Kisah Aswad al-Ansi, Nabi Palsu yang Sempat Menguasai Yaman
loading...
A
A
A
Untuk itu disiapkannya pasukan Usamah. Pasukan ini akan dikerahkan ke Yaman untuk membungkam Aswad dan pemberontakannya itu dan mengembalikan kewibawaan kaum Muslimin di sana, ataukah akan meminta bantuan kaum Muslimin yang masih ada di Yaman saja? Kalau memang mampu, itulah pilihan yang lebih baik. Atau kemenangan pasukan Muslimin terhadap pasukan Romawi — sebagai pihak yang baru saja mengalahkan Persia — harus dapat mengembalikan Semenanjung itu seperti keadaannya semula.
Kalau tidak, Nabi Muhammad akan mengirimkan pasukannya untuk membungkam Aswad dan yang semacam Aswad itu. Pilihan terakhir ini agaknya yang lebih meyakinkan Nabi Muhammad.
Ia lalu mengutus Wabr bin Yuhannas membawa sepucuk surat kepada pemuka-pemuka Muslimin di Yaman dengan perintah agar mereka dapat mengembalikan kewibawaan agama dan siap menghadapi perang serta berusaha menumpas Aswad dengan jalan membunuhnya atau menyerbunya, dengan meminta bantuan siapa saja yang dipandang mempunyai keberanian dan rasa agama.
Cukup dengan keputusan itu yang diambil Rasulullah mengenai Yaman. Perhatian selebihnya ia curahkan untuk menyusun pasukan Usamah dan mengalahkan kekuatan Romawi. Tak lama kemudian setelah itu Rasulullah jatuh sakit, dan ini mengakibatkan tertundanya keberangkatan pasukan Usamah.
Baca Juga: :Khalifah Umar Pecat Khalid bin Walid demi Selamatkan Tauhid Umat
Sementara itu Aswad al-Ansi yang sedang dalam puncak kemenangannya itu menyusun segala kekuatan dengan mengangkat pemimpin-pemimpin pasukan dan penguasa-penguasa daerah di wilayahnya masing-masing. Dengan demikian kedaulatan dan kedudukannya terasa sudah lebih kuat.
Dari pesisir Yaman sampai ke Aden tunduk kepadanya, begitu juga daerah-daerah pegunungan dan lembah-lembah di San'a sampai ke Ta'if. Untuk angkatan bersenjatanya ia mengangkat Qais bin Abd Yagus sebagai panglima dan sebagai menterinya ia mengangkat Fairuz dan Dazweh. Keduanya orang Persia.
Dia sendiri kemudian kawin dengan Azad, bekas istri Syahr bin Bazan. Perempuan ini sepupu Fairuz. Dengan demikian orang Arab dan orang Persia berada di bawah panjinya.
Merasa dirinya sudah begitu besar dan kuat, terbayang olehnya bahwa seluruh bumi sudah tunduk kepadanya. Dia hanya tinggal memerintah dan akan ditaati. Tetapi unsur-unsur yang semula memberikan kemenangan kepadanya itu sekarang mengadakan persekongkolan hendak menjatuhkannya.
Soalnya setelah merasa dirinya kuat, ia menganggap enteng orang-orang semacam Qais, Fairuz dan Dazweh, dan melihat kepada kedua orang yang terakhir itu dan semua orang Persia sebagai orang-orang yang merencanakan makar kepadanya.
Istrinya yang juga orang Persia mengetahui hal itu dari dia. Darah kegolongannya pun mulai bergejolak. Rasa dengki sudah mulai menari-nari terhadap dukun buruk muka yang telah membunuh suaminya yang masih muda sesama orang Persia dan yang memang dicintainya sepenuh hati itu.
Dengan naluri keperempuanannya ia dapat menyembunyikan perasaan hatinya kepada sang suami dan menurutkan segala kehendaknya sebagai betina yang setia, sehingga laki-laki itu pun makin lekat kepadanya dan makin mengharapkan kesetiaannya yang lebih besar lagi.
Tetapi Aswad merasa, bahwa orang-orang di sekitarnya itu, kedua menteri dan panglima perangnya, dengan segala kemurahan hati yang mereka perlihatkan, tidak benar-benar setia kepadanya, karena angkatan bersenjata adalah yang harus diwaspadai dan patut dikhawatirkan.
Ia pernah memanggil Qais bin Abd Yagus dan diberitahukan bahwa setannya telah membisikkan kepadanya dengan mengatakan: "Engkau menaruh kepercayaan dan bermurah hati kepada Qais. Kelak bila ia sudah begitu akrab dengan kau dan mempunyai kedudukan yang kuat seperti kau, dia akan menjadi lawanmu, merampas kerajaanmu dengan melakukan pengkhianatan."
Tetapi Qais menjawab: "Demi Zul-Khimar, itu bohong, baginda sungguh agung dan mulia di mataku sehingga tak akan pernah hal serupa itu terlintas dalam pikiranku."
Aswad menatap Qais dari kepala sampai ke ujung kakinya, lalu katanya: "Sungguh biadab kau! Kau anggap raja berbohong! Raja berkata benar dan sekarang aku tahu bahwa kau harus menyesal atas segala yang pernah kaulakukan."
