Ummu Dzar : Potret Istri yang Sangat Berbakti kepada Suami
Jum'at, 22 September 2023 - 18:06 WIB
Ini adalah kisah dari Ummu Dzar, istri dari sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang bernama Abu Dzar. Ummu Dzar dikenal karena kesetiaan dan pengabdian atau bakti pada suaminya yang tinggi.
Sebelum masuk Islam, Ummu Dzar sudah mengetahui bahwa menyembah berhala atau patung akan mendatangkan mudarat dan tidak memberikan manfaat. Karena itu hanyalah batu yang keras, dan Ummu Dzar juga menyadari bahwa dirinya pasti memiliki Pemelihara yang Maha Agung dan Mahamulia dalam Karunia-Nya.
Setelah Ummu Dzar masuk Islam, ia dan suaminya memutuskan untuk berusaha sampai ke Madinah. Dari Suaminya pula Ummu Dzar mendengarkan apa yang diajarkan Rasullullah S.A.W. Keduanya pun belajar akhlak mulia dan hikmah dari beliau.
Bahkan Ummu Dzar telah berpengang teguh dengan ajaran – ajaran Nabi sesuai dengan yang telah Ummu Dzar pelajari dari suaminya. Ummu Dzar merupakan potret istri yang berbhakti pada suaminya.
Abu Dzar akhirnya pergi dan memilih untuk tinggal di suatu tempat bernama Rabadzah. Disana Abu Dzar membangun masjid dan Utsman telah memberinya sejumlah uang. Ummu Dzar sebagai istri juga tidak rela jika harus tinggal jauh dari Abu Dzar. Maka, Ummu Dzar memutuskan untuk tinggal seatap dengan suaminya apa pun yang terjadi.
Meski banyak rintangan hidup yang menerpa bahkan sampai membuat suaminya sakit, karena umur yang sudah mulai tua serta tidak lagi mampu menyesuaikan diri dengan cuaca disana. Ummu Dzar terus Melayani dan Merawatnya Suaminya tanpa mengeluh atau bahkan merasa lelah. Ummu Dzar juga memilih menjadi wanita yang menepati janji dan memurnikan diri dalam keimanannya.
Ummu Dzar mengisahkan, “ketika itu orang yang berhaji sudah berangkat. Sehingga jalan – jalan pun terhambat. Sementara itu, saya terjebak di gurun sahara yang luas. Saya pun pulang kembali menuju tempat meninggalnya Abu Dzar” .
Tiba-Tiba saya melihat orang-orang yang datang dengan menunggang unta. Maka saya langsung melambaikan pakaian sebagai pertanda butuh pertolongan. Melihat hal itu, mereka bersegera menuju saya dan bertanya, “ada apa denganmu? “
Saya pun menjelaskan bahwa seorang muslim telah meninggal dunia. “Siapakah namanya? ” tanya mereka. “Abu Dzar ,” jawab saya singkat.
Mereka kembali bertanya, “Apakah dia salah satu sahabat Rasulullah?” Maka saya pun mengiyakannya. Seketika itu, mereka memanggil orang tua mereka untuk bersama – sama memelihara jenazah Abu Dzar. Salah satu dari mereka tampil untuk mengkafani. Kemudian mereka beramai – ramai menguburkannya. ( HR Al – Hakim dan Ahmad )
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa Ummu dzar Menuturkan, ketika Abu Dzar meninggal dunia aku menangis, lalu Abu Dzar bertanya, “Apa yang membuatmu menangis? ”
Ummu Dzar menjawab, “Bagaimana aku tidak menangis, sedangkan engkau akan mati di tengah padang pasir, dan aku tidak sanggup menguburmu sendirian; aku juga tidak memiliki kain untuk mengafanimu“
Dan Abu Dzar pun berkata, “Jangan menangis berilah kabar gembira ”
Dari Riwayat Abu Dzar ini, kita dapat memahami bahwa orang yang meninggal dunia masih bisa berbicara karena jati diri manusianya masih terhubung dengan tubuhnya; belum meninggalkannya secara total.
Dalam Shahih Bukhari, Rasulullah juga bercerita, “ ketika Nuh meninggal dunia, dia memanggil anak – anaknya dan berkata kepada mereka, “ Aku hendak berpesan kepada kalian … “
Allah berfirman, “( yaitu ) orang – orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan ( kepada mereka ), “ Salamun’alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan” (QS An Nahl : 32)
Malaikat Maut mencabut nyawa itu dari tubuh manusia sedikit demi sedikit sementara jati diri manusianya masih berhubungan dengan tubuh. Dengan kata lain, roh masih berhubungan dengan tubuh orang yang wafat, karena itulah dia masih dapat berbicara, mendengar dan memahami. Malaikat pun memberikan kabar gembira kepada orang Mukmin dengan mengatakan “Salamun’alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan ”
Jadi, orang mukmin akan diberikan kabar gembira masuk surga oleh malaikat ketika dia masih hidup di dunia, sebelum kehidupannya benar – benar berakhir.
