Penyebab Indonesia Mayoritas Bermazhab Syafi'i, Ini Alasannya
loading...
A
A
A
Penyebab Indonesia mayoritas bermazhab Syafi'i menarik untuk diulas. Mengapa tidak Mazhab Hambali yang populer di Arab Saudi atau Mazhab Maliki yang dipakai Turki, Irak, India, Pakistan, Afghanistan dan Asia Tengah lainnya?
Alasannya ternyata cukup sederhana. Eksistensi Mazhab Syafi'i di Indonesia dipengaruhi oleh sejarah awal mula Islam masuk ke Indonesia yang dibawa para ulama bermazhab Syafi'i. Merekalah yang pertama kali menyebarkan Islam dan mengajarkan Mazhab yang didirikan oleh Imam Muhammad bin Idris Syafi'i (wafat 204 H di Mesir) di Indonesia.
Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Mazhab Syafi'i (3)
Mengulas sekilas sejarah masuknya Islam ke Nusantara bermula dari kedatangan ulama-ulama asal Hadhramaut Yaman. Para ulama Bani Alawiyin (keturunan Nabi Muhammad SAW) itu datang ke Nusantara abad ke-13. Menurut Musa Kazhim dalam "Sekapur Sirih Sejarah 'Alawiyin dan Perannya Dalam Dakwah Damai di Nusantara", para Habaib Alawiyin ini menebarkan dakwah Islam pada abad ke-14 dan mencapai puncaknya pada abad ke-15 hingga abad ke-17.
Pada periode itu, dakwah Islam berkembang hingga tersebar di seluruh penjuru Nusantara, bahkan di Asia Tenggara. Para ulama Bani Alawiyin ini dikenal sebagai sufi yang dalam fikih bermazhab Syafi'i dan dalam akidah mengikuti Imam Abu Hasan Al-Asy'ari.
Dalam Jurnal IAIN Syekh Nurjati Cirebon berjudul "Jejak Eksistensi Mazhab Syafi'i di Indonesia" karya Anny Nailatur Rohmah dan Ashif Az Zafi juga menjelaskan, sejarah dan eksistensi Mazhab Syafi'i di Indonesia karena Islam pertama kali masuk ke Indonesia dibawa oleh para ulama bermazhab Syafi'i.
Ulama-ulama bermazhab Syafi'iyyah menyebarkan Islam melalui berbagai jalur seperti kerajaan, kesenian, pendidikan yang menyesuaikan dengan kultur dan budaya Indonesia. Hal ini menyebabkan Islam melekat dan mengakar pada kehidupan masyarakat muslim Indonesia. Keberadaan Mazhab ini juga berpengaruh terhadap keputusan hukum Islam di Indonesia.
Selain peran Habaib, ada banyak tokoh ulama Nusantara yang ikut menyebarkan Mazhab Syafi'i di Indonesia. Para ulama ini pernah berguru kepada Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, Mufti Agung Mazhab Syafi'i di Mekkah pada masa Utsmaniyah. Beliau lahir di Mekkah pada 1232 H (1816 M) yang silsilahnya bersambung dengan keluarga Nabi Muhammad SAW melalui jalur Imam Hasan. Karena itu beliau dipanggil Sayyid.
Di antaranya, Syaikh Nawawi Al-Bantani, Syaikh Abu Bakar Syatho ad-Dimyathi, Syaikh Kholil Al-Bangkalani, Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, Habib Usman bin Yahya Al-Batawi, Syaikh Tubagus Ahmad Bakri as-Sampuri dan masih banyak lainnya.
Para ulama Nusantara ini berhulu pada beliau dan menganut Mazhab Syafi'i berakidah Al-Asy'ari. Dalam kiprahnya, mereka mengajarkan Islam dan fiqih Syafi'iyah di tengah kaum muslim terutama di Pulau Jawa.
