Orientalis Ini Kupas Tuduhan Islam tentang Yahudi dan Kristen Mengorupsi Kitab Suci
loading...
A
A
A
Orientalis yang pakar studi-studi keislaman dari Britania Raya, William Montgomery Watt (1909-2006), mengatakan salah satu prestasi paling penting para ulama Islam masa awal adalah pengembangan ajaran pada titik pandang yang luas, dalam mana masa lampau Yahudi dan Kristen telah mengorupsi atau mengubah kitab suci mereka.
Dalam buku yang diterjemahkan Zaimudin berjudul "Titik Temu Islam dan Kristen, Persepsi dan Salah Persepsi" (Gaya Media Pratama, 1996), William Montgomery Watt mengatakan pengubahan ini dilakukan tidak lama setelah kitab Taurat dan Injil yang sebenamya asli diterima oleh Nabi Musa dan Nabi Isa secara berturut-turut. Hal ini memudahkan bagi umat Islam untuk menepis berbagai argumen dari umat Kristen yang didasarkan atas kitab Bibel.
Sekadar mengingatkan William Montgomery Watt adalah seorang penulis barat tentang Islam. Ia pernah mendapatkan gelar "Emiritus Professor," gelar penghormatan tertinggi bagi seorang ilmuwan. Gelar ini diberikan kepadanya oleh Universitas Edinburgh. Penghormatan ini diberikan kepada Watt atas keahliannya di bidang bahasa Arab dan Kajian Islam (Islamic Studies).
Menurutnya, klaim bahwa ajaran Kristen ini telah dikorupsi atau "berubah" --tahrif-- diketemukan di dalam Al-Qur'an. Ada empat ayat Al-Qur'an yang memakai kata yuharrifuna yang merupakan bentuk kata kerja dari kata tahrif sebagai masdarnya.
Pengujian keempat ayat ini menunjukkan bahwa keempat ayat itu tidak mengandung pengertian sebagai perubahan ajaran yang universal. Dalam terjemahan "mengubah" atau "mengganti" digunakan untuk mengalih-bahasakan kata yuharrifuna itu.
"Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubah-nya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui" ( QS 2 : 75).
"Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah (arti kata untuk menambah dan mengurangi) perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata: 'Kami mendengar tetapi kami tidak mau menurutinya." Dan (mereka mengatakan pula): 'Dengarlah', sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa.' Dan (mereka mengatakan): 'Ra'ina' (sudilah kamu memperhatikan kami) dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan: 'Kami mendengar dan menurut, dan dengarlah dan perhatikanlah kami', tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis" ( QS 4 : 46).
"Tetapi karena mereka melanggar janjinya, kami kutuki mereka, dan kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merubah perkataan (Allah) dan tempat-tempatnya, dan mereka sengaja melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan mereka kecuali sedikit yang tidak berkhianat, maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik" ( QS 5 : 13).
"Wahai Rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekufurannya, yaitu di antara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka: 'Kami telah beriman', padahal hati mereka belum beriman; dan juga di antara orang-orang Yahudi. (Orang-orang Yahudi) itu amat suka mendengarkan berita bohong dan amat suka mendengarkan perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; mereka mengubah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. Mereka mengatakan: 'Jika diberikan ini (yang sudah diubah-ubah oleh mereka) kepadamu, maka terimalah dan jika kamu diberi yang bukan ini maka hati-hatilah'". ( QS 5 : 41).
William Montgomery Watt berpendapat frase yang samar-samar "mengubah kata-kata dari tempat-tempatnya" dengan sengaja digunakan, sebab kata Arab mawadhi dapat berarti "tempat" atau "tujuan."
Akhir dari ayat-ayat di atas kemungkinan memberi preferensi yang agaknya menganggap rendah "tempat-tempat" sebagai suatu perubahan, karena secara literer "mengubah kata-kata dari tempat-tempatnya", dan ini dapat berarti "ke tempat-tempatnya (tujuan-tujuannya) pada keadaan-keadaannya."
Akhir dari ayat-ayat di atas juga nyaris bermakna misterius dan tidak meyakini ketentuan "kesimpulan-kesimpulannya" yang diberikan pada komentar-komentar tersebut, namun arti ini tidak relevan digunakan di sini.
"Penting untuk dicatat bahwa perubahan ini adalah hal yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi Madinah yang sezaman dengan Nabi Muhammad dan kesan ini diberikan hingga apa yang mereka ubah itu hanyalah ayat-ayat (surat-surat) tertentu dan bukan Taurat yang sesungguhnya," ujar William Montgomery Watt.
