Tujuan Ekonomi Islam dan Urgensinya Menurut Syaikh Al-Qardhawi
Kamis, 13 Juli 2023 - 06:55 WIB
Syaikh Yusuf al-Qardhaw i mengatakan selain berbeda dengan seluruh sistem buatan manusia yang ada --yaitu lebih dalam dari segi kebebasan individu pemanfaatan sosial-- sesungguhnya Islam juga berbeda dengan sistem-sistem itu di dalam roh dan asasnya, dalam tujuan dan orientasinya dan di dalam kepentingan dan fungsinya.
"Sesungguhnya dasar-dasar dari sistem Islam bukanlah buatan manusia, bukan pula ciptaan sekelompok dari manusia, tetapi ia merupakan ketentuan Allah yang Maha Mengetahui, yang menginginkan bagi hamba-Nya kemudahan dan bukan kesulitan," tulis Al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997).
Al-Qardhawi mengingatkan sesungguhnya Allah adalah Rabb bagi segala makhluk. Dia-lah yang mengatur segala sesuatu tanpa penyimpangan dan tanpa pemihakan. Dia adalah Rabbnya aghniya' dan fuqara', Rabbnya para buruh dan para pemilik profesi. Rabbnya para pemilik dan Rabbnya para penyewa. Mereka semua adalah hamba dan keluarga-Nya.
"Dia mengasihi mereka jauh lebih besar daripada kasih seorang ibu terhadap anaknya. Maka apabila Allah membuat suatu sistem hidup untuk mereka, niscaya tidak ada yang lebih adil, lebih sempurna dan lebih ideal dari rancangan Allah. Berbeda dengan sistem-sistem lainnya, yang semuanya adalah buatan manusia yang penuh dengan kekurangan dan dikuasai oleh hawa nafsu," jelasnya.
Sesungguhnya sistem-sistem itu bersifat materi murni yang menjadikan ekonomi sebagai orientasi hidupnya, menjadikan harta sebagai sesembahannya dan dunia seluruhnya menjadi pusat perhatiannya (tumpuan harapannya). Sesungguhnya kemewahan materi itulah tujuan akhir dan menjadi Firdaus yang diinginkan.
Adapun Islam, kata al-Qardhawi, dia telah menjadikan ekonomi sebagai sarana untuk mencapai tujuan besar, yaitu hendaknya manusia tidak disibukkan dengan kesusahan hidup dan perang roti yang melalaikan dari ma'rifah kepada Allah dan hubungan baik dengan-Nya serta kehidupan lain yang lebih baik dan abadi.
Karena sesungguhnya manusia itu apabila terpenuhi kebutuhannya dan keamanannya maka mereka merasa tenteram dan berkonsentrasi untuk beribadah kepada Allah dengan khusyu'.
Allah berfirman, "Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dan ketakutan." ( QS Quraisy : 4). Sehingga mereka merasa terikat dengan ikatan persaudaraan yang kuat antara satu dengan yang lainnya dari hamba-hamba Allah. "Inilah tujuan ekonomi dalam Islam," ujar al-Qardhawi.
Sesungguhnya ekonomi dalam sistem materialis yang ada itu terpisah dari akhlak dan nilai-nilai kemuliaan, karena penekanan utamanya adalah meningkatkan produktivitas, dan penumpukan kekayaan pribadi atau kelompok dengan cara apa pun.
Dalam pandangan Islam, ekonomi adalah khadim (penopang atau sarana pendukung) bagi nilai-nilai dasar seperti aqidah Islamiyah, ibadah dan akhlaqul karimah. Maka apabila ada pertentangan antara tujuan ekonomi bagi individu atau masyarakat dengan nilai-nilai dasar itu maka Islam tidak mau peduli dengan tujuan-tujuan tersebut dan sanggup mengorbankan tujuan-tujuan itu dengan kerelaan hati. Hal itu dalam rangka memelihara prinsip-prinsip, tujuan dan keutamaan manusia itu sendiri.
Menurut al-Qardhawi, dari sinilah Islam mengharamkan haji bagi kaum musyrikin dan mengharamkan thawaf mereka di Baitullah dengan telanjang. Betapa pun syi'ar agama ini membawa suatu keuntungan materi bagi penduduk Makkah dan sekitarnya, tetapi Al Qur'an menganggap semua itu kecil dan menjanjikan kepada mereka bahwa Allah akan mengganti untuk mereka yang lebih baik dari itu.
Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana" ( QS At Taubah : 28)
Al-Qardhawi mengatakan apabila kita membuka klub-klub untuk judi atau dansa, dan penjualan minuman keras. memang hal itu dapat menghasilkan manfaat ekonomi, seperti mendorong para turis untuk datang dan mendapatkan mata uang asing dan sebagainya.
