Kisah Mualaf Amerika Suliaman El Hadi, Jihad Memberantas Kebodohan Lewat Syair

Kamis, 01 Desember 2022 - 17:48 WIB
loading...
Kisah Mualaf Amerika Suliaman El Hadi, Jihad Memberantas Kebodohan Lewat Syair
The Last Poets. Foto/Ilustrasi: passionweiss
A A A
Suliaman El Hadi adalah seorang anggota The Last Poets, kelompok penyair dan musisi yang merupakan gerakan hak-hak sipil Afrika-Amerika akhir 1960-an dan 70-an. Syair protes mereka dilagukan kembali oleh para pemusik rap '90-an.

El Hadi telah mengislamkan setidakanya 70 orang dalam keluarganya, setelah dirinya pindah agama dari Kristen ke Islam.

Steven Barbosa dalam bukunya berjudul "American Jihad, Islam After Malcolm X" menjelaskan El Hadi adalah seorang Muslim Sunni. Ia menemukan Islam sebagai berkah yang menyelamatkannya dari dunia kejahatan, narkotika, kemelaratan, dan penjara.

"Dia menciptakan puisi protes, memperlembut amarahnya dengan lirik yang mengangkat nilai-nilai Islami," tutur Barbosa dalam buku yang telah diterjemahkan Sudirman Teba dan Fettiyah Basri menjadi "Jihad Gaya Amerika, Islam Setelah Malcolm X" (Mizan, 1995).



Dengan menyepelekan sorak-sorai yang didapatnya karena puisinya, El Hadi tidak pernah berubah. Dia tinggal di sebuah kompleks di Brooklyn, di mana kondisi ekonomi sedikit banyak semakin memburuk sejak hari-hari ketika dia mulai membacakan puisinya.

Dia berjalan di jalanan seperti seorang negarawan tua, memakai peci dan berbincang dengan para remaja belasan tahun. Mereka memperlakukannya dengan hormat --dia, betapapun, adalah seorang penyanyi rap asli.

El Hadi ("Sang Pembimbing") memiliki dua istri. Tentang perkawinan, dia berkata, "Sulit sekali, sebab, sebagaimana yang Anda ketahui, orang Muslim boleh beristri lebih dari satu, tetapi ujian datang dalam memelihara mereka dan memperlakukan mereka secara adil," ujarnya.

Menurutnya, hal itu bukan berarti jika Anda membelikan sebuah rok untuk yang satu, Anda juga harus membelikannya untuk yang lain. "Tetapi itu artinya Anda tidak boleh membedakan mereka dan Anda berusaha untuk tidak dengan sengaja menunjukkan perbedaan antara mereka," jelasnya.

"Anda berusaha sebaik mungkin untuk berbuat seadil-adilnya. Ini sangat sulit karena berhubungan dengan perasaan, karena Allah hanya menciptakan satu hati untukmu, bukan dua hati. Bahkan ini lebih sulit dari mempertahankan pemberian fisik. Anda harius menghindarkan pertengkaran!" lanjutnya.

Dia masih menulis, membaca, dan bepergian ke seluruh dunia untuk menyebarluaskan kata-kata Islam dalam syair. Jihad pribadinya adalah memberantas kebodohan.

"Anda dapat mengatakan bahwa kami ini seperti burung beo yang menirukan apa yang disabdakan para nabi ... Jihad kami melawan kebodohan adalah hal yang utama dan penting, sebab sebelum Anda melakukan revolusi fisik, Anda harus mengalami evolusi mental dan spiritual. Anda harus mengadakan evolusi sebelum dapat melakukan revolusi."



Berikut penuturan Suliaman El Hadi selengkapnya:

Kami menyebut bentuk kesenian kami "spoetgraphics" --"spoetry," atau membaca puisi dengan gaya berbicara cepat. Dari situlah istilah rap berasal. Iramanya cepat dan lamban, dengan permainan yang lamban dan latar belakang yang cepat, atau permainan yang cepat dengan latar belakang yang lamban, atau campuran keduanya dengan serempak.

Saya bergabung dengan The Last Poets pada 1970. Kelompok itu didirikan pada 1968, dimulai secara spontan pada suatu rapat umum bersama Al-Hajj Malik El-Shabazz di Mount Morris Park. Di antara mereka ada artis-artis yang biasa tampil di komunitas itu.

Pada babak penutup, beberapa penyair memutuskan untuk berpuisi bersama dan hadirin menyukainya. Mereka sepakat menyebut diri mereka The Last Poets --Penyair Yang Terakhir.

Diambil dari judul sebuah sajak yang ditulis oleh seorang penyair Afrika Selatan dalam pengasingan. Dia menulis sebuah sajak yang isinya antara lain mengatakan, "Inilah hari-hari terakhir bagi puisi dan prosa, bedil dan senapan akan menggantikannya... menjadi prosa masa depan."

Sebenarnya dia berbicara mengenai Afrika Selatan, tetapi hal itu juga sesuai dengan kita. Jadi kami adalah pujangga-pujangga terakhir abad ini.

Album pertama kami diberi judul yang gampang, yaitu The Last Poets. Album itu terdiri dari dua kaset. Album yang ketiga adalah Chastisement, dibuat pada 1971. Dan diedarkan pada 1972. Pada album ketiga inilah saya bergabung.