Sekilas Mazhab Syafi'i
Untuk diketahui, Mazhab bermakna sebagai jalan untuk memahami kitab Allah (Al-Qur'an) dan Sunnah Rasulullah. Untuk belajar ilmu fiqih dan syariat, seorang muslim harus merujuk kepada empat Imam Mazhab dalam Ahlus Sunnah waljamaah. Yaitu, Imam Abu Hanifah (Mazhab Hanafi); Imam Malik (Mazhab Maliki); Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i (Mazhab Syafi'i); dan Imam Ahmad bin Hanbal (Mazhab Hambali).
Pengasuh Rumah Fiqih Ustaz Ahmad Sarwat Lc dalam satu kajiannya menerangkan, para Imam Mazhab merupakan ulama-ulama yang paling alim dan mengerti ilmu fiqih. Ilmu fiqih artinya pengetahuan tentang hukum-hukum syar'i (syariat Islam).
Ustaz Sarwat menceritakan, sepeninggal Imam Malik, Mekkah dan Madinah pernah didominasi oleh Mazhab Imam Syafi'i yang sebenarnya juga merupakan murid yang dikader Imam Malik. Namun Imam Asy-Syafi'i mendirikan mazhab sendiri yang berbeda. Murid-murid Imam Malik yang lain ada yang masih meneruskan tradisi Mazhab Maliki yang tersebar di daerah Maghribi seperti Tunis, Al-Jazair, Maroko, Spanyol dan sekitarnya.
Imam Asy-Syafi'i sendiri berdarah biru Quraisy dan nasabnya bertemu dengan nasab Nabi Muhammad SAW pada kakek mereka berdua, Qusyai bin Kilab. Namun di masa jayanya, Imam Syafi'i tidak tinggal di Mekkah, beliau mendirikan mazhabnya di Baghdad Irak yang waktu itu jadi ibu kota peradaban Islam.
Murid-murid beliau banyak mengajarkan mazhabnya di Mekkah dan Madinah. Bahkan banyak yang menjadi imam di kedua masjid suci umat Islam. Misalnya Al-Juwaini yang digelari Imamul Haramain, imam dari dua negeri haram Mekkah dan Madinah. Sehingga sepanjang masa Mekkah dikenal sebagai negeri yang ramah kepada semua mazhab.
Meski Mazhab Syafi'i mendominasi, namun tiga mazhab lainnya tetap eksis dan diberi ruang, baik Mazhab Hanafi, Maliki, dan Hambali.
"Coba perhatikan, dulu KH Hasyim Asyari pendiri NU itu belajar fiqih Mazhab Syafi'i di Mekkah, termasuk juga Syaikh Yasin Al-Fadani, dan banyak ulama nusantara yang merupakan lulusan madrasah di Masjid Al-Haram. Semua mazhab hidup rukun damai dan saling bantu," kata Ustaz Ahmad Sarwat.
Contoh lain, sosok ulama besar Mekkah Syaikh Alawi Al-Miliki, sesuai namanya beliau bermazhab Maliki. Namun ternyata beliau juga mengajar fiqih kepada warga Indonesia yang bermazhab Syafi'i. Beliau justru mengajar fiqih Mazhab Syafi'i karena menguasai ilmu perbandingan mazhab. Mau belajar fiqih mazhab yang mana saja, beliau punya ilmunya.
Mazhab Syafi'i Mudah Diterima
Ada beberapa alasan yang menyebabkan Mazhab Syafi'i mudah diterima dan cepat berkembang di Indonesia. Berikut penjelasan Ustaz Ahmad Sarwat:
Pertama, Mazhab Syafi'i boleh dibilang menggabungkan dua kekuatan Mazhab Hanafi dan Maliki. Semacam edisi penyempurnaan dari produk sebelumnya.
Kedua, Mazhab Syafi'i paling banyak mengalami penyebaran di banyak negeri. Sehingga di manapun kita berapa, nyaris ketemu dengan Mazhab Syafi'i.
Ketiga, khusus di Indonesia dan beberapa negara lain, justru yang tersedia hanya Mazhab Syafi'i.
Keempat, literatur Mazhab Syafi'i termasuk yang paling banyak ditulis sepanjang sejarah. Sehingga kita tidak akan kehabisan bahan rujukan.
Kelima, Mazhab Syafi'i paling banyak varian ulamanya dengan beragam perbedaan pendapat secara internal.
