Kisah Aswad al-Ansi, Nabi Palsu yang Sempat Menguasai Yaman

Senin, 13 Juli 2020 - 15:47 WIB
loading...
Kisah Aswad al-Ansi, Nabi Palsu yang Sempat Menguasai Yaman
Ilustrasi Aswad al-Ansi. Foto/youtube
A A A
NABI palsu muncul setelah Nabi Muhammad mengikrarkan diri secara terbuka sebagai rasul. Pada era Khalifah Abu Bakar , gerakan nabi palsu ini kian masif. Kala itu, banyak kaum muslimin yang tertipu. Mereka murtad dan percaya nabi-nabi palsu tersebut.

Di kalangan Banu Asad banyak orang yang menyambut Tulaihah yang mendakwakan diri nabi dan mendapat dukungan ketika ia meramalkan adanya tempat mata air tatkala golongannya sedang dalam perjalanan hampir mati kehausan.

Kalangan Banu Hanifah banyak juga yang menyambut Musailimah ketika ia mengutus dua orang pengikutnya kepada Nabi Muhammad, memberitahukan bahwa Musailimah juga nabi seperti dia, dan bahwa separuh bumi ini buat dia dan separuh buat Quraisy, tetapi Quraisy golongan yang tidak suka berlaku adil.

Juga penduduk Yaman mengenal nama Aswad al-Ansi yang bergelar "Zul-Khimar" — "orang yang berkudung", tatkala orang ini menguasai Yaman dan mengusir wakil Nabi. Tetapi mereka oleh Rasulullah tidak begitu dihiraukan, dengan keyakinan bahwa kebenaran yang ada dalam agama Allah ini sangat kuat untuk menangkis kebohongan mereka, dan dengan keimanan yang sudah kuat orang-orang yang beriman itu akan mampu membasmi mereka.

Pemberontakan Aswad
Mereka yang mendakwakan diri nabi itu menyadari posisi mereka terhadap Rasulullah. Di antara mereka tak ada yang memberontak seperti yang dilakukan oleh Aswad al-Ansi.

Konon ia mendakwakan diri nabi lalu tampil dan terbunuh ketika Nabi masih ada. Tetapi sebagian sejarawan ada yang menyebutkan bahwa ia mengambil cara seperti kedua rekannya itu, menunggu sampai Rasulullah wafat, kemudian baru mereka memberontak melawan Islam.

Dalam buku Tarikh-nya al-Ya'qubi menuturkan: "Aswad bin Inza al-Ansi sudah mendakwakan dirinya nabi sejak masa Rasulullah. Setelah Abu Bakar dilantik ia muncul dan mendapat pengikut beberapa orang. Ia dibunuh oleh Qais bin Maksyuh al-Muradi dan Fairuz ad-Dailami yang memasuki rumahnya dan mendapatkannya sedang mabuk lalu dibunuh."

Mengutip salah satu sumber at-Tabari mengatakan: "Perang pembangkangan pertama setelah Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam wafat ialah perang yang dilancarkan oleh Ansi, dan perang Ansi itu terjadi di Yaman."



Muhammad Husain Haikal dalam As-Siddiq Abu Bakr menyebut pada akhir hayat Nabi, Semenanjung itu memang belum tenteram. Belum semua keadaan stabil di bawah satu panji dan dalam satu agama. Di bawah tanah masih tersimpan bibit-bibit fitnah dan pembangkangan. Tanda-tanda pergolakan di bagian timur laut dan di selatan seluruhnya masih menyala dan tidak akan dapat dipadamkan tanpa adanya kekuatan rohani yang kemudian dilimpahkan Allah kepada RasulNya dan ternyata membawa kemenangan.

Bahkan kemenangan ini pun belum dapat membungkam Musailimah dan Aswad al-Ansi dari usaha-usaha mendakwakan diri nabi di kalangan masyarakatnya itu. Maksud mereka supaya di kalangan Banu Hanifah dan di Yaman serta kelompok-kelompok Arab yang lain ada juga nabinya, seperti di kalangan Quraisy.

Kalau tidak karena kearifan Rasulullah serta pandangannya yang jauh dan tepat serta karunia Allah kepadanya dan kepada Islam, niscaya api fitnah itu akan terus berkobar dan apinya akan membakar habis orang-orang itu semua, sementara ia masih hidup.