"Akan tetapi manfaat seperti itu tidak ada nilainya dalam pandangan Islam, karena dia bertentangan dengan prinsip-prinsipnya dalam memelihara kesehatan akal, fisik, akhlak, akidah dan hubungan sosial," katanya.
"Karena itulah Al Qur'an mengharamkan minuman keras dan judi, karena pada keduanya terdapat madharat yang besar. Adapun manfaat keduanya dari segi ekonomi sama sekali tidak perlu diperhitungkan."
Allah SWT berfirman:
"Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, "Pada keduarya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya." ( QS Al Baqarah : 219)
Terpadu dan Rapi
Al-Qarhawi mengatakan bahwa dengan demikian maka jelaslah bagi kita bahwa sistem Islam itu benar-benar terpadu dengan rapi.
Sesungguhnya Islam berbeda dengan paham Materialis yang berlebihan dalam mengumbar hawa nafsu manusia dan memberinya hak yang tak terbatas sehingga membengkak dan melampaui batas.
Islam juga berbeda dengan Sosialisme yang berlebihan dalam menekan seseorang dan membebaninya dengan kewajiban-kewajiban yang berat sehingga tertekan dan merasa terus-menerus dalam kesulitan.
Sesungguhnya paham pertama di atas memihak perorangan dan mengesampingkan pertimbangan kemaslahatan bersama. Sedang yang kedua memihak masyarakat dengan menzhalimi hak-hak serta kebebasan individu.
Kedua sistem tersebut berlebihan dalam memberikan nilai dunia lebih di atas perhitungan akhirat, dan memberikan kebutuhan jasmani lebih atas kebutuhan ruhani. Maka hanya Islamlah satu-satunya aturan yang bersih dari ekstrimitas yang dilakukan oleh kedua sistem tersebut dan penyimpangan keduanya ke arah ifrath (berlebihan) atau tafrith (mengurangi).
Islamlah aturan yang adil dan seimbang, yang membuat perimbangan antara hak-hak dan kewajiban, antara individu dan masyarakat, antara ruhani dan jasmani, dan antara dunia dan akhirat, tanpa berlebihan dan tanpa mengurangi. Sebagaimana dijelaskan oleh firman Allah SWT:
"Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu." ( QS Ar-Rahman : 8-9)
Tidaklah demikian itu kecuali karena Islam merupakan syari'at Allah yang tidak menyimpang dan hukum-Nya yang tidak menzhalimi. Allah SWT berfirman:
"Dan hukum siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin." ( QS Al Maidah : 50)
"Sesungguhnya dasar-dasar dari sistem Islam bukanlah buatan manusia, bukan pula ciptaan sekelompok dari manusia, tetapi ia merupakan ketentuan Allah yang Maha Mengetahui, yang menginginkan bagi hamba-Nya kemudahan dan bukan kesulitan," tulis Al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997).
Al-Qardhawi mengingatkan sesungguhnya Allah adalah Rabb bagi segala makhluk. Dia-lah yang mengatur segala sesuatu tanpa penyimpangan dan tanpa pemihakan. Dia adalah Rabbnya aghniya' dan fuqara', Rabbnya para buruh dan para pemilik profesi. Rabbnya para pemilik dan Rabbnya para penyewa. Mereka semua adalah hamba dan keluarga-Nya.
"Dia mengasihi mereka jauh lebih besar daripada kasih seorang ibu terhadap anaknya. Maka apabila Allah membuat suatu sistem hidup untuk mereka, niscaya tidak ada yang lebih adil, lebih sempurna dan lebih ideal dari rancangan Allah. Berbeda dengan sistem-sistem lainnya, yang semuanya adalah buatan manusia yang penuh dengan kekurangan dan dikuasai oleh hawa nafsu," jelasnya.
Sesungguhnya sistem-sistem itu bersifat materi murni yang menjadikan ekonomi sebagai orientasi hidupnya, menjadikan harta sebagai sesembahannya dan dunia seluruhnya menjadi pusat perhatiannya (tumpuan harapannya). Sesungguhnya kemewahan materi itulah tujuan akhir dan menjadi Firdaus yang diinginkan.
Adapun Islam, kata al-Qardhawi, dia telah menjadikan ekonomi sebagai sarana untuk mencapai tujuan besar, yaitu hendaknya manusia tidak disibukkan dengan kesusahan hidup dan perang roti yang melalaikan dari ma'rifah kepada Allah dan hubungan baik dengan-Nya serta kehidupan lain yang lebih baik dan abadi.