Demikian sejarah eksistensi Mazhab Syafi'i di Indonesia hingga menjadi mayoritas dianut oleh muslim Indonesia dan Asia Tenggara.
Wallahu A'lam
Alasannya ternyata cukup sederhana. Eksistensi Mazhab Syafi'i di Indonesia dipengaruhi oleh sejarah awal mula Islam masuk ke Indonesia yang dibawa para ulama bermazhab Syafi'i. Merekalah yang pertama kali menyebarkan Islam dan mengajarkan Mazhab yang didirikan oleh Imam Muhammad bin Idris Syafi'i (wafat 204 H di Mesir) di Indonesia.
Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Mazhab Syafi'i (3)
Mengulas sekilas sejarah masuknya Islam ke Nusantara bermula dari kedatangan ulama-ulama asal Hadhramaut Yaman. Para ulama Bani Alawiyin (keturunan Nabi Muhammad SAW) itu datang ke Nusantara abad ke-13. Menurut Musa Kazhim dalam "Sekapur Sirih Sejarah 'Alawiyin dan Perannya Dalam Dakwah Damai di Nusantara", para Habaib Alawiyin ini menebarkan dakwah Islam pada abad ke-14 dan mencapai puncaknya pada abad ke-15 hingga abad ke-17.
Pada periode itu, dakwah Islam berkembang hingga tersebar di seluruh penjuru Nusantara, bahkan di Asia Tenggara. Para ulama Bani Alawiyin ini dikenal sebagai sufi yang dalam fikih bermazhab Syafi'i dan dalam akidah mengikuti Imam Abu Hasan Al-Asy'ari.
Dalam Jurnal IAIN Syekh Nurjati Cirebon berjudul "Jejak Eksistensi Mazhab Syafi'i di Indonesia" karya Anny Nailatur Rohmah dan Ashif Az Zafi juga menjelaskan, sejarah dan eksistensi Mazhab Syafi'i di Indonesia karena Islam pertama kali masuk ke Indonesia dibawa oleh para ulama bermazhab Syafi'i.
Ulama-ulama bermazhab Syafi'iyyah menyebarkan Islam melalui berbagai jalur seperti kerajaan, kesenian, pendidikan yang menyesuaikan dengan kultur dan budaya Indonesia. Hal ini menyebabkan Islam melekat dan mengakar pada kehidupan masyarakat muslim Indonesia. Keberadaan Mazhab ini juga berpengaruh terhadap keputusan hukum Islam di Indonesia.
Selain peran Habaib, ada banyak tokoh ulama Nusantara yang ikut menyebarkan Mazhab Syafi'i di Indonesia. Para ulama ini pernah berguru kepada Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, Mufti Agung Mazhab Syafi'i di Mekkah pada masa Utsmaniyah. Beliau lahir di Mekkah pada 1232 H (1816 M) yang silsilahnya bersambung dengan keluarga Nabi Muhammad SAW melalui jalur Imam Hasan. Karena itu beliau dipanggil Sayyid.
Di antaranya, Syaikh Nawawi Al-Bantani, Syaikh Abu Bakar Syatho ad-Dimyathi, Syaikh Kholil Al-Bangkalani, Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, Habib Usman bin Yahya Al-Batawi, Syaikh Tubagus Ahmad Bakri as-Sampuri dan masih banyak lainnya.
Para ulama Nusantara ini berhulu pada beliau dan menganut Mazhab Syafi'i berakidah Al-Asy'ari. Dalam kiprahnya, mereka mengajarkan Islam dan fiqih Syafi'iyah di tengah kaum muslim terutama di Pulau Jawa.
Sekilas Mazhab Syafi'i
Untuk diketahui, Mazhab bermakna sebagai jalan untuk memahami kitab Allah (Al-Qur'an) dan Sunnah Rasulullah. Untuk belajar ilmu fiqih dan syariat, seorang muslim harus merujuk kepada empat Imam Mazhab dalam Ahlus Sunnah waljamaah. Yaitu, Imam Abu Hanifah (Mazhab Hanafi); Imam Malik (Mazhab Maliki); Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i (Mazhab Syafi'i); dan Imam Ahmad bin Hanbal (Mazhab Hambali).