Menurut Haekal, besar dugaan bahwa pergolakan Ansi itu terjadi pada akhir masa Rasulullah. “Benar tidaknya dugaan ini, yang jelas terjadinya itu pada masa Abu Bakar,” tuturnya.

Cerita pemberontakan seperti yang dituturkan para sejarawan itu termasuk aneh, yang cukup meminta perhatian kita, dan sekaligus dapat mengungkapkan segi-segi psikologisnya.

Hal ini mendorong orang untuk memikirkannya lebih dalam. Dari beberapa utusan Rasulullah yang dikirim kepada para raja, ada seorang di antaranya yang diutus kepada Kisra Persia, mengajaknya masuk Islam. ( )

Setelah surat Nabi itu diterjemahkan, Kisra sangat berang, dan memerintahkan kepada Bazan, penguasa Persia di Yaman supaya kepala orang yang di Hijaz itu dikirimkan kepadanya. Ketika itu Romawi sudah dapat mengalahkan Kisra dan keadaannya pun memang sudah lemah.

Setelah Bazan menerima surat atasannya itu, dikirimkannya surat itu kepada Nabi, dan Nabi Muhammad juga membalas dengan memberitahukan bahwa Syiruya (Khavad II) sekarang sudah menggantikan Kisra bapaknya, dan sekaligus dimintanya ia menganut Islam dan tetap sebagai penguasanya di Yaman.

Berita kekacauan di Persia dan Syiruya yang naik takhta serta kemenangan Romawi atas Persia itu sudah pula sampai kepada Bazan. Oleh karena itu dengan cepat ia menerima seruan Nabi Muhammad, dan orang Persia itu sekarang bertindak sebagai wakil Nabi atas bangsa Yaman, setelah sebelumnya sebagai wakil Persia.

Sesudah Bazan meninggal kekuasaannya oleh Rasulullah diberikan kepada beberapa orang, di antaranya Syahr Bazan diberi tugas tanggung jawab atas kota San'a dan sekitarnya. Ada pula orang-orang Yaman sendiri dan yang lain sahabat-sahabat Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam dari Madinah.



Sementara para penguasa itu sedang mengatur daerahnya masing-masing, tiba-tiba datang surat dari Aswad al-Ansi mengancam agar mereka menyerahkan semua kekuasaan itu ke tangannya, sebab dialah yang lebih berhak. Dari sinilah kemudian timbul gejala fitnah dan kekacauan yang pertama.

Aswad ini seorang dukun yang tinggal di Yaman bagian selatan, seorang tukang sihir yang dapat membuat bermacam-macam muslihat, dan mempengaruhi penduduk dengan kata-katanya. Ia mendakwakan diri nabi dan juga menamakan dirinya "Rahman," sama halnya dengan Musailimah yang menamakan dirinya "Rahman Yamamah."

Menurut Lisanul 'Arab kata "rahman" mengandung beberapa arti, dan nama Allah yang tak dapat disifatkan pada yang lain, seperti "rahim". Lisanul 'Arab juga menyebutkan, bahwa kata rahman ini berasal dari kata bahasa Ibrani dan rahim dari kata bahasa Arab. Beberapa Orientalis menyebutkan bahwa sebelum Islam kata rahman ini nama dewa di Semenanjung Arab bagian selatan, dan terdapat dalam naskah-naskah mereka tetapi di Hijaz sendiri tidak dikenal.

Aswad mengaku memelihara setan yang dapat mengalahkan segala macam, dan juga dapat mengalahkan segala rencana musuh. Ia tinggal dalam sebuah gua Khabban di Mazhij.



Orang-orang awam dalam jumlah besar banyak yang datang kepadanya karena tertarik pada kata-katanya, dan terpesona oleh apa yang katanya adalah perkataan setannya.

Aswad mengepalai kelompok itu setelah ia membuat kerusuhan. la pergi ke Najran dan menyingkirkan Khalid bin Sa'id dan Amr bin Hazm wakil Muslimin di daerah itu.

Penduduk Najran yang merasa terpesona oleh kemenangan Aswad segera bergabung. Mereka sama-sama pergi ke San'a dan ia berhadapan dengan Syahr bin Bazan yang kemudian dibunuhnya dan pasukannya dikalahkan.

