Sang Penakluk Konstantinopel yang Mewujudkan Janji Rasulullah

Kamis, 16 Juli 2020 - 05:00 WIB
Alhasil, Mehmed II berhasil membawa kemenangan dengan menaklukkan Konstantinopel dan memimpinnya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Ia melindungi seluruh rakyat di sana, baik Muslim maupun non-Muslim.

Setelah kemenangan itu, Mehmed II kemudian diberi gelar Sultan Muhammad Al Fatih, sang penakluk konstantinopel yang mewujudkan janji Rasulullah.



Mehmed II memang terkenal sebagai sultan yang saleh. Semasa hidupnya, dia tidak pernah meninggalkan salat fardu, salat sunah, salat Tahajud, dan berpuasa. Sejak ia berusia delapan tahun, ia telah menghafal Al-Quran dan menguasai tujuh bahasa berbeda, yaitu Arab, Latin, Yunani, Serbia, Turki, Parsi, dan Ibrani.

Guru Al-Fatih

Sejak kecil, dia dididik secara intensif oleh para ulama terkemuka di zamannya. Di zaman ayahnya, Sultan Murad II, guru Muhuhammad Al-Fatih adalah Syeikh Muhammad bin Isma'il Al Qurani. Dia adalah ulama Kurdi yang mempunyai keutamaan dan kecerdasan sabgat tinggi.



Prof Ali Muhammad AshShalabi dalam Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniah menyebut, Al Fatih tidak pernah membaca sesuatu sehingga ia tidak bisa mengkhatamkan al-Qur‟an.

Sultan Murrad II memberikan alat pemukul dan memberi wewenang kepada gurunya agar ia memukulnya kalau tidak patuh perintahnya. Suatu ketika al Qurani pergi menemui al Fatih dengan membawa alat pemukul dan berkata “Ayahmu mengutusku untuk memberi pengajaran dan aku akan memukul jika kamu tidak patuh terhadap perintahku”.

Waktu bertemu Muhammad dan menjelaskan tentang hak yang diberikan oleh Sultan Murad II, Muhammad tertawa, lalu dia dipukul oleh Syeikh al Qurani, dengan pukulan yang sangat keras, hingga membuat Muhammad takut dan jera. Peristiwa ini amat berkesan pada diri Muhammad lantas setelah itu dia terus menghafal al Qur’an dalam waktu yang singkat.



Syaikh al Qurani dikenal tegas terhadap penguasa ketika melanggar syari’at. Al Qurani memanggil penguasa dengan namanya langsung bukan gelarnya, berjabat tangan dan tidak mencium tangannya akan tetapi sang penguasalah yang mencium tangannya. Oleh karena itu, tidaklah aneh jika dari tangan-tangan mereka lahir orang-orang besar seperti Muhammad al Fatih (al Shalabi, 2004: 108).

Di samping al Qurani, guru Muhammad al Fatih adalah Syeikh Aaq Syamsuddin, Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Hamzah al Dimasyqi al Rumi, dilahirkan dikota Damaskus, Syria, pada 792H/1389 M dan meninggal pada tahun 863 H/1459 M. beliau merupakan keturunan khalifah Abu Bakar al Shiddiq (Alatas, 2000: 63).



Syaikh Syamsuddin, adalah seorang ulama ahli tasawwuf berasal dari negeri Syam. dia mengajar Muhammad ilmu-ilmu agama seperti al Qur’an, hadis, fiqih, bahasa (Arab, Parsi dan Turki), matematika, falak, sejarah, ilmu peperangan dan sebagainya (al Naisaburi, 1999: 87).

Disebutkan al Shalabi (2004: 109) peran yang dilakukan oleh Syeikh Aaq Syamsudin dalam membentuk kepribadian Muhammad al Fatih dan selalu mengilhaminya dengan dua perkara semenjak ia masih kecil, yaitu:

Pertama, memperkuat barisan pasukan kekuasaan Utsmani. Kedua, semenjak Muhammad al Fatih masih kecil ia selalu mengilhamkan bahwa Muhammad

Al-Fatihlah pemimpin yang dimaksud dalam hadis Rasul.

“Konstantinopel pasti akan ditaklukkan. Rajanya adalah sebaik-baik raja dan tentaranya adalah sebaik-baik tentara,” hadis itu selalu diulang-ulang.

Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Yang pertama kali yang dihisab (dihitung) dari perbuatan seorang hamba pada hari Kiamat adalah shalatnya. Jika sempurna ia beruntung dan jika tidak sempurna, maka Allah Azza wa Jalla berfirman, Lihatlah apakah hamba-Ku mempunyai amalan shalat sunnah? Bila didapati ia memiliki amalan shalat sunnah, maka Dia berfirman Lengkapilah shalat wajibnya yang kurang dengan shalat sunnahnya

(HR. Nasa'i No. 463)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More