Karomah Imam Syafi'i dan Firasat yang Luar Biasa, Simak Kisahnya
loading...
A
A
A
Bagi muslim Indonesia, nama Imam Asy-Syafi'i (150-204 H) sudah tidak asing. Namanya cukup masyhur karena dikenal sebagai peletak dasar ilmu ushul fiqih dan pendiri Mazhab Syafi'i, mazhab paling banyak diikuti umat muslim di Asia Tenggara.
Di balik keluasan ilmunya, ulama bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Idris asy-Syafi'i ini punya karomah yang jarang diketahui umat muslim. Imam Ahmad bin Hanbali (pendiri Mazhab Hambali) yang merupakan murid Imam Syafi'i ketika di Baghdad pernah berkata bahwa Imam Syafi'i seperti mataharinya ilmu. Beliau ulama besar yang hidup pada masa Tabi'in (setelah sahabat Nabi) dan melahirkan banyak ilmu dan pandangan yang menjadi rujukan bagi umat Islam di dunia.
Musa Muhammad dalam satu kajiannya menceritakan bahwa Imam Syafi'i bukan hanya seorang Mujtahid, tetapi juga seorang ulama saleh yang memiliki banyak karomah. Beliau lahir pada malam hari bersamaan wafatnya Imam Abu Hanifah (pendiri Mazhab Hanafi) Tahun 150 H (767 Masehi).
Firasat yang Luar Biasa
Di antara karomahnya diceritakan oleh Imam Al-Baihaqi dalam kitabnya Manaqib Asy-Syafi'i. Setelah beliau hijrah ke Mesir sampai ahir hayatnya di sana beliau memiliki santri (murid) yang menceritakan perihal kewalian Imam Syafi'i.
Ar-Robi' berkata: "Kami masuk menemui Imam Syafi'i menjelang wafatnya. Saya, Al-Buwaithi, Al-Muzani dan Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam. Asy-Syafi'i memandang kami cukup lama kemudian dengan serius memperhatikan kami seraya berkata:
"Engkau wahai Abu Ya'qub, dirimu akan meninggal dalam belenggu besimu. Adapun engkau wahai Muzani, di Mesir akan ada peristiwa besar dan engkau akan mengalami masa di mana engkau menjadi orang terpandai di zaman itu."
"Adapun engkau wahai Muhammad, engkau akan kembali ke mazhab ayahmu. Adapun engkau wahai Robi' akan menjadi muridku yang paling bermanfaat bagiku dalam menyebarkan kitab. Bangkitlah wahai Abu Ya'qub dan terimalah halqoh (jadilah pengasuh majelisku)."
Ar-Robi' berkata: "Demikianlah yang terjadi sebagaimana yang beliau katakan."
Dalam kisah di atas diceritakan ada empat murid menonjol Imam Syafi'i yang datang membesuk gurunya pada saat sang guru sakit. Mereka adalah Ar-Robi', Al-Buwaithi (dipanggil Asy-Syafi'i dengan nama Abu Ya'qub), Al-Muzani dan Ibnu Abdi al-Hakam (dipanggil Asy-Syafi'i dengan nama Muhammad).
Setelah Imam Syafi'i memandang beberapa saat maka dengan serius beliau memberitahukan "penglihatannya" kepada mereka.
1. Al Buwaithi diramalkan Imam Syafi'i akan diuji dan meninggal dalam belenggu besi.
2. Al-Muzani diramalkan akan menjadi tokoh besar.
3. Ibnu Abdi al Hakam diramalkan akan kembali ke mazhab ayahnya (Mazhab Maliki).
4. Ar-Robi' diramalkan akan berperan besar menyebarkan kitab-kitab karangan Imam Syafi'i.
Apa yang dikatakan oleh Imam Syafi'i benar-benar menjadi kenyataan. Pada masa Khalifah Al-Watsiq Billah, Ibnu Abi Du-ad yang beraliran mu'tazilah memerintahkan wali Mesir untuk memanggil Al-Buwaithi dan mengetesnya terkait Al-Qur'an. Al-Buwaithi menolak untuk mengatakan bahwa Al-Qur'an itu makhluk. Beliau pun ditangkap, diikat pada leher dan kakinya dengan belenggu dan rantai seberat 40 rithl (kira-kira seberat 16 Kg) dan dibawa ke Baghdad. Di sana beliau dipenjara dalam keadaan dibelenggu dan wafat dalam keadaan dibelenggu sebagaimana firasat Imam Syafi'i.
