Jalaluddin Rahmat: Perubahan Syariat Islam Terjadi Sejak Zaman Sahabat

Rabu, 30 November 2022 - 15:19 WIB
loading...
Jalaluddin Rahmat: Perubahan Syariat Islam Terjadi Sejak Zaman Sahabat
Jalaluddin Rakhmat. Foto/Ilustrasi: BBC
A A A
Cendekiawan Muslim Jalaludin Rakhmat (29 Agustus 1949 – 15 Februari 2021) mengatakan sejak zaman sahabat telah terjadi perubahan-perubahan dalam syari'at Islam. Bid'ah-bid'ah ini telah mengubah sunnah Rasulullah SAW . Sebagian sahabat mulai mengeluhkan terjadinya perubahan ini.

Suatu ketika seorang tabi'in, Al-Musayyab memuji Al-Barra bin 'Azib: "Beruntunglah Anda. Anda menjadi sahabat Rasulullah SAW. Anda berbaiat kepadanya di bawah pohon."

Al-Barra menjawab, "Hai anak saudaraku, engkau tidak tahu hal-hal baru yang kami adakan sepeninggal Rasulullah." (Kitab al-Kharraj 24-25; Sunan al-nasai 2:179; Tafsir al-Thabari 10:6; Ahkam al-Qur'an dari Al-Jahshash 3:6062; Sunan al-Baihaqi 6:342-343).



Jalaluddin Rakhmat dalam tulisannya berjudul "Tinjauan Kritis atas Sejarah Fiqih dari Fiqh Al-Khulafa' Al-Rasyidin Hingga Madzhab Liberalisme" menjelaskan kata ma ahdatsna (apa-apa yang kami adakan) menunjukkan pada perbuatan bid'ah yang dilakukan para sahabat Nabi.

Diriwayatkan bahwa pada hari kiamat ada rombongan manusia yang pernah menyertai Nabi diusir dari al-haudh (telaga). Nabi SAW: "Ya Rabbi, mereka sahabatku." Dikatakan kepadanya: "Engkau tak tahu apa-apa yang mereka ada-adakan sepeninggal kamu." (Shahih Bukhari, "Bab Ghazwat Al-Hudaibiyah," Kitab Al-Maghazi, hadits ke 4170; Fath al-bari 7:449-450; 2:401).

Imam Malik meriwayatkan dari pamannya Abu Suhail bin Malik, dari bapaknya (seorang sahabat). Ia berkata: "Aku tidak mengenal lagi apa-apa yang aku lihat dilakukan 'orang' kecuali panggilan sholat."

Al-Zarqani mengomentari hadis ini mengatakan yang dimaksud "orang" adalah sahabat. Adzan tetap seperti dulu. Tidak berubah, tidak berganti. Ada pun sholat, waktunya telah diakhirkan, dan perbuatan yang lain telah berubah. (Shahih Bukhari, "Bab I: Al-Hawah", Kitab Al-Riqaq. Lihat Fath al-Bari, 11:463-476; Shahih Muslim, "Bab Itsbat", Kitab Al-Fadhail).

Imam Syafi'i meriwayatkan dari Wahab bin Kaysan. Ia melihat Ibn Zubair memulai sholatnya sebelum khutbah, kemudian berkata: Semua sunnah Rasulullah SAW sudah diubah, sampai sholat pun. (Syarh Al-Muwaththa', 1:221; Tanwir Al-Hawalik, 1:93-94).

Kata Al-Zuhri: Aku menemui Anas bin Malik di Damaskus. Ia sedang menangis. "Mengapa Anda menangis," tanya Al-Zuhri. Anas menjawab, "Aku sudah tidak mengenal lagi apa yang aku lihat, kecuali sholat. Ini pun sudah dilalaikan orang". (Al-Imam Al-Syafi'i, Al-Umm, 1:208).



Al-Hasan al-Bashri menegaskan: "Seandainya sahabat-sahabat Rasulullah SAW lewat, mereka tidak mengenal kamu (yang kamu amalkan) kecuali kiblat kamu".

Jadi, kata Jalaluddin Rakhmat, pada zaman sahabat pun, sunnah Nabi sudah banyak diubah. "Salah satu sebab utama perubahan adalah campur tangan penguasa," tulis Jalaluddin Rahmat dalam artikel yang dihimpum dalam buku berjudul "Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah".

Ibn 'Abbas berdoa: Ya Allah, laknatlah mereka. Mereka meninggalkan sunnah karena benci kepada Ali bin Abi Thalib. Contohnya, menjaharkan basmalah, sebagai upaya menghapus jejak Ali. Contoh yang lain adalah sujud di atas tanah, yang menjadi tradisi Rasulullah SAW dan para sahabat Nabi seperti Abu Bakar, Ibn Mas'ud, Ibn 'Umar, Jabir ibn Abdullah dan lain-lain. Dalam perkembangannya, sujud di atas kain menjadi syi'ar Ahl al-Sunnah; sedangkan sujud di atas tanah dianggap musyrik dan dihitung sebagai perbuatan zindiq". (Tafsir Al-Nisabury, pada hamisy kitab Tafsir Al-Thabari, 1:79).

Contoh-contoh di atas, kata Jalaluddin Rahmat, menunjukkan bagaimana campur tangan kekuasaan politik membentuk fiqih. Karena fiqih lebih banyak didasarkan pada al-hadis, penguasa politik kemudian melakukan manipulasi hadis dengan motif politik.



Fiqih Tabiin, selain mengambil hadis sebagai sumber hukum, juga mengambil ijtihad para sahabat. Sebab itu, kita juga akan mengupas kemusykilan ijtihad sahabat. Karena pendapat-pendapat para sahabat terbagi dua --yang berpusat pada al-hadits dan al-ra'y-- kita akan membicarakan juga tradisi fiqh al-atsar dan fiqh al-ra'y.

"Secara keseluruhan, kita lebih banyak menelaah ushul ketimbang fiqih. Hal ini disebabkan ushul adalah sandaran para tabi'in; dan karenanya secara singkat ia disebut Fiqh al-ushul," ujarnya.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1457 seconds (0.1#10.140)