Sebelum masuk Islam, Ummu Dzar sudah mengetahui bahwa menyembah berhala atau patung akan mendatangkan mudarat dan tidak memberikan manfaat. Karena itu hanyalah batu yang keras, dan Ummu Dzar juga menyadari bahwa dirinya pasti memiliki Pemelihara yang Maha Agung dan Mahamulia dalam Karunia-Nya.
Setelah Ummu Dzar masuk Islam, ia dan suaminya memutuskan untuk berusaha sampai ke Madinah. Dari Suaminya pula Ummu Dzar mendengarkan apa yang diajarkan Rasullullah S.A.W. Keduanya pun belajar akhlak mulia dan hikmah dari beliau.
Bahkan Ummu Dzar telah berpengang teguh dengan ajaran – ajaran Nabi sesuai dengan yang telah Ummu Dzar pelajari dari suaminya. Ummu Dzar merupakan potret istri yang berbhakti pada suaminya.
Istri yang Berbakti
Mengenai tanda bakti Ummu Dzar pada suaminya, diriwayatkan bahwa ketika Ummu Dzar berpergian ke Damaskus, Ummu Dzar mendapati bahwa pendudukan dari negeri Damaskus lebih cenderung kepada urusan dunia dan bisa dikatakan sangat mencintainya. Oleh sebab itu, perdebatan pun terjadi antara Ummu Dzar dan Mu’awiyah. Perdebatan ini pun sampai kepada Utsman, Utsman pun mengizinkan permintaan dari Abu Dzar demi kebaikan.Abu Dzar akhirnya pergi dan memilih untuk tinggal di suatu tempat bernama Rabadzah. Disana Abu Dzar membangun masjid dan Utsman telah memberinya sejumlah uang. Ummu Dzar sebagai istri juga tidak rela jika harus tinggal jauh dari Abu Dzar. Maka, Ummu Dzar memutuskan untuk tinggal seatap dengan suaminya apa pun yang terjadi.
Meski banyak rintangan hidup yang menerpa bahkan sampai membuat suaminya sakit, karena umur yang sudah mulai tua serta tidak lagi mampu menyesuaikan diri dengan cuaca disana. Ummu Dzar terus Melayani dan Merawatnya Suaminya tanpa mengeluh atau bahkan merasa lelah. Ummu Dzar juga memilih menjadi wanita yang menepati janji dan memurnikan diri dalam keimanannya.
Ummu Dzar mengisahkan, “ketika itu orang yang berhaji sudah berangkat. Sehingga jalan – jalan pun terhambat. Sementara itu, saya terjebak di gurun sahara yang luas. Saya pun pulang kembali menuju tempat meninggalnya Abu Dzar” .
Tiba-Tiba saya melihat orang-orang yang datang dengan menunggang unta. Maka saya langsung melambaikan pakaian sebagai pertanda butuh pertolongan. Melihat hal itu, mereka bersegera menuju saya dan bertanya, “ada apa denganmu? “
Saya pun menjelaskan bahwa seorang muslim telah meninggal dunia. “Siapakah namanya? ” tanya mereka. “Abu Dzar ,” jawab saya singkat.
Mereka kembali bertanya, “Apakah dia salah satu sahabat Rasulullah?” Maka saya pun mengiyakannya. Seketika itu, mereka memanggil orang tua mereka untuk bersama – sama memelihara jenazah Abu Dzar. Salah satu dari mereka tampil untuk mengkafani. Kemudian mereka beramai – ramai menguburkannya. ( HR Al – Hakim dan Ahmad )
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa Ummu dzar Menuturkan, ketika Abu Dzar meninggal dunia aku menangis, lalu Abu Dzar bertanya, “Apa yang membuatmu menangis? ”
Ummu Dzar menjawab, “Bagaimana aku tidak menangis, sedangkan engkau akan mati di tengah padang pasir, dan aku tidak sanggup menguburmu sendirian; aku juga tidak memiliki kain untuk mengafanimu“
Dan Abu Dzar pun berkata, “Jangan menangis berilah kabar gembira ”
Dari Riwayat Abu Dzar ini, kita dapat memahami bahwa orang yang meninggal dunia masih bisa berbicara karena jati diri manusianya masih terhubung dengan tubuhnya; belum meninggalkannya secara total.
Dalam Shahih Bukhari, Rasulullah juga bercerita, “ ketika Nuh meninggal dunia, dia memanggil anak – anaknya dan berkata kepada mereka, “ Aku hendak berpesan kepada kalian … “
Allah berfirman, “( yaitu ) orang – orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan ( kepada mereka ), “ Salamun’alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan” (QS An Nahl : 32)
Malaikat Maut mencabut nyawa itu dari tubuh manusia sedikit demi sedikit sementara jati diri manusianya masih berhubungan dengan tubuh. Dengan kata lain, roh masih berhubungan dengan tubuh orang yang wafat, karena itulah dia masih dapat berbicara, mendengar dan memahami. Malaikat pun memberikan kabar gembira kepada orang Mukmin dengan mengatakan “Salamun’alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan ”
Jadi, orang mukmin akan diberikan kabar gembira masuk surga oleh malaikat ketika dia masih hidup di dunia, sebelum kehidupannya benar – benar berakhir.