Begini Cara Menalkin Orang yang Menghadapi Sakaratul Maut

Kamis, 29 Desember 2022 - 12:49 WIB
loading...
A A A
Pengulangan ini bertujuan agar perkataan terakhir yang diucapkannya adalah kalimat laa ilaaha illallah.

Diriwayatkan dari Abdullah bin al-Mubarak bahwa ketika ia kedatangan tanda-tanda kematian (yakni hampir meninggal dunia) ada seorang laki-laki yang menalkinkannya secara berulang-ulang, lantas Abdullah berkata, "Seandainya engkau ucapkan satu kali saja, maka saya tetap atas kalimat itu selama saya tidak berbicara lain."

Dalam hal ini, sebaiknya orang yang menalkinkannya ialah orang yang dipercaya oleh si sakit, bukan orang yang diduga sebagai lawannya (ada rasa permusuhan dengannya) atau orang yang hasad kepadanya, atau ahli waris yang menunggu-nunggu kematiannya.



Dibacakan Surat Yasin
Sementara itu, sebagian ulama menyukai dibacakan surat Yasin kepada orang yang hampir mati berdasarkan hadis:

"Bacakanlah surat Yasin kepada orang yang hampir mati di antara kamu." (HR Ahmad, juz 5, hlm. 26; Abu Daud (nomor 312); Ibnu Majah (nomor 1448); Ibnu Hibban (nomor 720); dan Hakim, juz 1, hlm. 565, dari Ma'qil bin Yasar. Hadis ini dinilai cacat oleh Ibnul Qaththan dan dilemahkan oleh Daruquthni, sebagaimana diterangkan dalam Talkhishul-Habir karya al-Hafizh Ibnu Hajar, juz 2, hlm. 104).

Namun demikian, derajat hadis ini tidak sahih, bahkan tidak mencapai derajat hasan, sehingga tidak dapat dijadikan hujjah.

Di samping itu, disukai menghadapkan orang yang hampir mati ke arah kiblat jika memungkinkan --karena kadang-kadang si sakit tengah menjalani perawatan di rumah sakit hingga ia menghadap ke arah yang sesuai dengan posisi ranjang tempat ia tidur.

Yang menjadi dalil bagi hal ini adalah hadit Abu Qatadah yang diriwayatkan oleh Hakim, bahwa ketika Nabi saw. datang di Madinah, beliau bertanya tentang al-Barra' bin Ma'rur, lalu para sahabat menjawab bahwa dia telah wafat, dan dia berpesan agar dihadapkan ke kiblat ketika hampir wafat, lalu Rasulullah SAW bersabda: "Sesuai dengan fitrah."
(HR Hakim dan disahkannya. Pengesahan Hakim ini disetujui oleh adz-Dzahabi (1: 353-354), sedangkan al-Hafizh tidak berkomentar dalam at-Talkhish).

Imam Hakim berkata, "Ini adalah hadits sahih, dan saya tidak mengetahui dalil tentang menghadapkan orang yang hampir mati ke arah kiblat melainkan hadits ini."

Sebagian ulama berdalil dengan hadis Ubaid bin Umair dari ayahnya dari Abu Daud dan Nasa'i mengenai al-Baitul-Haram bahwa Rasulullah SAW bersabda:

"Al-Bairul-Haram itu kiblatmu pada waktu hidup dan pada waktu mati." Tetapi Imam Syaukani mengomentari bahwa yang dimaksud dengan kepada waktu hidup" ialah ketika sholat, dan "pada waktu mati" ialah dalam lahad, sedangkan orang yang hampir mati di sini tidak sedang melakukan shalat, karena itu ia tidak tercakup oleh hadis ini. Maka yang lebih sesuai ialah berdalil dengan hadis Abi Qatadah di atas. (Nailul-Authar, juz 4, hlm. 50).



Ada dua macam pendapat dari para ulama mengenai cara menghadapkan orang sakit ke arah kiblat ini:

Pertama, ditelentangkan di atas punggungnya, kedua telapak kakinya ke arah kiblat, dan kepalanya diangkat sedikit agar wajahnya menghadap ke arah kiblat, seperti posisi orang yang dimandikan. Pendapat ini dipilih oleh beberapa imam dari mazhab Syafi'i, dan ini merupakan pendapat dalam mazhab Ahmad.

Kedua, miring ke kanan dengan menghadap kiblat, seperti posisi dalam liang lahad. Ini merupakan pendapat mazhab Abu Hanifah dan Imam Malik, dan nash Imam Syafi'i dalam al-Buwaithi, dan pendapat yang mu'tamad (valid) dalam mazhab Imam Ahmad.

Sebagian ulama memperbolehkan kedua cara tersebut, mana yang lebih mudah. Sedangkan Imam Nawawi membenarkan pendapat yang kedua, kecuali jika tidak memungkinkan cara itu karena tempatnya yang sempit atau lainnya, maka pada waktu itu boleh dimiringkan ke kiri dengan menghadap kiblat. Jika tidak memungkinkan, maka di atas tengkuknya atau punggungnya.

Imam Syaukani berkata, "Yang lebih cocok ialah menghadap kiblat dengan miring ke kanan, berdasarkan hadits al-Barra' bin Azib dalam Shahihain:

"Apabila engkau hendak naik ke tempat tidurmu maka berwudhulah seperti wudhumu ketika hendak sholat, kemudian berbaringlah di atas lambungmu sebelah kanan."

Dalam riwayat lain disebutkan: "Jika engkau meninggal dunia pada malam harimu itu, maka engkau berada pada fitrah (kesucian)." (Muttafaq 'alaih dalam Al-Lu'lu' wal-Marjan, hadis nomor 1734).
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2402 seconds (0.1#10.140)