Jalan Panjang Konstantinopel, Hagia Shophia, dan Muhammad Al-Fatih

Rabu, 15 Juli 2020 - 12:20 WIB
Muhammad Al-Fatih. Foto/Ilustrasi/Ist
JAUH sebelum dinasti Utsmani, beberapa kali kaum Muslimin berusaha menaklukkan Konstantinopel. Usaha pertama dilakukan pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan di penghujung tahun 32 H/ 653 M di bawah pasukan pimpinan Mu'awiyah Ibnu Abi Sufyan, penguasa Syam waktu itu, yang menerobos Asia Kecil hingga Bosphorus. ( )

Hal ini juga dilakukan oleh armada laut Islam pimpinan Busr ibnu Abi Artha'ah yang ingin membantu pasukan artileri Islam yang bergerak dari Tripoli Barat menuju Konstantinopel, tapi usaha itu gagal.

Usaha kedua dilakukan oleh Mu'awiyah ibnu Abi Sufyan pada tahun 44 H/ 664 M, usaha ini juga gagal.

Tahun 48 H/ 669 M, Mu’awiyah mencoba kembali. Ia mengirim pasukan besar pimpinan Sufyan Ibnu Auf yang ditemani Yazid ibn Mu’awiyah dan sejumlah sahabat terkemuka dari Muhajirin dan Anshar, seperti Abdullah ibn Abbas, Abdullah ibn Umar, Abdullah ibn Zubair dan Abu Ayyub al Anshari. ( )

Sementara itu, armada laut Islam yang berada di bawah pimpinan Busr ibn Artha'ah bergerak menerobos selat Dadanelle tanpa perlawanan.



Pengepungan kota dan laut terus berlanjut sampai tujuh tahun, tapi tanpa hasil, pasukan Muslim menarik diri ke markas pada tahun 58 H/ 678 M.

Pada tahun 96 H/ 715 M, Sulaiman ibn Abdul Malik duduk sebagai khalifah. Ia juga mencoba menaklukkan Konstantinopel. Ia memerintahkan saudaranya Maslamah ibn Abdul Malik untuk tidak meninggalkan Konstantinopel sampai berhasil menaklukkannya.

Pada permulaan tahun 98 H/ 716 M Maslamah bergerak menerobos daratan tinggi Anatolia, menduduki kota dan benteng milik Romawi, lalu mulai mengepung kota Konstantinopel.

Untuk kali kedua, pada 2 Muharram 99H/ 15 Agustus 717 M, Maslamah mengepung Konstantinopel lagi. Tapi pada beberapa minggu kemudian, yaitu pada 10 Safar 99 H, datang kabar perihal kematian Khalifah Sulaiman ibn Abdul Malik.

Selain itu, musim dingin tiba dan cuaca sangat ekstrim. Ini semua membuat Maslamah dan pasukannya menarik diri dan kembali ke Syam.

Setelah itu, tidak ada usaha lagi dari Khalifah untuk menaklukkan konstantinopel, meski pasukannya sudah pernah mendekati kota lebih dari sekali.

Harun Al-Rasyid

Perang paling populer terjadi pada masa kekhalifahan al Mahdi dari Dinasti Abbasiyah. Pada tahun 165 H/ 783 M, anak al Mahdi, Harun al Rasid, bergerak memerangi Dinasti Byzantium.

Al Rasyid menerobos dataran tinggi Anatolia hingga mencapai tepian selat Bosphorus lalu membuat markas di atas bukit Chrysopolis (Scutari) yang menghadap langsung Konstantinopel.

Waktu itu, Byzantium dipimpin Konstantin VI yang masih belia sehingga roda pemerintahan dipegang ibunya, Eyrene. Pasukan al Rasyid dapat mengalahkan musuh dan memaksa Eyrene menandatangani perjanjian damai dengan membayar upeti tahunan kepada Dinasti Abbasiyah.

Upaya pertama Dinasti Utsmani dalam menaklukkan Konstantinopel dilancarkan pada 789 H/1395 M pada masa sultan Bayazid (sang kilat).

Sultan pada saat itu melakukan perjanjian dengan kaisar dan menuntutnya untuk menyerahkan kota dengan cara damai pada kaum Muslimin. Namun kaisar mengulur-ngulur waktu dan berusaha meminta bantuan kepada negara-negara Eropa, untuk menghadang serangan tentara Islam ke Konstantinopel.

Pada saat bersamaan, tentara Mongolia di bawah pimpinan Timur Leng menyerbu wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan Utsmani.

Pasukan Timur Leng melakukan pengrusakan-pengrusakan. Peristiwa tersebut memaksa sultan Bayazid menarik mundur pasukannya dan pengepungannya pada Konstantinopel, untuk kemudian menghadapi pasukan Mongolia.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya dia berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah mendengar seseorang mengucapkan: Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu, bahwasanya Engkau adalah Allah Yang Maha Esa, yang bergantung pada-Nya segala sesuatu, yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Sungguh dia telah meminta kepada Allah dengan nama-Nya yang Agung, yang apabila diminta dengan menyebut-Nya, pasti akan diberi dan apabila berdoa dengan menyebut-Nya pasti akan dikabulkan.

(HR. Sunan Ibnu Majah No. 3847)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More