"Manuskrip-manuskrip Bibel masih tetap ada sebelum Muhammad, namun secara absolut tidak dikatakan di dalam Al-Qur'an hingga di satu waktu seluruh kitab Bibel itu telah diubah di masa lampau sebelumnya. Maka tidak ada kolusi yang dilakukan antara orang-orang Kristen dan orang-orang Yahudi yang terpenting dalam rangka mengubah kitab Perjanjian Lama," tambahnya.
Selanjutnya, berikut selengkapnya tulisan William Montgomery Watt tersebut:
Perlu juga dicatat bahwa contoh-contoh yang diberikan pada Al-Qur'an 4: 46, bukan kutipan dari Bibel melainkan trik-trik verbal yang dimainkan oleh orang-orang Yahudi Madinah atas kaum muslimin.
Contoh pertama di atas itu adalah memperbaiki umat Islam dengan mempergunakan kesamaan pendengaran antara orang Yahudi "kami mendengar dan menuruti" (sami'u wa 'ashinu) dan bahasa Arab menyebutkan sami'na wa ashayna.
Contoh kedua adalah tidak jelas dan cenderung menyimpang. Contoh ketiga, Al-Qur'an rupanya hendak menyetop orang-orang Yahudi yang mengatakan: "perhatikanlah kami" (ra'ina), sebab menyerupai perjalanan orang Yahudi kepada "kejahatan" (ra'). Maka di sini jelas tidak ada yang menjelaskan perubahan terhadap kitab suci atau ajaran kitab suci.
Tuduhan lain dilakukan Al-Qur'an untuk menyerang orang-orang Yahudi Madinah karena mereka ini telah merubah teks Taurat pada saat mereka menceritakan ayat-ayat tersebut kepada umat Islam dengan "memutar-mutar lidah mereka."
Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al-Kitab, padahal dia bukan dari Al-Kitab dan mereka mengatakan: "Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah, sedang mereka mengetahui ( QS 3 : 78).
Mereka berkata telah menyalin ayat itu secara benar ketika menyebutkan salinan-salinan itu ternyata untuk menyalahkan:
Maka kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: "Ini dari Allah," (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka akibat apa yang mereka kerjakan ( QS 2 : 79).
Kemungkinan perubahan-perubahan itu dilakukan dalam penuturan dan salinan yang ditunjukkan pada saat Al-Qur'an menyatakan "membuat kesalahan terhadap Tuhan" pada sejumlah ayat-ayat.
Hal ini menjadi jumlah total materi Al-Qur'an yang relevan dengan persoalan pemalsuan kitab agama Yahudi dan kitab agama Kristen. Ini juga berarti tidak mendukung pandangan mereka yang secara ekstensif telah dirubah di masa lampau sebelum masa manuskrip-manuskrip kita. Bahkan ini hanya menjadi bentuk pandangan yang dapat dipercaya dalam cahaya evidensi manuskrip.
Sejauh tidak ada studi terinci di mana ajaran kitab suci yang diubah ini dielaborasi, maka segeralah sang komentator, Mujahid (meninggal tahun 721 Masehi), sebagaimana yang dikisahkan oleh Thabari, rupanya telah mengambil pandangan bahwa ayat-ayat yang menggunakan kata yusharifuna di atas secara implisit menyatakan perubahan umum terhadap kitab suci taurat.
Petunjuk awal lain yang dilaporkan oleh Catholicos Timothy dalam diskusi-diskusinya tentang Khalifah al Mahdi kira-kira tahun 781 Masehi.
Khalifah al Mahdi mengatakan adanya perubahan umum terhadap kitab suci dan khususnya menjelaskan penghilangan ayat-ayat yang meramalkan akan datangnya Muhammad sebagai Nabi. Pernyataan ini secara implisit menjelaskan terjadinya perubahan teks kitab suci secara aktual.
Akhimya ada dua bentuk ajaran pokok dalam perubahan ini. Banyak ilmuwan mempertahankkan pendapat bahwa telah terjadi perubahan besar-besaran atas teks kitab suci. Suatu pandangan yang telah lama dijelaskan secara terinci dan dibela oleh Ibn Hazm (meninggal tahun 1064 Masehi).
Kendatipun demikian, ilmuwan-ilmuwan lain mengambil pandangan yang lebih ringan dan berpegang dengan pendirian bahwa bukannya teks melainkan hanya penafsirannya yang telah diubah. Rupanya pandangan terakhir ini adalah pandangan yang diadopsi oleh al-Qasim Ibn Ibrahim (meninggal tahun 860 Masehi) dalam "Sanggahan Umat Kristen."
