Rasulullah SAW Layak Dipuji di Langit dan Bumi
A
A
A
Ustaz Salim A Fillah mengajak semua orang agar menjaga lisan dan tidak berucap buruk tentang Nabi mulia Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (SAW).
"Aku ingin agar dia dipuji, di langit dan di bumi," demikian kalimat pembuka Ustaz Salim A Fillah dalam postingannya di Instagram @salimafillah, Selasa (3/12/2019).
Ustaz Salim bercerita, begitu 'Abdul Muthalib berkata sembari menimang sang bayi yang berwajah cahaya. Senyumnya bangga, rautnya gembira, air mukanya renjana. Dengan teguh dijawabnya para tetua Quraisy yang tadi menggugat, "Mengapa kauberi nama dia Muhammad, nama yang tak pernah digunakan oleh para leluhur kita yang hebat?"
"Ya, beliaulah Rasulullah Muhammad SAW yang terpuji di langit dan bumi. Bagaimana kita menghormati namanya?" kata dai yang juga penulis buku islami itu.
Seorang Syaikh yang mengajar di Jami'ah Ummul Qura, Makkah berkisah, bahwa beliau pernah mengisi daurah di Bosnia. Tema yang dibawakan adalah tentang kemuliaan Rasulullah SAW. Tampak seorang Bapak yang mengajak beberapa putranya turut hadir tak henti menangis sepanjang pemaparan. Anak-anaknya juga tunduk menyimak khusyu'.
Seusai daurah, sang Syaikh mengajak si bapak berkenalan. Masih dengan airmata berlelehan di pipi, si bapak menyampaikan betapa malunya dia kepada Rasulullah SAW atas cinta beliau kepada ummat. Dia sangat ingin mencintai Rasulullah SAW sebagaimana beliau mencintai ummatnya.
Ketika perkenalan terjadi dan nama para putra si Bapak disebutkan, sang Syaikh bertanya dengan heran, "Kalau Anda sangat ingin mencintai Rasulullah, mengapa tak satupun di antara putra Anda diberi nama Muhammad?"
"Justru karena aku sangat ingin menghormati Rasulullah SAW," jawab si Bapak terbata dan berkaca-kaca, "Aku tak menamai mereka dengan nama beliau SAW. Sebab aku takut, jika suatu kali aku marah kepada mereka, aku akan memanggil nama mereka dengan kasar, atau menghardik, atau membentak. Sungguh, nama Muhammad SAW terlalu mulia untuk diseru dengan intonasi keras ataupun nada tinggi. Demi Allah ya Syaikh, aku malu. Aku tidak berani".
Kini ganti sang Syaikh berkaca-kaca kala bercerita. "Wahai Bapak, bagaimanakah kami ini di negeri kami? Kami memanggil dan membentak semua orang, dari pelayan rumah makan hingga tukang sapu dengan berteriak, "Muhammad!"
Duhai, di manakah kita dalam cinta? Penghormatan dari hati, ada dengan memakai nama ataupun tidak. Tapi mari jaga lisan kita dari segala ucap buruk tentangnya, meski berandai-andai atau seakan istilah kekinian.
"Aku ingin agar dia dipuji, di langit dan di bumi," demikian kalimat pembuka Ustaz Salim A Fillah dalam postingannya di Instagram @salimafillah, Selasa (3/12/2019).
Ustaz Salim bercerita, begitu 'Abdul Muthalib berkata sembari menimang sang bayi yang berwajah cahaya. Senyumnya bangga, rautnya gembira, air mukanya renjana. Dengan teguh dijawabnya para tetua Quraisy yang tadi menggugat, "Mengapa kauberi nama dia Muhammad, nama yang tak pernah digunakan oleh para leluhur kita yang hebat?"
"Ya, beliaulah Rasulullah Muhammad SAW yang terpuji di langit dan bumi. Bagaimana kita menghormati namanya?" kata dai yang juga penulis buku islami itu.
Seorang Syaikh yang mengajar di Jami'ah Ummul Qura, Makkah berkisah, bahwa beliau pernah mengisi daurah di Bosnia. Tema yang dibawakan adalah tentang kemuliaan Rasulullah SAW. Tampak seorang Bapak yang mengajak beberapa putranya turut hadir tak henti menangis sepanjang pemaparan. Anak-anaknya juga tunduk menyimak khusyu'.
Seusai daurah, sang Syaikh mengajak si bapak berkenalan. Masih dengan airmata berlelehan di pipi, si bapak menyampaikan betapa malunya dia kepada Rasulullah SAW atas cinta beliau kepada ummat. Dia sangat ingin mencintai Rasulullah SAW sebagaimana beliau mencintai ummatnya.
Ketika perkenalan terjadi dan nama para putra si Bapak disebutkan, sang Syaikh bertanya dengan heran, "Kalau Anda sangat ingin mencintai Rasulullah, mengapa tak satupun di antara putra Anda diberi nama Muhammad?"
"Justru karena aku sangat ingin menghormati Rasulullah SAW," jawab si Bapak terbata dan berkaca-kaca, "Aku tak menamai mereka dengan nama beliau SAW. Sebab aku takut, jika suatu kali aku marah kepada mereka, aku akan memanggil nama mereka dengan kasar, atau menghardik, atau membentak. Sungguh, nama Muhammad SAW terlalu mulia untuk diseru dengan intonasi keras ataupun nada tinggi. Demi Allah ya Syaikh, aku malu. Aku tidak berani".
Kini ganti sang Syaikh berkaca-kaca kala bercerita. "Wahai Bapak, bagaimanakah kami ini di negeri kami? Kami memanggil dan membentak semua orang, dari pelayan rumah makan hingga tukang sapu dengan berteriak, "Muhammad!"
Duhai, di manakah kita dalam cinta? Penghormatan dari hati, ada dengan memakai nama ataupun tidak. Tapi mari jaga lisan kita dari segala ucap buruk tentangnya, meski berandai-andai atau seakan istilah kekinian.
(rhs)