Kaum Muslimin yang tinggal di kota itu lari, dipimpin oleh Mu'az bin Jabal, menyusul Khalid bin Sa'id dan Amr bin Hazm ke Madinah. Dengan kemenangannya itu Aswad menjadi raja Yaman.

Sekarang orang-orang dari pedalaman dan dari kota, dari sahara Hadramaut, Ta'if, Bahrain dan Ahsa sampai ke Aden tunduk di bawah perintahnya.



Yang mengherankan, ketika Aswad menghadapi Syahr bin Bazan di San'a hanya dengan tujuh ratus orang pasukan berkuda. Ada yang bergabung kepadanya dari Mazhij dan ada pula yang dari Najran. Dengan jumlah pasukan yang begitu kecil, dukun sihir itu mendapat kemenangan melawan penduduk kawasan tersebut dan berkembang cepat sekali seperti jilatan api, tak ada kekuatan yang dapat melawannya.

Kalau kita hendak menafsirkan peristiwa itu, barangkali kita dapat mengatakan, bahwa negeri-negeri itu memang sedang berada di bawah kekuasaan Persia.

Setelah itu kemudian di bawah kaum Muslimin yang datang dari Hijaz. Kita pun tahu permusuhan yang sudah ada sejak lama berakar antara Yaman dengan Hijaz.

Setelah Aswad tampil menuntut Yaman untuk orang Yaman, tak ada orang yang mengadakan perlawanan. Pihak Persia tak dapat membela Syahr dan ayahnya, dan orang Hijaz pun tak ada di negeri itu yang akan membantu kaum Muslimin dari ulah dan tipu muslihat Aswad.

Menurut Haekal, dapat juga ditafsirkan dari segi lain, yakni negeri ini memang sudah menjadi ajang berbagai macam agama: Yahudi, Nasrani dan Majusi. Agama-agama ini berdekatan pula dengan berhala-berhala dan peribadatan masyarakat Arab. ( )

Di samping itu Islam yang baru saja singgah di Yaman, ajaran-ajarannya belum dapat dikatakan sudah kuat merasuk ke dalam hati warga penduduk negeri itu. Setelah nabi palsu itu muncul di tengah-tengah mereka dengan membangkitkan rasa kegolongan, mengajak mereka dengan berdalih ia telah mengusir kekuasaan asing dari negerinya itu, segera sekali mereka menyambut ajakan itu.

Tak ada jalan bagi kaum Muslimin selain melarikan diri, dan bagi orang-orang Persia yang masih ada di tempat itu tak ada jalan lain daripada tunduk atau mati.

Tatkala berita-berita itu sampai kepada Nabi Muhammad di Madinah, ia tengah mengadakan persiapan hendak menghadapi pihak Romawi dan akan mengadakan pembalasan terhadap Mu'tah sambil mengadakan konsolidasi menghadapi bahaya yang sedang mengepung Semenanjung Arab itu dari segenap penjuru.

Baca Juga: Biografi Abu Bakar, Sahabat Paling Terdepan Membela Rasulullah SAW
Untuk itu disiapkannya pasukan Usamah. Pasukan ini akan dikerahkan ke Yaman untuk membungkam Aswad dan pemberontakannya itu dan mengembalikan kewibawaan kaum Muslimin di sana, ataukah akan meminta bantuan kaum Muslimin yang masih ada di Yaman saja? Kalau memang mampu, itulah pilihan yang lebih baik. Atau kemenangan pasukan Muslimin terhadap pasukan Romawi — sebagai pihak yang baru saja mengalahkan Persia — harus dapat mengembalikan Semenanjung itu seperti keadaannya semula.

Kalau tidak, Nabi Muhammad akan mengirimkan pasukannya untuk membungkam Aswad dan yang semacam Aswad itu. Pilihan terakhir ini agaknya yang lebih meyakinkan Nabi Muhammad.

Ia lalu mengutus Wabr bin Yuhannas membawa sepucuk surat kepada pemuka-pemuka Muslimin di Yaman dengan perintah agar mereka dapat mengembalikan kewibawaan agama dan siap menghadapi perang serta berusaha menumpas Aswad dengan jalan membunuhnya atau menyerbunya, dengan meminta bantuan siapa saja yang dipandang mempunyai keberanian dan rasa agama.