Ada pula pandangan-pandangan yang bersifat tengah-tengah. Tidak adanya persetujuan terhadap apa yang tepat, dimaksudkan bukan oleh materi perubahan yang dilakukan. Agaknya cukup untuk mengatakan kepada seorang Kristen "kitab suci anda telah berubah dari aslinya atau palsu" dan itulah argumen yang disangkal.
Dalam buku yang diterjemahkan Zaimudin berjudul "Titik Temu Islam dan Kristen, Persepsi dan Salah Persepsi" (Gaya Media Pratama, 1996), William Montgomery Watt mengatakan pengubahan ini dilakukan tidak lama setelah kitab Taurat dan Injil yang sebenamya asli diterima oleh Nabi Musa dan Nabi Isa secara berturut-turut. Hal ini memudahkan bagi umat Islam untuk menepis berbagai argumen dari umat Kristen yang didasarkan atas kitab Bibel.
Sekadar mengingatkan William Montgomery Watt adalah seorang penulis barat tentang Islam. Ia pernah mendapatkan gelar "Emiritus Professor," gelar penghormatan tertinggi bagi seorang ilmuwan. Gelar ini diberikan kepadanya oleh Universitas Edinburgh. Penghormatan ini diberikan kepada Watt atas keahliannya di bidang bahasa Arab dan Kajian Islam (Islamic Studies).
Menurutnya, klaim bahwa ajaran Kristen ini telah dikorupsi atau "berubah" --tahrif-- diketemukan di dalam Al-Qur'an. Ada empat ayat Al-Qur'an yang memakai kata yuharrifuna yang merupakan bentuk kata kerja dari kata tahrif sebagai masdarnya.
Pengujian keempat ayat ini menunjukkan bahwa keempat ayat itu tidak mengandung pengertian sebagai perubahan ajaran yang universal. Dalam terjemahan "mengubah" atau "mengganti" digunakan untuk mengalih-bahasakan kata yuharrifuna itu.
"Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubah-nya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui" ( QS 2 : 75).
"Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah (arti kata untuk menambah dan mengurangi) perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata: 'Kami mendengar tetapi kami tidak mau menurutinya." Dan (mereka mengatakan pula): 'Dengarlah', sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa.' Dan (mereka mengatakan): 'Ra'ina' (sudilah kamu memperhatikan kami) dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan: 'Kami mendengar dan menurut, dan dengarlah dan perhatikanlah kami', tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis" ( QS 4 : 46).
"Tetapi karena mereka melanggar janjinya, kami kutuki mereka, dan kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merubah perkataan (Allah) dan tempat-tempatnya, dan mereka sengaja melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan mereka kecuali sedikit yang tidak berkhianat, maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik" ( QS 5 : 13).
"Wahai Rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekufurannya, yaitu di antara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka: 'Kami telah beriman', padahal hati mereka belum beriman; dan juga di antara orang-orang Yahudi. (Orang-orang Yahudi) itu amat suka mendengarkan berita bohong dan amat suka mendengarkan perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; mereka mengubah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. Mereka mengatakan: 'Jika diberikan ini (yang sudah diubah-ubah oleh mereka) kepadamu, maka terimalah dan jika kamu diberi yang bukan ini maka hati-hatilah'". ( QS 5 : 41).
William Montgomery Watt berpendapat frase yang samar-samar "mengubah kata-kata dari tempat-tempatnya" dengan sengaja digunakan, sebab kata Arab mawadhi dapat berarti "tempat" atau "tujuan."
Akhir dari ayat-ayat di atas kemungkinan memberi preferensi yang agaknya menganggap rendah "tempat-tempat" sebagai suatu perubahan, karena secara literer "mengubah kata-kata dari tempat-tempatnya", dan ini dapat berarti "ke tempat-tempatnya (tujuan-tujuannya) pada keadaan-keadaannya."
Akhir dari ayat-ayat di atas juga nyaris bermakna misterius dan tidak meyakini ketentuan "kesimpulan-kesimpulannya" yang diberikan pada komentar-komentar tersebut, namun arti ini tidak relevan digunakan di sini.
"Penting untuk dicatat bahwa perubahan ini adalah hal yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi Madinah yang sezaman dengan Nabi Muhammad dan kesan ini diberikan hingga apa yang mereka ubah itu hanyalah ayat-ayat (surat-surat) tertentu dan bukan Taurat yang sesungguhnya," ujar William Montgomery Watt.
"Manuskrip-manuskrip Bibel masih tetap ada sebelum Muhammad, namun secara absolut tidak dikatakan di dalam Al-Qur'an hingga di satu waktu seluruh kitab Bibel itu telah diubah di masa lampau sebelumnya. Maka tidak ada kolusi yang dilakukan antara orang-orang Kristen dan orang-orang Yahudi yang terpenting dalam rangka mengubah kitab Perjanjian Lama," tambahnya.