Setelah Al-Buwaithi dizalimi dalam peristiwa fitnah "Al-Qur'an makhluk" itu, maka Al-Muzanilah yang menggantikan Al-Buwaithi untuk mengasuh majelis Imam Syafi'i. Pengaruh Al-Muzani semakin membesar dan ilmunya tersebar luas terutama setelah beliau mengarang kitabnya yang masyhur "Mukhtashor Al-Muzani".
Barangkali inilah yang dimaksud Imam Syafi'i sebagai perkara besar dan Al-Muzani akan menjadi orang terpandai di zamannya. Adapun Ibnu Abdi Al-Hakam, awalnya murid Imam Syafi'i ini bermazhab Maliki sebagai mana ayahnya. Setelah Asy-Syafi'i datang ke Mesir, beliau tertarik dengan ilmunya, berguru kepadanya dan menjadi muridnya. Pada saat Asy-Syafi'i sakit, Ibnu Abdi al Hakam ingin menggantikan Imam Syafi'i sebagai pengasuh majelis.
Al-Buwaithi menolak karena beliaulah murid Imam Syafi'i yang dipercaya sang imam. Akhirnya terciptalah ketegangan di antara keduanya. Al-Humaidi datang sebagai penengah dan bersaksi bahwa Imam Syafi'i menegaskan Al-Buwaithi-lah muridnya yang paling berilmu sehingga paling layak mengasuh majelis menggantikan beliau.
Ibnu Abdi Al-Hakam menyergah ucapan al Humaidi dengan mengatakan, "Kadzabta!" (dusta kamu!). Al-Humaidi menjawab lebih keras lagi: "Kadzabta Anta wa abuka wa ummuka!" (dusta kamu, juga ayah dan ibumu).
Ibnu Abdi Al-Hakam menjadi marah, meninggalkan majlis Asy-Syafi'i dan akhirnya kembali ke Mazhab Maliki. Dengan demikian genaplah firasat Asy-Syafi'i.
Adapun Ar-Robi' bin Sulaiman Al-Murodi, kita semua tahu jasa besar Ar-Robi' dalam menulis ulang, meriwayatkan dan menyebarkan kitab besar Asy-Syafi'i yang bernama "Al-Umm". Melalui perantaraan Ar-Robi' lah kita menjadi tahu kitab-kitab besar Asy-Syafi'i dalam hal fikih maupun ushul fikih". Dengan demikian genap pulalah firasat Imam Syafi'i.
Karomah Imam Syafi'i dalam kisah inilah yang disebut Imam Ghozzali dengan istilah "Kasyf (الكشف) atau Mukasyafah (المكاشفة)". Dan orang-orang sufi kadang menyebutnya ilmu ladunni.
Wallahu A'lam
Di balik keluasan ilmunya, ulama bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Idris asy-Syafi'i ini punya karomah yang jarang diketahui umat muslim. Imam Ahmad bin Hanbali (pendiri Mazhab Hambali) yang merupakan murid Imam Syafi'i ketika di Baghdad pernah berkata bahwa Imam Syafi'i seperti mataharinya ilmu. Beliau ulama besar yang hidup pada masa Tabi'in (setelah sahabat Nabi) dan melahirkan banyak ilmu dan pandangan yang menjadi rujukan bagi umat Islam di dunia.
Musa Muhammad dalam satu kajiannya menceritakan bahwa Imam Syafi'i bukan hanya seorang Mujtahid, tetapi juga seorang ulama saleh yang memiliki banyak karomah. Beliau lahir pada malam hari bersamaan wafatnya Imam Abu Hanifah (pendiri Mazhab Hanafi) Tahun 150 H (767 Masehi).
Firasat yang Luar Biasa
Di antara karomahnya diceritakan oleh Imam Al-Baihaqi dalam kitabnya Manaqib Asy-Syafi'i. Setelah beliau hijrah ke Mesir sampai ahir hayatnya di sana beliau memiliki santri (murid) yang menceritakan perihal kewalian Imam Syafi'i.
Ar-Robi' berkata: "Kami masuk menemui Imam Syafi'i menjelang wafatnya. Saya, Al-Buwaithi, Al-Muzani dan Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam. Asy-Syafi'i memandang kami cukup lama kemudian dengan serius memperhatikan kami seraya berkata:
"Engkau wahai Abu Ya'qub, dirimu akan meninggal dalam belenggu besimu. Adapun engkau wahai Muzani, di Mesir akan ada peristiwa besar dan engkau akan mengalami masa di mana engkau menjadi orang terpandai di zaman itu."
"Adapun engkau wahai Muhammad, engkau akan kembali ke mazhab ayahmu. Adapun engkau wahai Robi' akan menjadi muridku yang paling bermanfaat bagiku dalam menyebarkan kitab. Bangkitlah wahai Abu Ya'qub dan terimalah halqoh (jadilah pengasuh majelisku)."