Karena sesungguhnya manusia itu apabila terpenuhi kebutuhannya dan keamanannya maka mereka merasa tenteram dan berkonsentrasi untuk beribadah kepada Allah dengan khusyu'.
Allah berfirman, "Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dan ketakutan." ( QS Quraisy : 4). Sehingga mereka merasa terikat dengan ikatan persaudaraan yang kuat antara satu dengan yang lainnya dari hamba-hamba Allah. "Inilah tujuan ekonomi dalam Islam," ujar al-Qardhawi.
Sesungguhnya ekonomi dalam sistem materialis yang ada itu terpisah dari akhlak dan nilai-nilai kemuliaan, karena penekanan utamanya adalah meningkatkan produktivitas, dan penumpukan kekayaan pribadi atau kelompok dengan cara apa pun.
Dalam pandangan Islam, ekonomi adalah khadim (penopang atau sarana pendukung) bagi nilai-nilai dasar seperti aqidah Islamiyah, ibadah dan akhlaqul karimah. Maka apabila ada pertentangan antara tujuan ekonomi bagi individu atau masyarakat dengan nilai-nilai dasar itu maka Islam tidak mau peduli dengan tujuan-tujuan tersebut dan sanggup mengorbankan tujuan-tujuan itu dengan kerelaan hati. Hal itu dalam rangka memelihara prinsip-prinsip, tujuan dan keutamaan manusia itu sendiri.
Menurut al-Qardhawi, dari sinilah Islam mengharamkan haji bagi kaum musyrikin dan mengharamkan thawaf mereka di Baitullah dengan telanjang. Betapa pun syi'ar agama ini membawa suatu keuntungan materi bagi penduduk Makkah dan sekitarnya, tetapi Al Qur'an menganggap semua itu kecil dan menjanjikan kepada mereka bahwa Allah akan mengganti untuk mereka yang lebih baik dari itu.
Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana" ( QS At Taubah : 28)
Al-Qardhawi mengatakan apabila kita membuka klub-klub untuk judi atau dansa, dan penjualan minuman keras. memang hal itu dapat menghasilkan manfaat ekonomi, seperti mendorong para turis untuk datang dan mendapatkan mata uang asing dan sebagainya.
"Akan tetapi manfaat seperti itu tidak ada nilainya dalam pandangan Islam, karena dia bertentangan dengan prinsip-prinsipnya dalam memelihara kesehatan akal, fisik, akhlak, akidah dan hubungan sosial," katanya.
"Karena itulah Al Qur'an mengharamkan minuman keras dan judi, karena pada keduanya terdapat madharat yang besar. Adapun manfaat keduanya dari segi ekonomi sama sekali tidak perlu diperhitungkan."
Baca Juga
Allah SWT berfirman:
"Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, "Pada keduarya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya." ( QS Al Baqarah : 219)
Terpadu dan Rapi
Al-Qarhawi mengatakan bahwa dengan demikian maka jelaslah bagi kita bahwa sistem Islam itu benar-benar terpadu dengan rapi.
Sesungguhnya Islam berbeda dengan paham Materialis yang berlebihan dalam mengumbar hawa nafsu manusia dan memberinya hak yang tak terbatas sehingga membengkak dan melampaui batas.
Islam juga berbeda dengan Sosialisme yang berlebihan dalam menekan seseorang dan membebaninya dengan kewajiban-kewajiban yang berat sehingga tertekan dan merasa terus-menerus dalam kesulitan.
Sesungguhnya paham pertama di atas memihak perorangan dan mengesampingkan pertimbangan kemaslahatan bersama. Sedang yang kedua memihak masyarakat dengan menzhalimi hak-hak serta kebebasan individu.
Kedua sistem tersebut berlebihan dalam memberikan nilai dunia lebih di atas perhitungan akhirat, dan memberikan kebutuhan jasmani lebih atas kebutuhan ruhani. Maka hanya Islamlah satu-satunya aturan yang bersih dari ekstrimitas yang dilakukan oleh kedua sistem tersebut dan penyimpangan keduanya ke arah ifrath (berlebihan) atau tafrith (mengurangi).
Islamlah aturan yang adil dan seimbang, yang membuat perimbangan antara hak-hak dan kewajiban, antara individu dan masyarakat, antara ruhani dan jasmani, dan antara dunia dan akhirat, tanpa berlebihan dan tanpa mengurangi. Sebagaimana dijelaskan oleh firman Allah SWT:
"Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu." ( QS Ar-Rahman : 8-9)
Tidaklah demikian itu kecuali karena Islam merupakan syari'at Allah yang tidak menyimpang dan hukum-Nya yang tidak menzhalimi. Allah SWT berfirman:
"Dan hukum siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin." ( QS Al Maidah : 50)
(mhy)