Kisah Umar bin Khattab dan Tangisan Bayi yang Mengubah Kebijakannya
Rabu, 07 Juni 2023 - 22:22 WIB
Umar bin Khattab radhiyallahu'anhu memang dikenal sebagai pemimpin adil dan bijaksana. Pada masa kepemimpinannya, Islam berkembang hingga ke luar jazirah Arab seperti Mesir, Suriah, Persia, dan Irak.
Terdapat satu kisah beliau yang sangat menyentuh ketika mendengar tangisan bayi. Dikisahkan oleh Ustaz Ahmad Syahrin Thoriq, pengasuh Ma'had Subuluna Bontang Kaltim, suatu malam Sayyidina Umar bin Khattab radhiyallahu'anhu melintas di sebuah rumah dan mendengar tangisan seorang bayi dari dalam rumah tersebut.
Maka beliau berseru berkata kepada keluarga penghuni rumah:
اتقي الله وأحسني إلى صبيانك
"Bartakwalah kalian kepada Allah, susuilah bayi tersebut."
Ibu si anak, yang tidak menyadari bahwa yang berkata itu adalah Amirul Mukminin Umar bin Khattab menjawab ketus dari dalam rumah:
ياعبد الله قد ضايقتنى هذه الليلة إنى أدربه على الفطام ... لأن عمر لايفرض إلا للفطيم
"Wahai hamba Allah, engkau telah menggangguku malam ini. Aku sedang berusaha segera menyapih anakku. Karena Umar hanya menetapkan tunjangan untuk bayi yang telah disapih."
Mendengar itu Umar kaget. Beliau berkata dalam hatinya, "Kalau demikian hampir saja membunuh bayi itu."
Setelah itu Umar berkata: "Susuilah dia, nanti Amirul Mukminin pasti akan memberikan santunan untuknya."
Sesudah peristiwa itu, Sayyidina Umar mengubah aturan. Beliau menetapkan tambahan santunan atas setiap bayi yang baru lahir hingga disapih. Di jalan-jalan dan juga di masjid-masjid, para pegawai negara membuat pengumuman kepada masyarakat:
ألا لا تعجلوا صبيانكم على الفطام، فإنا نفرض لكل مولود في الإسلام
Artinya: "Janganlah kalian terburu-buru menyapih anak kalian. Karena kami menanggung semua biaya anak yang dilahirkan di negara Islam."
Demikianlah, tangis seorang bayi mengubah keputusan seorang kepala negara yang adil, Al-Faruq Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu. Kisah ini bersumber dari Kitab Al-Mausu'ah al Akhlaq wa Zuhd (1/379).
Dalam satu riwayat, Umar bin Khattab pernah berkata:
تَفَقَّهُوْا قَبْلَ أَنْ تُسَوَّدُوْا
Artinya: "Tafaqqahu (belajarlah agama) sebelum kalian menjadi pejabat (pemimpin)."
Ketika menjadi pemimpin, Umar bin Khattab juga tidak lepas dari kritik rakyatnya. Bahkan beliau pernah dikritik secara terbuka oleh seorang wanita tua. Ketika Umar menetapkan kebijakan pembatasan mahar, seorang wanita tua angkat bicara menolaknya, padahal Umar masih berdiri di atas mimbar.
"Wahai Amirul Mukminin, apakah engkau tidak mendengar firman Allah: 'Sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, Maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun..." (QS. An-Nisa ayat 20)
Mendengar itu, Sayyidina Umar langsung meralat keputusannya. Begitulah kebijaksanaan Umar saat menjadi pemimpin. Semoga Allah menghadirkan sosok Al-Faruq di tengah-tengah kita, pemimpin yang bisa memahami bahasa jeritan rakyatnya.
Terdapat satu kisah beliau yang sangat menyentuh ketika mendengar tangisan bayi. Dikisahkan oleh Ustaz Ahmad Syahrin Thoriq, pengasuh Ma'had Subuluna Bontang Kaltim, suatu malam Sayyidina Umar bin Khattab radhiyallahu'anhu melintas di sebuah rumah dan mendengar tangisan seorang bayi dari dalam rumah tersebut.
Maka beliau berseru berkata kepada keluarga penghuni rumah:
اتقي الله وأحسني إلى صبيانك
"Bartakwalah kalian kepada Allah, susuilah bayi tersebut."
Ibu si anak, yang tidak menyadari bahwa yang berkata itu adalah Amirul Mukminin Umar bin Khattab menjawab ketus dari dalam rumah:
ياعبد الله قد ضايقتنى هذه الليلة إنى أدربه على الفطام ... لأن عمر لايفرض إلا للفطيم
"Wahai hamba Allah, engkau telah menggangguku malam ini. Aku sedang berusaha segera menyapih anakku. Karena Umar hanya menetapkan tunjangan untuk bayi yang telah disapih."
Mendengar itu Umar kaget. Beliau berkata dalam hatinya, "Kalau demikian hampir saja membunuh bayi itu."
Setelah itu Umar berkata: "Susuilah dia, nanti Amirul Mukminin pasti akan memberikan santunan untuknya."
Sesudah peristiwa itu, Sayyidina Umar mengubah aturan. Beliau menetapkan tambahan santunan atas setiap bayi yang baru lahir hingga disapih. Di jalan-jalan dan juga di masjid-masjid, para pegawai negara membuat pengumuman kepada masyarakat:
ألا لا تعجلوا صبيانكم على الفطام، فإنا نفرض لكل مولود في الإسلام
Artinya: "Janganlah kalian terburu-buru menyapih anak kalian. Karena kami menanggung semua biaya anak yang dilahirkan di negara Islam."
Demikianlah, tangis seorang bayi mengubah keputusan seorang kepala negara yang adil, Al-Faruq Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu. Kisah ini bersumber dari Kitab Al-Mausu'ah al Akhlaq wa Zuhd (1/379).
Dalam satu riwayat, Umar bin Khattab pernah berkata:
تَفَقَّهُوْا قَبْلَ أَنْ تُسَوَّدُوْا
Artinya: "Tafaqqahu (belajarlah agama) sebelum kalian menjadi pejabat (pemimpin)."
Ketika menjadi pemimpin, Umar bin Khattab juga tidak lepas dari kritik rakyatnya. Bahkan beliau pernah dikritik secara terbuka oleh seorang wanita tua. Ketika Umar menetapkan kebijakan pembatasan mahar, seorang wanita tua angkat bicara menolaknya, padahal Umar masih berdiri di atas mimbar.
"Wahai Amirul Mukminin, apakah engkau tidak mendengar firman Allah: 'Sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, Maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun..." (QS. An-Nisa ayat 20)
Mendengar itu, Sayyidina Umar langsung meralat keputusannya. Begitulah kebijaksanaan Umar saat menjadi pemimpin. Semoga Allah menghadirkan sosok Al-Faruq di tengah-tengah kita, pemimpin yang bisa memahami bahasa jeritan rakyatnya.
(rhs)