Cukup dengan keputusan itu yang diambil Rasulullah mengenai Yaman. Perhatian selebihnya ia curahkan untuk menyusun pasukan Usamah dan mengalahkan kekuatan Romawi. Tak lama kemudian setelah itu Rasulullah jatuh sakit, dan ini mengakibatkan tertundanya keberangkatan pasukan Usamah.

Baca Juga: :Khalifah Umar Pecat Khalid bin Walid demi Selamatkan Tauhid Umat

Sementara itu Aswad al-Ansi yang sedang dalam puncak kemenangannya itu menyusun segala kekuatan dengan mengangkat pemimpin-pemimpin pasukan dan penguasa-penguasa daerah di wilayahnya masing-masing. Dengan demikian kedaulatan dan kedudukannya terasa sudah lebih kuat.

Dari pesisir Yaman sampai ke Aden tunduk kepadanya, begitu juga daerah-daerah pegunungan dan lembah-lembah di San'a sampai ke Ta'if. Untuk angkatan bersenjatanya ia mengangkat Qais bin Abd Yagus sebagai panglima dan sebagai menterinya ia mengangkat Fairuz dan Dazweh. Keduanya orang Persia.

Dia sendiri kemudian kawin dengan Azad, bekas istri Syahr bin Bazan. Perempuan ini sepupu Fairuz. Dengan demikian orang Arab dan orang Persia berada di bawah panjinya.



Merasa dirinya sudah begitu besar dan kuat, terbayang olehnya bahwa seluruh bumi sudah tunduk kepadanya. Dia hanya tinggal memerintah dan akan ditaati. Tetapi unsur-unsur yang semula memberikan kemenangan kepadanya itu sekarang mengadakan persekongkolan hendak menjatuhkannya.

Soalnya setelah merasa dirinya kuat, ia menganggap enteng orang-orang semacam Qais, Fairuz dan Dazweh, dan melihat kepada kedua orang yang terakhir itu dan semua orang Persia sebagai orang-orang yang merencanakan makar kepadanya.

Istrinya yang juga orang Persia mengetahui hal itu dari dia. Darah kegolongannya pun mulai bergejolak. Rasa dengki sudah mulai menari-nari terhadap dukun buruk muka yang telah membunuh suaminya yang masih muda sesama orang Persia dan yang memang dicintainya sepenuh hati itu.

Dengan naluri keperempuanannya ia dapat menyembunyikan perasaan hatinya kepada sang suami dan menurutkan segala kehendaknya sebagai betina yang setia, sehingga laki-laki itu pun makin lekat kepadanya dan makin mengharapkan kesetiaannya yang lebih besar lagi.

Tetapi Aswad merasa, bahwa orang-orang di sekitarnya itu, kedua menteri dan panglima perangnya, dengan segala kemurahan hati yang mereka perlihatkan, tidak benar-benar setia kepadanya, karena angkatan bersenjata adalah yang harus diwaspadai dan patut dikhawatirkan.



Ia pernah memanggil Qais bin Abd Yagus dan diberitahukan bahwa setannya telah membisikkan kepadanya dengan mengatakan: "Engkau menaruh kepercayaan dan bermurah hati kepada Qais. Kelak bila ia sudah begitu akrab dengan kau dan mempunyai kedudukan yang kuat seperti kau, dia akan menjadi lawanmu, merampas kerajaanmu dengan melakukan pengkhianatan."

Tetapi Qais menjawab: "Demi Zul-Khimar, itu bohong, baginda sungguh agung dan mulia di mataku sehingga tak akan pernah hal serupa itu terlintas dalam pikiranku."



Aswad menatap Qais dari kepala sampai ke ujung kakinya, lalu katanya: "Sungguh biadab kau! Kau anggap raja berbohong! Raja berkata benar dan sekarang aku tahu bahwa kau harus menyesal atas segala yang pernah kaulakukan."

Aswad Qais keluar dari tempat itu dengan membawa perasaan serba ragu terhadap segala yang ada dalam hatinya. Ketika bertemu dengan Fairuz dan Dazweh ia menceritakan pertemuannya dengan Aswad dan meminta pendapat mereka. "Kita harus berhati-hati," jawab mereka.



Sementara mereka dalam keadaan serupa itu, tiba-tiba Aswad memanggil mereka dan mengancam, karena mereka juga berkomplot dengan kawan-kawannya terhadap dirinya. Mereka keluar dari tempat Aswad dan menemui Qais. Mereka kini curiga dan sedang dalam bahaya besar.