Pengasuh Rumah Fiqih Ustaz Ahmad Sarwat Lc dalam satu kajiannya menerangkan, para Imam Mazhab merupakan ulama-ulama yang paling alim dan mengerti ilmu fiqih. Ilmu fiqih artinya pengetahuan tentang hukum-hukum syar'i (syariat Islam).
Ustaz Sarwat menceritakan, sepeninggal Imam Malik, Mekkah dan Madinah pernah didominasi oleh Mazhab Imam Syafi'i yang sebenarnya juga merupakan murid yang dikader Imam Malik. Namun Imam Asy-Syafi'i mendirikan mazhab sendiri yang berbeda. Murid-murid Imam Malik yang lain ada yang masih meneruskan tradisi Mazhab Maliki yang tersebar di daerah Maghribi seperti Tunis, Al-Jazair, Maroko, Spanyol dan sekitarnya.
Imam Asy-Syafi'i sendiri berdarah biru Quraisy dan nasabnya bertemu dengan nasab Nabi Muhammad SAW pada kakek mereka berdua, Qusyai bin Kilab. Namun di masa jayanya, Imam Syafi'i tidak tinggal di Mekkah, beliau mendirikan mazhabnya di Baghdad Irak yang waktu itu jadi ibu kota peradaban Islam.
Murid-murid beliau banyak mengajarkan mazhabnya di Mekkah dan Madinah. Bahkan banyak yang menjadi imam di kedua masjid suci umat Islam. Misalnya Al-Juwaini yang digelari Imamul Haramain, imam dari dua negeri haram Mekkah dan Madinah. Sehingga sepanjang masa Mekkah dikenal sebagai negeri yang ramah kepada semua mazhab.
Meski Mazhab Syafi'i mendominasi, namun tiga mazhab lainnya tetap eksis dan diberi ruang, baik Mazhab Hanafi, Maliki, dan Hambali.
"Coba perhatikan, dulu KH Hasyim Asyari pendiri NU itu belajar fiqih Mazhab Syafi'i di Mekkah, termasuk juga Syaikh Yasin Al-Fadani, dan banyak ulama nusantara yang merupakan lulusan madrasah di Masjid Al-Haram. Semua mazhab hidup rukun damai dan saling bantu," kata Ustaz Ahmad Sarwat.
Contoh lain, sosok ulama besar Mekkah Syaikh Alawi Al-Miliki, sesuai namanya beliau bermazhab Maliki. Namun ternyata beliau juga mengajar fiqih kepada warga Indonesia yang bermazhab Syafi'i. Beliau justru mengajar fiqih Mazhab Syafi'i karena menguasai ilmu perbandingan mazhab. Mau belajar fiqih mazhab yang mana saja, beliau punya ilmunya.
Mazhab Syafi'i Mudah Diterima
Ada beberapa alasan yang menyebabkan Mazhab Syafi'i mudah diterima dan cepat berkembang di Indonesia. Berikut penjelasan Ustaz Ahmad Sarwat:
Pertama, Mazhab Syafi'i boleh dibilang menggabungkan dua kekuatan Mazhab Hanafi dan Maliki. Semacam edisi penyempurnaan dari produk sebelumnya.
Kedua, Mazhab Syafi'i paling banyak mengalami penyebaran di banyak negeri. Sehingga di manapun kita berapa, nyaris ketemu dengan Mazhab Syafi'i.
Ketiga, khusus di Indonesia dan beberapa negara lain, justru yang tersedia hanya Mazhab Syafi'i.
Keempat, literatur Mazhab Syafi'i termasuk yang paling banyak ditulis sepanjang sejarah. Sehingga kita tidak akan kehabisan bahan rujukan.
Kelima, Mazhab Syafi'i paling banyak varian ulamanya dengan beragam perbedaan pendapat secara internal.
Demikian sejarah eksistensi Mazhab Syafi'i di Indonesia hingga menjadi mayoritas dianut oleh muslim Indonesia dan Asia Tenggara.
Wallahu A'lam
(rhs)