Konsep kami didasarkan pada konsep Islami. Sebagai contoh, sajak berikut:

Berkatilah orang yang berjuang
Fitnah lebih kejam dari pembunuhan
Lebih baik mati untuk tujuan yang mulia
Daripada hidup dan mati sebagai budak

Sajak tersebut benar-benar Qurani. Dalam Al-Quran Allah mengatakan, Sesungguhnya fitnah lebih kejam dari pembunuhan, maka berjuanglah melawan fitnah di mana pun engkau menjumpainya. Itulah sebabnya dalam membicarakan perjuangan dan penindasan kami, kami juga mengutip firman Allah. Dengan demikian, semua pekerjaan kami dipengaruhi terutama oleh Al-Quran dan sunnah Nabi Muhammad SAW.

Ketika kami pentas di atas panggung, kami berpakaian seperti orang Muslim. Kami menyapa hadirin. Pertama kami mengatakan Assalamualaikum, salam sejahtera bagi Anda. Kami mengingatkan mereka tentang Allah.

Pertama kami akan bersyukur kepada Allah karena bisa tampil di sini, bersyukur pada Allah yang telah menciptakan kami, menciptakan Anda semua, sehingga Anda semua dapat berada di sini. Sebelum kami dapat memberikan sesuatu kepada orang lain, kami harus mempersembahkannya kepada Allah terlebih dahulu.

Saya pikir lagu Niggers Is Scared of Revolution cukup terkenal. Kami mempunyai sebuah album yang berjudul Delights of the Garden. Seluruh sisi berisi tentang Hari Akhir, kehancuran bumi.

Jagalah ucapanmu supaya sesuai dengan tindakanmu
Penuhi kewajibanmu kepada Tuhan
Tak ada waktu
Untuk menunda-nunda
Perbuatanmu akan menentukan ganjaranmu



Nabi Muhammad selalu berkata, bicaralah kepada orang-orang dengan bahasa yang mereka mengerti. Menurut kami ini bahasa yang mereka mengerti. Maka saya menyeru masyarakat saya kepada agama Islam.

Pada sebagian besar pertunjukan, kami selalu mendapati seseorang yang kemudian menghubungi kami dan mengatakan kepada kami mereka telah memeluk Islam.

Pemerintahan revolusi mengundang kami ke Iran dan menanggung biaya akomodasi kami di sana. Kami tinggal selama dua minggu pada 1984 untuk perayaan Al-Fajr, ulang tahun revolusi. Kami diundang sebagai tamu kehormatan. Hanya delapan orang yang diundang dari Amerika Serikat.

Itu merupakan salah satu pengalaman paling berkesan yang pernah saya alami. Hanya ada satu perjalanan lain yang dapat saya bandingkan dengan itu, yaitu perjalanan saya menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Itu perjalanan yang berat --Allah telah menggambarkan hal itu.

Di Iran saya melihat pemuda-pemuda pasukan pemberantas dosa mengendarai sepeda motor berkeliling. Mereka mencari orang-orang yang menyimpang dari hukum Allah.

Mereka meletakkan tanda di pintu-pintu bangunan umum yang mengatakan bahwa wanita tidak diizinkan masuk tanpa [kerudung]. Mereka mengubah toko minuman keras menjadi ruangan belajar dan banyak orang berpartisipasi!

Mereka berpartisipasi secara sukarela dengan imbalan jihad. Dari yang muda sampai yang tua. Saya menikmati keberadaan saya di sana dan mereka memperlakukan kami seperti anggota keluarga kerajaan.

Tak ada perbandingan antara puisi dan Al-Quran. Allah berbicara kepada manusia melalui ilham. Dia berbicara kepada manusia melalui utusan-utusan-Nya, melalui lambang-lambangNya. Anda dapat mengatakan bahwa kami seperti burung beo yang menirukan apa yang dikatakan nabi. Ya, si Polly ingin biskuit. Itu karena kami membaca Al-Quran, kami membaca hadis. Kami mempelajari diri kami sendiri, dan kami mencari.



Kami menyanyi rap ketika anak-anak sedang tidur. Saya senang melihat anak-anak juga menyanyikan rap sekarang. Mereka membuat saya merasa bahwa ada yang mendengarkan kami. Walaupun mereka belum mengembangkan pesannya, lambat laun mereka pasti melakukannya, bersamaan dengan mereka tumbuh, dewasa, belajar pengalaman hidup mereka yang semakin banyak. Saya yakin, mereka akan menjadi semakin positif dalam apa yang mereka ucapkan.

[Sekarang] ini yang penting adalah isi --bukan tentang pesan. Mereka tidak bisa berbicara tentang sesuatu yang tidak mereka ketahui. Anda menciptakan irama [memainkannya dengan mengetuk-ketuk meja] kemudian mereka memasukkan kata-kata ke dalam irama tersebut. Begitulah cara kami melakukannya.

Ketika kami menambahkan musik ke dalam lirik yang kami kerjakan, musiklah yang akan mempertinggi pesannya, bukannya pesannya yang mempertinggi musik tersebut --karena kami bukan The Last Rappers (Penyanyi Rap Yang Terakhir), kami adalah The Last Poets (Penyair Yang Terakhir); kami penyair yang sebenarnya.

Jadi kami tidak akan mengatakan segala sesuatu begitu saja; kami harus mengatakan sesuatu yang berisi dan bermanfaat. Kalau kami membuat sebuah puisi, puisi itu akan berkisah tentang sesuatu.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1796 seconds (0.1#10.140)