Berita tentang segala yang terjadi dalam istana Aswad itu akhirnya sampai juga kepada kaum Muslimin yang ada di Yaman atau di tempat-tempat berdekatan dan mereka menyinggung juga surat Nabi kepada mereka. Kepada Qais dan kawan-kawannya itu mereka mengutus orang memberitahukan bahwa mengenai Aswad mereka sepaham.



Dengan diam-diam kaum Muslimin yang berada di Najran dan di tempat-tempat lain sudah tahu mengenai berita-berita itu. Mereka menulis surat kepada teman-temannya yang dekat dengan Aswad bahwa mereka siap di bawah perintah untuk membunuh orang itu.

Tetapi teman-teman itu meminta mereka jangan tergesa-gesa dan supaya menunggu di tempat masing-masing, dan jangan melakukan sesuatu yang akan menimbulkan kecurigaan Aswad dan orang-orangnya terhadap mereka.



Istrinya Terlibat
Itulah pendapat orang-orang yang dekat dengan Aswad, sebab menurut pendapat mereka melakukan pembunuhan gelap akan lebih menjamin keberhasilannya daripada menghadapinya dengan perang.

Azad, istrinya, juga sudah melibatkan diri dalam komplotan itu meski ia pura-pura memperlihatkan cintanya yang lebih besar kepada Aswad. Dia sudah menyediakan diri mengadakan hubungan dengan Fairuz, Dazweh dan Qais dan bersama-sama dengan mereka mengatur siasat untuk melakukan pembunuhan itu.

Dia yang menunjukkan kepada mereka kamar tidur suaminya serta diperlihatkannya juga bahwa di sekitar istana tempat ia tinggal bersama suaminya itu diadakan penjagaan di segenap penjuru, kecuali di bagian belakang kamar itu. Bila malam sudah tiba mereka supaya membuat lubang dan masuk dari lubang itu ke dalam kamarnya. Di situ musuh mereka itu dibunuh. Dengan demikian mereka dan perempuan itu dapat melepaskan diri.



Rencana itu mereka laksanakan. Di waktu subuh mereka saling memanggil dengan sandi yang sudah sama-sama mereka sepakati, dan mereka berseru secara Islam sambil ramai-ramai mengatakan: Kami bersaksi bahwa Muhammad Rasulullah, dan bahwa si Abhalah — yaitu nama Aswad al-Ansi — pembohong. Kepala orang itu dilemparkan, dan para pengawal istana segera mengepung mereka.

Orang ramai bersorak di kota dan dalam subuh buta itu orang keluar beramai-ramai. Sebentar keadaan jadi kacau tapi kemudian tenang kembali setelah Qais, Fairuz, dan Dazweh menguasai keadaan. Baik dalam keadaan tenang atau dalam keadaan kacau sebelumnya besar sekali pengaruhnya buat Azad.



Terbunuhnya Aswad itu sebelum Rasulullah wafat atau sesudahnya? Dalam hal ini, menurut Haekal, pendapat orang tidak sama. Di atas sudah kita sebutkan sumber yang dari Ya'qubi. Tetapi Tabari dan Ibn Asir menyebutkan bahwa Aswad mati sebelum Rasulullah berpulang ke rahmatullah, dan bahwa pada malam kejadian itu Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam sudah menerima wahyu tatkala berkata: "Al-Ansi terbunuh, dibunuh oleh seorang laki-laki yang mendapat berkah dari keluarga orang-orang yang penuh berkah." Ditanya siapa yang membunuh, ia menjawab: "Dibunuh oleh Fairuz."

Sumber lain menyebutkan bahwa berita kematian Aswad itu baru sampai ke Madinah setelah Rasulullah wafat, dan bahwa itulah berita baik pertama yang sampai kepada Abu Bakar ketika ia di Madinah. Selanjutnya sumber itu menyebutkan, bahwa Fairuz berkata: "Setelah Aswad kami bunuh keadaan kita kembali seperti semula, di tangan Mu'az bin Jabal, dan dia yang mengimami salat kami. Tinggal harapan bagi kami; orang yang kami benci sudah tak ada, kecuali pasukan berkuda teman-teman Aswad. Kemudian setelah datang berita kematian Nabi, di mana-mana timbul kegelisahan." ( )
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 1.3353 seconds (0.1#10.140)