Hukum Meninggalkan Salat Jumat dan Ancamannya

Jum'at, 06 Maret 2020 - 05:15 WIB
Hukum Meninggalkan Salat Jumat dan Ancamannya
Hukum Meninggalkan Salat Jumat dan Ancamannya
A A A
Dulu, di masa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam (SAW), seorang lelaki yang sudah tua harus dibopong ke masjid sampai ia berdiri di tengah-tengah shaf. Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu (RA) berkata, "Sungguh aku telah menyaksikan, bahwasanya kami tidak seorang pun yang ketinggalan salat berjamaah, kecuali ia seorang munafik yang sudah jelas kemunafikannya.

Begitu hebatnya perhatian para sahabat terhadap salat berjamaah. Kalau ancaman keras ditujukan bagi yang meninggalkan salat berjamaah, lalu bagaimana dengan orang yang meninggalkan Salat Jumat yang hukumnya fardhu 'ain?

Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ تَرَكَ ثَلَاثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ

"Siapa yang meninggalkan salat Jumat tiga kali berturut-turut dengan meremehkannya, maka Allah tutup hatinya." (HR Abu Daud, Tirmidzi, dan An-Nasai).

Menurut Habib Ahmad bin Novel bin Jindan (Pengasuh Al-Hawthah Al-Jindaniyah) yang menukil kalam Al-Allamah Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad menyebutkan, apabila meninggalkan salat Jumat karena udzur (berhalangan), kalau udzurnya benar, ia telah gugur kewajibannya. Namun pahalanya tidak dapat diperoleh kecuali jika perbuatan itu dikerjakan.

Terkadang pahala bisa diperoleh bagi orang yang sama sekali tidak hadir karena benar-benar uzur. Seperti uzur buang-buang air tiada henti-hentinya atau dipenjara secara zalim dan lain sebagainya. Ataupun orang yang berhalangan karena merawat orang sakit. Orang semacam ini, apabila berhalangan disertai perasaan sedih dan penyesalan karena tidak bisa Salat Jumat maka tetap akan mendapatkan pahalanya.

Sesungguhnya seorang mukmin yang sempurna tidak akan meninggalkan apapun yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah Ta'ala. Namun hal ini jarang sekali ditemui. Karena itu, di kalangan auliya Allah, mereka mau menanggung beban melakukan perbuatan untuk mendekatkan diri kepada Allah yang tidak bisa dipikul oleh gunung yang kokoh.

Adapun orang-orang yang lemah imannya, sedikit keyakinannya, kurang makrifatnya kepada Allah tidak peduli meninggalkan apa yang Allah wajibkan baginya, kecuali hanya untuk menggugurkan kewajiban saja.

Sebagaimana firman Allah:

ولكل درجات مما عملوا وليفيهم أعمالهم وهم لا يظلمون

"Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan. Dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan." (QS. Al-Ahqaaf ayat 19).

Ancaman Bagi yang Tidak Salat

Setiap suami hendaknya mengajak anak, istri dan tanggugannya untuk mengerjakan salat lima waktu. Apabila seorang dari mereka tidak mau mengerjakannya, berilah nasihati dan peringatan. Apabila tidak mau juga, hendaknya memukulnya dan bersikap keras kepadanya.

Jikalau masih menolak dan bersikeras tidak mau melakukannya, maka hendaknya engkau memutusnya dan berpaling darinya. Karena orang yang meninggalkan salat adalah setan yang jauh dari rahmat Allah, yang wajib dimusuhi oleh setiap muslim. Baginda Rasulullah SAW bersabda:

العهد الذي بيننا وبينهم الصلاة فمن تركها فقد أشرك

"Perjanjian antara kita dan mereka adalah salat. Maka barangsiapa yang meninggalkannya berarti ia telah musyrik."

Dalam hadis lain, Nabi SAW bersabda:

لا دين لمن لا صلاة له وانما مثل الصلاة من الدين كمثل الرأس من الجسد

"Tidak ada agama bagi orang yang tidak melaksanakan salat dan adapun perumpamaan salat dalam agama seperti kepala bagi tubuh."

Jauhi Kesibukan Dunia pada Hari Jumat
Luangkanlah waktu pada Hari Jumat dari segala kesibukan dunia. Jadikanlah hari yang mulia ini murni untuk akhiratmu. Jangan kau sibukkan hari Jumat kecuali dalam hal yang baik.

Sebaik-baik pendekatan ketika waktu ijabah adalah hari Jumat di mana seorang muslim meminta kepada Allah suatu kebaikan dan berlindung dari keburukan kecuali Allah akan mengijabahnya. Hendaknya bersegera ke masjid untuk menunaikan salat Jumat walaupun berangkat dari sebelum terbitnya matahari.

Kemudian mendekat ke mimbar, diam saat khutbah dan hati-hatilah dari menyibukkan diri dengan berzikir dan berfikir saat khutbah berlangsung. Terlebih dari bercanda dan mengkhayal. "Rasakan dalam dirimu bahwa engkaulah obyek dari semua yang didengar baik nasihat maupun wasiat," kata Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam nasihatnya.

Beliau menganjurkan agar membaca amalan berikut setelah salam dalam keadaan kaki belum berubah dan sebelum diselingi dengan pembicaraan. Yaitu Surah Al-Fatihah, Al-Ikhlas dan Mu'awidzatain (Al-Falaq dan An-Naas) sebanyak 7 kali.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3508 seconds (0.1#10.140)