang harus dipenuhi. Demikian juga bagi seorang habib. Karena telah diberi anugerah nasab yang luhur, maka ia berkewajiban untuk mengamalkan nilai-nilai Islam dalam dirinya seperti bersikap lemah lembut dalam berdakwah.
"Kalau kewajiban itu tidak terpenuhi, maka garis keturunan yang dimilikinya tidak akan ada artinya," tegasnya.
Habib Ali Kwitang
Habib Ali Alhabsyi (1870-1968) juga merupakan ulama keturunan Nabi Muhammad. Beliau adalah salah satu ulama yang berperan penting dalam penyebaran Islam di Betawi di Kwitang.
Selain itu Habib Ali juga berdakwah ke Singapura, Malaysia, India, Pakistan, Srilangka dan Mesir. Beliau juga sempat menulis beberapa kitab, di antaranya Al-Azhar Al-Wardiyyah fi As-Shuurah An-Nabawiyyah dan Ad-Durar fi As-Shalawat ala Khair Al-Bariyyah.
Nama lengkapnya adalah Ali bin Abdurrahman bin Abdullah bin Muhammad bin Husein Alhabsyi. Beliau lahir pada 20 April 1869 M di Kampung Kwitang, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat. Habib Ali lahir dari pasangan Habib Abdurrahman dan Nyai Salmah, seorang putri kelahiran Meester Cornelis atau kawasan Jatinegara.
Selama hidupnya, Habib Ali kerap berdakwah di tengah ribuan orang yang haus akan spiritual. Beliau adalah pendiri dan pimpinan pertama Majelis Taklim Habib Ali Alhabsyi.
Dalam buku "Sumur yang tak Pernah Kering" dijelaskan, sang alim telah banyak memberikan sumbangan pemikiran bagi kemajuan umat, bangsa, dan negara. Dia tampil sebagai cendekiawan yang tidak hanya dikenal di Indonesia, tapi juga di mancanegara.
Habib Luthfi bin Yahya
Ulama keturunan Nabi selanjutnya adalah Habib Luthfi bin Yahya. Beliau lahir di Pekalongan, 10 November 1947 bertepatan dengan 27 Rajab tahun 1367 H.
Selain menjadi pendakwah, Habib Luthfi juga menjadi Ketua Majelis Ulama Indonesia Jawa Tengah. Ia juga menjadi pejabat anggota Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia sejak 13 Desember 2019.
Ibunya adalah seorang Sayidah al Karimah as Syarifah Nur binti Sayid Muhsin Maula Khilah, dan ayahnya adalah al-Habib al-Hafizh ‘Ali al-Ghalib.
Dari kedua orang tuanya, Habib Luthfi bin Yahya mendapatkan jalur nasab sampai Nabi Muhammad.
Sekadar mengingatkan sebutan antropologis untuk orang-orang Hadramaut yang merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW dari jalur Husein bin Ali dipanggil habib.
Hanya saja, tak semua keturunan Nabi mau dipanggil habib. Quraish Shihab contohnya. Cendekiawan muslim ini memiliki jalur keturunan Nabi Muhammad, namun dirinya enggan dipanggil dengan sapaan habib. Alasannya, ia merasa belum memiliki teladan akhlak yang diajarkan oleh Baginda Nabi sehingga belum pantas untuk dipanggil habib.
Ia mengingatkan memiliki jalur nasab mulia ke Nabi Muhammad seharusnya menjadi cermin bagi diri agar berperilaku sesuai dengan akhlak yang diajarkan oleh Nabi. “Garis keturunan ini mestinya mengikuti jalur kakek-kakeknya ini, mengikuti jalur Nabi, yang menyebarkan toleransi, yang menyebarkan akhlak,” katanya.
Alasan lain Quraish enggan dipanggil ‘habib’ karena merasa dirinya belum mencintai masyarakat sehingga masyarakat juga mencintainya. Sementara dalam pandangannya, seorang yang layak dipanggil habib adalah keturunan Nabi yang mencintai masyarakat dan masyarakat juga mencintainya.
Quraish berpendapat bahwa setiap kelebihan yang dimiliki seseorang akan memiliki konsekuensi yang harus dipenuhi. Demikian juga bagi seorang habib. Karena telah diberi anugerah nasab yang luhur, maka ia berkewajiban untuk mengamalkan nilai-nilai Islam dalam dirinya seperti bersikap lemah lembut dalam berdakwah.
"Kalau kewajiban itu tidak terpenuhi, maka garis keturunan yang dimilikinya tidak akan ada artinya," tegasnya.
Habib Ali Kwitang
Habib Ali Alhabsyi (1870-1968) juga merupakan ulama keturunan Nabi Muhammad. Beliau adalah salah satu ulama yang berperan penting dalam penyebaran Islam di Betawi di Kwitang.
Selain itu Habib Ali juga berdakwah ke Singapura, Malaysia, India, Pakistan, Srilangka dan Mesir. Beliau juga sempat menulis beberapa kitab, di antaranya Al-Azhar Al-Wardiyyah fi As-Shuurah An-Nabawiyyah dan Ad-Durar fi As-Shalawat ala Khair Al-Bariyyah.
Nama lengkapnya adalah Ali bin Abdurrahman bin Abdullah bin Muhammad bin Husein Alhabsyi. Beliau lahir pada 20 April 1869 M di Kampung Kwitang, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat. Habib Ali lahir dari pasangan Habib Abdurrahman dan Nyai Salmah, seorang putri kelahiran Meester Cornelis atau kawasan Jatinegara.
Selama hidupnya, Habib Ali kerap berdakwah di tengah ribuan orang yang haus akan spiritual. Beliau adalah pendiri dan pimpinan pertama Majelis Taklim Habib Ali Alhabsyi.
Dalam buku "Sumur yang tak Pernah Kering" dijelaskan, sang alim telah banyak memberikan sumbangan pemikiran bagi kemajuan umat, bangsa, dan negara. Dia tampil sebagai cendekiawan yang tidak hanya dikenal di Indonesia, tapi juga di mancanegara.
Habib Luthfi bin Yahya
Ulama keturunan Nabi selanjutnya adalah Habib Luthfi bin Yahya. Beliau lahir di Pekalongan, 10 November 1947 bertepatan dengan 27 Rajab tahun 1367 H.
Selain menjadi pendakwah, Habib Luthfi juga menjadi Ketua Majelis Ulama Indonesia Jawa Tengah. Ia juga menjadi pejabat anggota Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia sejak 13 Desember 2019.
Ibunya adalah seorang Sayidah al Karimah as Syarifah Nur binti Sayid Muhsin Maula Khilah, dan ayahnya adalah al-Habib al-Hafizh ‘Ali al-Ghalib.
Dari kedua orang tuanya, Habib Luthfi bin Yahya mendapatkan jalur nasab sampai Nabi Muhammad.