Aswad Qais keluar dari tempat itu dengan membawa perasaan serba ragu terhadap segala yang ada dalam hatinya. Ketika bertemu dengan Fairuz dan Dazweh ia menceritakan pertemuannya dengan Aswad dan meminta pendapat mereka. "Kita harus berhati-hati," jawab mereka.
Kalau tidak, Nabi Muhammad akan mengirimkan pasukannya untuk membungkam Aswad dan yang semacam Aswad itu. Pilihan terakhir ini agaknya yang lebih meyakinkan Nabi Muhammad.
Ia lalu mengutus Wabr bin Yuhannas membawa sepucuk surat kepada pemuka-pemuka Muslimin di Yaman dengan perintah agar mereka dapat mengembalikan kewibawaan agama dan siap menghadapi perang serta berusaha menumpas Aswad dengan jalan membunuhnya atau menyerbunya, dengan meminta bantuan siapa saja yang dipandang mempunyai keberanian dan rasa agama.
Cukup dengan keputusan itu yang diambil Rasulullah mengenai Yaman. Perhatian selebihnya ia curahkan untuk menyusun pasukan Usamah dan mengalahkan kekuatan Romawi. Tak lama kemudian setelah itu Rasulullah jatuh sakit, dan ini mengakibatkan tertundanya keberangkatan pasukan Usamah.
Baca Juga: :Khalifah Umar Pecat Khalid bin Walid demi Selamatkan Tauhid Umat
Sementara itu Aswad al-Ansi yang sedang dalam puncak kemenangannya itu menyusun segala kekuatan dengan mengangkat pemimpin-pemimpin pasukan dan penguasa-penguasa daerah di wilayahnya masing-masing. Dengan demikian kedaulatan dan kedudukannya terasa sudah lebih kuat.
Dari pesisir Yaman sampai ke Aden tunduk kepadanya, begitu juga daerah-daerah pegunungan dan lembah-lembah di San'a sampai ke Ta'if. Untuk angkatan bersenjatanya ia mengangkat Qais bin Abd Yagus sebagai panglima dan sebagai menterinya ia mengangkat Fairuz dan Dazweh. Keduanya orang Persia.
Dia sendiri kemudian kawin dengan Azad, bekas istri Syahr bin Bazan. Perempuan ini sepupu Fairuz. Dengan demikian orang Arab dan orang Persia berada di bawah panjinya.
Merasa dirinya sudah begitu besar dan kuat, terbayang olehnya bahwa seluruh bumi sudah tunduk kepadanya. Dia hanya tinggal memerintah dan akan ditaati. Tetapi unsur-unsur yang semula memberikan kemenangan kepadanya itu sekarang mengadakan persekongkolan hendak menjatuhkannya.
Soalnya setelah merasa dirinya kuat, ia menganggap enteng orang-orang semacam Qais, Fairuz dan Dazweh, dan melihat kepada kedua orang yang terakhir itu dan semua orang Persia sebagai orang-orang yang merencanakan makar kepadanya.
Istrinya yang juga orang Persia mengetahui hal itu dari dia. Darah kegolongannya pun mulai bergejolak. Rasa dengki sudah mulai menari-nari terhadap dukun buruk muka yang telah membunuh suaminya yang masih muda sesama orang Persia dan yang memang dicintainya sepenuh hati itu.
Dengan naluri keperempuanannya ia dapat menyembunyikan perasaan hatinya kepada sang suami dan menurutkan segala kehendaknya sebagai betina yang setia, sehingga laki-laki itu pun makin lekat kepadanya dan makin mengharapkan kesetiaannya yang lebih besar lagi.
Tetapi Aswad merasa, bahwa orang-orang di sekitarnya itu, kedua menteri dan panglima perangnya, dengan segala kemurahan hati yang mereka perlihatkan, tidak benar-benar setia kepadanya, karena angkatan bersenjata adalah yang harus diwaspadai dan patut dikhawatirkan.
Ia pernah memanggil Qais bin Abd Yagus dan diberitahukan bahwa setannya telah membisikkan kepadanya dengan mengatakan: "Engkau menaruh kepercayaan dan bermurah hati kepada Qais. Kelak bila ia sudah begitu akrab dengan kau dan mempunyai kedudukan yang kuat seperti kau, dia akan menjadi lawanmu, merampas kerajaanmu dengan melakukan pengkhianatan."
Tetapi Qais menjawab: "Demi Zul-Khimar, itu bohong, baginda sungguh agung dan mulia di mataku sehingga tak akan pernah hal serupa itu terlintas dalam pikiranku."
Aswad menatap Qais dari kepala sampai ke ujung kakinya, lalu katanya: "Sungguh biadab kau! Kau anggap raja berbohong! Raja berkata benar dan sekarang aku tahu bahwa kau harus menyesal atas segala yang pernah kaulakukan."
Aswad Qais keluar dari tempat itu dengan membawa perasaan serba ragu terhadap segala yang ada dalam hatinya. Ketika bertemu dengan Fairuz dan Dazweh ia menceritakan pertemuannya dengan Aswad dan meminta pendapat mereka. "Kita harus berhati-hati," jawab mereka.