Selanjutnya, berikut selengkapnya tulisan William Montgomery Watt tersebut:
Perlu juga dicatat bahwa contoh-contoh yang diberikan pada Al-Qur'an 4: 46, bukan kutipan dari Bibel melainkan trik-trik verbal yang dimainkan oleh orang-orang Yahudi Madinah atas kaum muslimin.
Contoh pertama di atas itu adalah memperbaiki umat Islam dengan mempergunakan kesamaan pendengaran antara orang Yahudi "kami mendengar dan menuruti" (sami'u wa 'ashinu) dan bahasa Arab menyebutkan sami'na wa ashayna.
Contoh kedua adalah tidak jelas dan cenderung menyimpang. Contoh ketiga, Al-Qur'an rupanya hendak menyetop orang-orang Yahudi yang mengatakan: "perhatikanlah kami" (ra'ina), sebab menyerupai perjalanan orang Yahudi kepada "kejahatan" (ra'). Maka di sini jelas tidak ada yang menjelaskan perubahan terhadap kitab suci atau ajaran kitab suci.
Tuduhan lain dilakukan Al-Qur'an untuk menyerang orang-orang Yahudi Madinah karena mereka ini telah merubah teks Taurat pada saat mereka menceritakan ayat-ayat tersebut kepada umat Islam dengan "memutar-mutar lidah mereka."
Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al-Kitab, padahal dia bukan dari Al-Kitab dan mereka mengatakan: "Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah, sedang mereka mengetahui ( QS 3 : 78).
Mereka berkata telah menyalin ayat itu secara benar ketika menyebutkan salinan-salinan itu ternyata untuk menyalahkan:
Maka kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: "Ini dari Allah," (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka akibat apa yang mereka kerjakan ( QS 2 : 79).
Kemungkinan perubahan-perubahan itu dilakukan dalam penuturan dan salinan yang ditunjukkan pada saat Al-Qur'an menyatakan "membuat kesalahan terhadap Tuhan" pada sejumlah ayat-ayat.
Hal ini menjadi jumlah total materi Al-Qur'an yang relevan dengan persoalan pemalsuan kitab agama Yahudi dan kitab agama Kristen. Ini juga berarti tidak mendukung pandangan mereka yang secara ekstensif telah dirubah di masa lampau sebelum masa manuskrip-manuskrip kita. Bahkan ini hanya menjadi bentuk pandangan yang dapat dipercaya dalam cahaya evidensi manuskrip.
Sejauh tidak ada studi terinci di mana ajaran kitab suci yang diubah ini dielaborasi, maka segeralah sang komentator, Mujahid (meninggal tahun 721 Masehi), sebagaimana yang dikisahkan oleh Thabari, rupanya telah mengambil pandangan bahwa ayat-ayat yang menggunakan kata yusharifuna di atas secara implisit menyatakan perubahan umum terhadap kitab suci taurat.
Petunjuk awal lain yang dilaporkan oleh Catholicos Timothy dalam diskusi-diskusinya tentang Khalifah al Mahdi kira-kira tahun 781 Masehi.
Khalifah al Mahdi mengatakan adanya perubahan umum terhadap kitab suci dan khususnya menjelaskan penghilangan ayat-ayat yang meramalkan akan datangnya Muhammad sebagai Nabi. Pernyataan ini secara implisit menjelaskan terjadinya perubahan teks kitab suci secara aktual.
Akhimya ada dua bentuk ajaran pokok dalam perubahan ini. Banyak ilmuwan mempertahankkan pendapat bahwa telah terjadi perubahan besar-besaran atas teks kitab suci. Suatu pandangan yang telah lama dijelaskan secara terinci dan dibela oleh Ibn Hazm (meninggal tahun 1064 Masehi).
Kendatipun demikian, ilmuwan-ilmuwan lain mengambil pandangan yang lebih ringan dan berpegang dengan pendirian bahwa bukannya teks melainkan hanya penafsirannya yang telah diubah. Rupanya pandangan terakhir ini adalah pandangan yang diadopsi oleh al-Qasim Ibn Ibrahim (meninggal tahun 860 Masehi) dalam "Sanggahan Umat Kristen."
Ada pula pandangan-pandangan yang bersifat tengah-tengah. Tidak adanya persetujuan terhadap apa yang tepat, dimaksudkan bukan oleh materi perubahan yang dilakukan. Agaknya cukup untuk mengatakan kepada seorang Kristen "kitab suci anda telah berubah dari aslinya atau palsu" dan itulah argumen yang disangkal.
(mhy)