Menyongsong Ramadhan Bagai Meniti Perjalanan Menuju Puncak
A
A
A
RAMADHAN sebentar lagi. Puasa wajib bagi orang-orang beriman diperkirakan bakal jatuh pada tanggal 24 April 2020. Kini menjelang pertengahan Sya'ban atau Nisfu Sya'ban .
Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) menetapkan, malam Nisfu Sya'ban 1441 H jatuh pada Rabu 8 April 2020.
Sya'ban adalah bulan kedelapan dalam penanggalan hijriyah. Secara bahasa kata " sya'ban " mempunyai arti "berkelompok". Nama ini disesuaikan dengan tradisi bangsa Arab yang berkelompok mencari nafkah pada bulan itu.
Kata “ sya’ban ” juga berasal dari kata syi'ab bisa dimaknai sebagai jalan setapak menuju puncak. Artinya bulan Sya'ban adalah bulan persiapan yang disediakan oleh Allah subhanahu wata’ala (SWT) kepada hamba-Nya untuk menapaki dan menjelajahi keimanannya sebagai persiapan menghadapi puncak bulan Ramadhan .
Meniti perjalanan menuju puncak bukanlah hal yang mudah. Minimal memerlukan persiapan-persiapan yang terkadang sangat melelahkan dan menguras energi. Ingatlah pekerjaan mendaki gunung yang mengharuskan berbagai macam pelatihan. Begitu pula meniti langkah menuju puncak selama bulan Sya'ban , tentunya pendakian itu mengharuskan kesungguhan hati dan niat yang suci.
Mendaki adalah usaha menuju yang lebih tinggi yang harus dilalui dengan susah dan payah. Kepayahan itu akan terasa ketika kita memilih berpuasa di bulan Sya'ban sebagai bentuk pendakian menuju puncak, persiapan menyambut bulan suci Ramadhan.
Sya'ban termasuk bulan yang dimuliakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (SAW) selain bulan yang empat, yaitu Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Salah satu cara Rasulullah SAW memuliakan Syaban adalah beliau banyak berpuasa pada bulan ini.
Pada hari-hari terakhir bulan Sya'ban , Rasulullah selalu mengingatkan akan datangnya bulan Ramadhan. Ia selalu mempersiapkan untuk menyambut kedatangan bulan suci umat Islam tersebut dengan suka cita.
Para ulama terdahulu (salaf) jauh-jauh hari sebelum datangnya bulan Ramadhan , mereka berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah agar mereka mencapai bulan yang mulia tersebut. Karena mencapai bulan Ramadhan merupakan nikmat yang besar bagi orang-orang yang dianugerahi taufik oleh Allah.
Mu’alla bin al-Fadhl berkata, “Dulunya (para ulama salaf) berdoa kepada Allah selama enam bulan sebelum Ramadhan agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan . Kemudian mereka berdoa kepada-Nya selama enam bulan berikutnya setelah Ramadhan agar Allah berkenan menerima amal-amal saleh yang mereka kerjakan dalam bukan Ramadhan .”
Maka hendaknya setiap Muslim selayaknya mengambil teladan dari para ulama terdahulu dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan , dengan bersungguh-sungguh berdoa dan mempersiapkan diri untuk mendulang pahala kebaikan, pengampunan serta keridhaan dari Allah SWT. Hal itu juga agar kelak di akhirat akan merasakan kebahagiaan dan kegembiraan besar ketika bertemu Allah dan mendapatkan ganjaran yang sempurna dari amal kebaikan mereka.
Persiapan Diri
Bercermin dari apa yang dilakukan Rasulullah dan pada ulama itu, sebelum kita berpuasa, kita juga harus mempersiapkan diri. Persiapan diri ini meliputi:
Pertama, persiapan ruh dan jasad. Dengan cara mengondisikan diri agar pada bulan Sya’ban kita telah terbiasa dengan berpuasa.
Kedua, persiapan keilmuan. Maksudnya adalah mengkaji dan mengulang tentang puasa dan hal-hal yang membatalkan dan yang dibolehkan atau tidak perlu dilakukan serta melakukan Qiyam Ramadhan.
Ketiga, persiapan fisik material, yaitu mengemasi segala sarana-prasarana penunjang kegiatan Ramadhan.
Dua Program
Seperti dikutip dari buku 'Kesempurnaan Ibadah Ramadhan', Rasulullah melakukannya melalui dua program. Pertama, Nabi Muhammad SAW menyampaikan berita gembira pada para sahabat dengan kedatangan bulan Ramadhan. Kedua, beliau mengabarkan keutamaan dan keistimewaan bulan ini.
Beliau juga menyuruh umat untuk mengucapkan selamat datang padanya. "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, penghulu segala bulan, maka (ucapkan) selamat datanglah kepadanya, (ia) akan datang membawa berbagai keberkahan. Maka alangkah mulialah bulan penghujung yang pasti datang,".
Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda,
اَتَاكُمْ رَمَضَانُ سَيِّدُ الشُّهُوْرِ فَمَرْحَبًا بِهِ وَاَهْلاً جَاءَ شَهْرُ الصِّيَامِ بِالبَرَكَاتِ فَاكْرِمْ بِهِ مِنْ رَائِرٍ هُوَ اَتٍ
“Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, penghulu segala bulan. Maka selamat datanglah kepadanya. Telah datang bulan shaum membawa segala rupa keberkahan. Maka alangkah mulianya tamu yang datang itu.” (HR. Ath-Thabrani).
Pada hadis lain disebutkan,
قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ كَتَبَ اللّهُ عَلَيْكُمْ صِيَا مُهُ فِيْهِ تُفْتَحُ اَبْوَابَ الجِنَانِ وَتُغْلَقُ اَبْوَابُ الجَحِيْمِ وَتُغَلُّ فِيْهِ الشَّيَاطِيْنُ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ اَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرُ هَا فَقَدْ حُرِمَ
“Sungguh telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang diberkati. Allah telah mewajibkan atas kalian shaum padanya. Di dalamnya dibuka lebar-lebar pintu-pintu surga, dan dikunci rapat-rapat pintu-pintu neraka, dan dibelenggu setan-setan. Di dalamnya ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Siapa tidak diberikan kepadanya kebajikan pada malam itu, berarti diharamkan baginya segala rupa kebajikan.” (HR. Ahmad, An-Nasa’i, dan Al-Baihaqi, dari Abu Hurairah).
Itulah, tamu agung nan mulia, bulan suci Ramadhan, bulan diwajibkannya berpuasa Ramadhan sebulan penuh, seperti perintah Allah,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kamu puasa,sebagaimana juga pernah di wajibkan atas umat-umat sebelum kamu semua itu agar kamu menjadi orang yang bertaqwa”. (Qs. Al-Baqarah [2]: 183).
Bulan Ramadhan yang penuh kemuliaan dan keberkahan, padanya dilipatgandakan amal-amal kebaikan dan disyariatkan amal-amal ibadah yang agung.
Wajar saja jika bulan ini menjadi kesempatan berharga yang ditunggu-tunggu oleh orang-orang yang beriman kepada Allah dan ingin meraih ridha-Nya. Sehingga kaum Muslimin menyambut tamu agung tersebut dengan sebaik-baiknya.
Imam Ibnu Rajab menyebutkan, “Bagaimana mungkin orang beriman tidak gembira dengan dibukanya pintu-pintu surga? Bagaimana mungkin orang yang pernah berbuat dosa dan ingin bertobat serta kembali kepada Allah Ta’ala tidak gembira dengan ditutupnya pintu-pintu neraka? Dan bagaimana mungkin orang yang berakal tidak gembira ketika para setan dibelenggu?”
Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) menetapkan, malam Nisfu Sya'ban 1441 H jatuh pada Rabu 8 April 2020.
Sya'ban adalah bulan kedelapan dalam penanggalan hijriyah. Secara bahasa kata " sya'ban " mempunyai arti "berkelompok". Nama ini disesuaikan dengan tradisi bangsa Arab yang berkelompok mencari nafkah pada bulan itu.
Kata “ sya’ban ” juga berasal dari kata syi'ab bisa dimaknai sebagai jalan setapak menuju puncak. Artinya bulan Sya'ban adalah bulan persiapan yang disediakan oleh Allah subhanahu wata’ala (SWT) kepada hamba-Nya untuk menapaki dan menjelajahi keimanannya sebagai persiapan menghadapi puncak bulan Ramadhan .
Meniti perjalanan menuju puncak bukanlah hal yang mudah. Minimal memerlukan persiapan-persiapan yang terkadang sangat melelahkan dan menguras energi. Ingatlah pekerjaan mendaki gunung yang mengharuskan berbagai macam pelatihan. Begitu pula meniti langkah menuju puncak selama bulan Sya'ban , tentunya pendakian itu mengharuskan kesungguhan hati dan niat yang suci.
Mendaki adalah usaha menuju yang lebih tinggi yang harus dilalui dengan susah dan payah. Kepayahan itu akan terasa ketika kita memilih berpuasa di bulan Sya'ban sebagai bentuk pendakian menuju puncak, persiapan menyambut bulan suci Ramadhan.
Sya'ban termasuk bulan yang dimuliakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (SAW) selain bulan yang empat, yaitu Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Salah satu cara Rasulullah SAW memuliakan Syaban adalah beliau banyak berpuasa pada bulan ini.
Pada hari-hari terakhir bulan Sya'ban , Rasulullah selalu mengingatkan akan datangnya bulan Ramadhan. Ia selalu mempersiapkan untuk menyambut kedatangan bulan suci umat Islam tersebut dengan suka cita.
Para ulama terdahulu (salaf) jauh-jauh hari sebelum datangnya bulan Ramadhan , mereka berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah agar mereka mencapai bulan yang mulia tersebut. Karena mencapai bulan Ramadhan merupakan nikmat yang besar bagi orang-orang yang dianugerahi taufik oleh Allah.
