Syafa'at yang Tetap dan Benar Menurut Syaikh Al-Utsaimin

Selasa, 05 September 2023 - 13:06 WIB
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Usaimin. (Foto/Ilustrasi: Ist)
Kata as-syafa’ah diambil dari kataالشَّفْعُas-syaf’u yang artinya adalah lawan dari kataالوِتْرُ al-witru (ganjil), yaitu menjadikan yang ganjil menjadi genapالشَّفْعُ(as-syaf’u), seperti menjadikan satu jadi dua dan tiga jadi empat. Demikian menurut arti “lughawinya”.

Adapun menurut istilah, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengatakan, syafaat adalah penengah (perantara) bagi yang lain dengan mendatangkan suatu kemanfaatan atau menolak suatu kemudharatan.

Maksudnya, syafi’ (pemberi syafa’at) itu berada di antara masyfu lahu (yang diberi syafa’at) dan masyfu’ ilaih (syafa’at yang diberikan) sebagai wasithah (perantara) untuk mendatangkan keuntungan (manfaat) bagi masyfu’ lahu atau menolak mudharat darinya.



"Syafa’at itu ada dua macam," ujar Al-Utsaimin dalam kitab "Fatawa Anil Iman wa Arkaniha" yang disusun oleh Abu Muhammad Asyraf bin Abdul Maqshud.



Pertama, syafa’at Tsabitah Shahihah (yang tetap dan benar). Kedua, Syafa’ah Bathilah (syafa’at yang batil).

Ini kali kita bahas yang pertama: syafa’at Tsabitah Shahihah. Menurut Al-Utsaimin, syafa’at Tsabitah Shahihah atau yang tetap dan benar yaitu yang ditetapkan oleh Allah Ta’ala dalam kitab-Nya atau yang ditetapkan oleh RasulNya. Syafa’at ini hanya bagi Ahlut Tauhid wal Ikhlas, karena Abu Hurairah pernah bertanya kepada Nabi:

يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ


“Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling bahagia dengan mendapatkan syafa’at baginda?“

Beliau menjawab:

أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ


“Orang yang paling bahagia dengan mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat adalah orang yang orang yang mengatakan Laa ilaaha illallah secara ikhlas (murni) dari kalbunya“.



Syafa’at ini bisa diperoleh dengan adanya tiga syarat:

1. Keridaan Allah terhadap yang memberi syafa’at (syafi’)

2. Keridaan Allah terhadap yang diberi syafa’at (masyfu’ lahu)

3. Izin Allah Ta’ala bagi syafi’ untuk memberi syafa’at.

Syarat-syarat ini secara mujmal terdapat dalam firman Allah Ta’ala.

وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لَا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلَّا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَىٰ
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:  Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi.  Ada seorang sahabat bertanya: bagaimana maksud amanat disia-siakan?  Nabi menjawab: Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.

(HR. Bukhari No. 6015)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More