Ar-Robi' berkata: "Demikianlah yang terjadi sebagaimana yang beliau katakan."
Dalam kisah di atas diceritakan ada empat murid menonjol Imam Syafi'i yang datang membesuk gurunya pada saat sang guru sakit. Mereka adalah Ar-Robi', Al-Buwaithi (dipanggil Asy-Syafi'i dengan nama Abu Ya'qub), Al-Muzani dan Ibnu Abdi al-Hakam (dipanggil Asy-Syafi'i dengan nama Muhammad).
Setelah Imam Syafi'i memandang beberapa saat maka dengan serius beliau memberitahukan "penglihatannya" kepada mereka.
1. Al Buwaithi diramalkan Imam Syafi'i akan diuji dan meninggal dalam belenggu besi.
2. Al-Muzani diramalkan akan menjadi tokoh besar.
3. Ibnu Abdi al Hakam diramalkan akan kembali ke mazhab ayahnya (Mazhab Maliki).
4. Ar-Robi' diramalkan akan berperan besar menyebarkan kitab-kitab karangan Imam Syafi'i.
Apa yang dikatakan oleh Imam Syafi'i benar-benar menjadi kenyataan. Pada masa Khalifah Al-Watsiq Billah, Ibnu Abi Du-ad yang beraliran mu'tazilah memerintahkan wali Mesir untuk memanggil Al-Buwaithi dan mengetesnya terkait Al-Qur'an. Al-Buwaithi menolak untuk mengatakan bahwa Al-Qur'an itu makhluk. Beliau pun ditangkap, diikat pada leher dan kakinya dengan belenggu dan rantai seberat 40 rithl (kira-kira seberat 16 Kg) dan dibawa ke Baghdad. Di sana beliau dipenjara dalam keadaan dibelenggu dan wafat dalam keadaan dibelenggu sebagaimana firasat Imam Syafi'i.
Setelah Al-Buwaithi dizalimi dalam peristiwa fitnah "Al-Qur'an makhluk" itu, maka Al-Muzanilah yang menggantikan Al-Buwaithi untuk mengasuh majelis Imam Syafi'i. Pengaruh Al-Muzani semakin membesar dan ilmunya tersebar luas terutama setelah beliau mengarang kitabnya yang masyhur "Mukhtashor Al-Muzani".
Barangkali inilah yang dimaksud Imam Syafi'i sebagai perkara besar dan Al-Muzani akan menjadi orang terpandai di zamannya. Adapun Ibnu Abdi Al-Hakam, awalnya murid Imam Syafi'i ini bermazhab Maliki sebagai mana ayahnya. Setelah Asy-Syafi'i datang ke Mesir, beliau tertarik dengan ilmunya, berguru kepadanya dan menjadi muridnya. Pada saat Asy-Syafi'i sakit, Ibnu Abdi al Hakam ingin menggantikan Imam Syafi'i sebagai pengasuh majelis.
Al-Buwaithi menolak karena beliaulah murid Imam Syafi'i yang dipercaya sang imam. Akhirnya terciptalah ketegangan di antara keduanya. Al-Humaidi datang sebagai penengah dan bersaksi bahwa Imam Syafi'i menegaskan Al-Buwaithi-lah muridnya yang paling berilmu sehingga paling layak mengasuh majelis menggantikan beliau.
Ibnu Abdi Al-Hakam menyergah ucapan al Humaidi dengan mengatakan, "Kadzabta!" (dusta kamu!). Al-Humaidi menjawab lebih keras lagi: "Kadzabta Anta wa abuka wa ummuka!" (dusta kamu, juga ayah dan ibumu).
Ibnu Abdi Al-Hakam menjadi marah, meninggalkan majlis Asy-Syafi'i dan akhirnya kembali ke Mazhab Maliki. Dengan demikian genaplah firasat Asy-Syafi'i.
Adapun Ar-Robi' bin Sulaiman Al-Murodi, kita semua tahu jasa besar Ar-Robi' dalam menulis ulang, meriwayatkan dan menyebarkan kitab besar Asy-Syafi'i yang bernama "Al-Umm". Melalui perantaraan Ar-Robi' lah kita menjadi tahu kitab-kitab besar Asy-Syafi'i dalam hal fikih maupun ushul fikih". Dengan demikian genap pulalah firasat Imam Syafi'i.
Karomah Imam Syafi'i dalam kisah inilah yang disebut Imam Ghozzali dengan istilah "Kasyf (الكشف) atau Mukasyafah (المكاشفة)". Dan orang-orang sufi kadang menyebutnya ilmu ladunni.
Wallahu A'lam
(rhs)