Mu’alla bin al-Fadhl berkata, “Dulunya (para ulama salaf) berdoa kepada Allah selama enam bulan sebelum Ramadhan agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan . Kemudian mereka berdoa kepada-Nya selama enam bulan berikutnya setelah Ramadhan agar Allah berkenan menerima amal-amal saleh yang mereka kerjakan dalam bukan Ramadhan .”
Maka hendaknya setiap Muslim selayaknya mengambil teladan dari para ulama terdahulu dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan , dengan bersungguh-sungguh berdoa dan mempersiapkan diri untuk mendulang pahala kebaikan, pengampunan serta keridhaan dari Allah SWT. Hal itu juga agar kelak di akhirat akan merasakan kebahagiaan dan kegembiraan besar ketika bertemu Allah dan mendapatkan ganjaran yang sempurna dari amal kebaikan mereka.
Persiapan Diri
Bercermin dari apa yang dilakukan Rasulullah dan pada ulama itu, sebelum kita berpuasa, kita juga harus mempersiapkan diri. Persiapan diri ini meliputi:
Pertama, persiapan ruh dan jasad. Dengan cara mengondisikan diri agar pada bulan Sya’ban kita telah terbiasa dengan berpuasa.
Kedua, persiapan keilmuan. Maksudnya adalah mengkaji dan mengulang tentang puasa dan hal-hal yang membatalkan dan yang dibolehkan atau tidak perlu dilakukan serta melakukan Qiyam Ramadhan.
Ketiga, persiapan fisik material, yaitu mengemasi segala sarana-prasarana penunjang kegiatan Ramadhan.
Dua Program
Seperti dikutip dari buku 'Kesempurnaan Ibadah Ramadhan', Rasulullah melakukannya melalui dua program. Pertama, Nabi Muhammad SAW menyampaikan berita gembira pada para sahabat dengan kedatangan bulan Ramadhan. Kedua, beliau mengabarkan keutamaan dan keistimewaan bulan ini.
Beliau juga menyuruh umat untuk mengucapkan selamat datang padanya. "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, penghulu segala bulan, maka (ucapkan) selamat datanglah kepadanya, (ia) akan datang membawa berbagai keberkahan. Maka alangkah mulialah bulan penghujung yang pasti datang,".
Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda,
اَتَاكُمْ رَمَضَانُ سَيِّدُ الشُّهُوْرِ فَمَرْحَبًا بِهِ وَاَهْلاً جَاءَ شَهْرُ الصِّيَامِ بِالبَرَكَاتِ فَاكْرِمْ بِهِ مِنْ رَائِرٍ هُوَ اَتٍ
“Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, penghulu segala bulan. Maka selamat datanglah kepadanya. Telah datang bulan shaum membawa segala rupa keberkahan. Maka alangkah mulianya tamu yang datang itu.” (HR. Ath-Thabrani).
Pada hadis lain disebutkan,
قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ كَتَبَ اللّهُ عَلَيْكُمْ صِيَا مُهُ فِيْهِ تُفْتَحُ اَبْوَابَ الجِنَانِ وَتُغْلَقُ اَبْوَابُ الجَحِيْمِ وَتُغَلُّ فِيْهِ الشَّيَاطِيْنُ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ اَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرُ هَا فَقَدْ حُرِمَ
“Sungguh telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang diberkati. Allah telah mewajibkan atas kalian shaum padanya. Di dalamnya dibuka lebar-lebar pintu-pintu surga, dan dikunci rapat-rapat pintu-pintu neraka, dan dibelenggu setan-setan. Di dalamnya ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Siapa tidak diberikan kepadanya kebajikan pada malam itu, berarti diharamkan baginya segala rupa kebajikan.” (HR. Ahmad, An-Nasa’i, dan Al-Baihaqi, dari Abu Hurairah).
Itulah, tamu agung nan mulia, bulan suci Ramadhan, bulan diwajibkannya berpuasa Ramadhan sebulan penuh, seperti perintah Allah,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kamu puasa,sebagaimana juga pernah di wajibkan atas umat-umat sebelum kamu semua itu agar kamu menjadi orang yang bertaqwa”. (Qs. Al-Baqarah [2]: 183).
Bulan Ramadhan yang penuh kemuliaan dan keberkahan, padanya dilipatgandakan amal-amal kebaikan dan disyariatkan amal-amal ibadah yang agung.
Wajar saja jika bulan ini menjadi kesempatan berharga yang ditunggu-tunggu oleh orang-orang yang beriman kepada Allah dan ingin meraih ridha-Nya. Sehingga kaum Muslimin menyambut tamu agung tersebut dengan sebaik-baiknya.
Imam Ibnu Rajab menyebutkan, “Bagaimana mungkin orang beriman tidak gembira dengan dibukanya pintu-pintu surga? Bagaimana mungkin orang yang pernah berbuat dosa dan ingin bertobat serta kembali kepada Allah Ta’ala tidak gembira dengan ditutupnya pintu-pintu neraka? Dan bagaimana mungkin orang yang berakal tidak gembira ketika para setan dibelenggu?”
(mhy)