Kisah OKI Gagal Cegah Israel Menjadikan Al Aqsa Milik Yahudi

Rabu, 01 November 2023 - 09:35 WIB
kerja-kerja OKI tidak lebih dari melakukan pertemuan-pertemuan, mengeluarkan pernyataan-pernyataan dan penghampaan perasaan. Ilustrasi: Ist
Organisasi Konferensi Negara-Negara Islam (OKI) didirikan sebulan setelah aksi pembakaran Masjid al Aqsha pada 21 Agustus 1869. Organisasi ini menyerukan untuk melakukan diskusi membahas cara melindungi masjid al Aqsha dan al Quds .

"Hanya saja, kelemahan negara-negara Islam , kerancuan loyalitas dan ideologinya serta tidak diadopsinya kerja yang sungguh-sungguh sebelumnya, telah menjadikan organisasi ini sebagai lembaga yang hampir tidak memiliki tujuan," tulis Dr Muhsin Muhammad Shaleh dalam bukunya berjudul "Ardhu Filistin wa Sya’buha" yang diterjemahkan Warsito, Lc menjadi "Tanah Palestina dan Rakyatnya".

Menurutnya, kerja-kerja OKI tidak lebih dari melakukan pertemuan-pertemuan, mengeluarkan pernyataan-pernyataan dan penghampaan perasaan.



Pada 30 Januari 1976 sebuah pengadilan Israel memutuskan hak bagi Yahudi untuk melakukan ibadah di area masjid al Aqsha, kapanpun mereka mau di waktu siang.

Inilah sebabnya mengapa al Aqsa terus diganggu oleh Israel hingga kini. Pada awal Mei tahun 1980 terungkap adanya upaya penghancuran masjid al Aqsha ketika ditemukan di dekat masjid lebih dari 1000 kilogram bahan peledak jenis T.N.T.

Pada April 1982 seorang serdadu Yahudi bernama Alan Godman melancarkan serangan menyerbu Masjid al Aqsha menembak penjaga gerbang masjid. Kemudian dia lari menuju ke arah masjid Qubatus Shakhra’ sambil melancarkan serangan membabi buta hingga menciderai sejumlah jamaah salat.

Aksi ini diikuti oleh sejumlah serdadu Yahudi yang berkonsentrasi di atap-atap rumah terdekat sambil melancarkan tembakan ke arah masjid Qubatus Shakhra’. Maka kaum muslimin segera berbondong-bondong menuju masjid untuk melindunginya hingga mengakibatkan sedikitnya 100 muslim terluka dan perlawanan ini.

Pada waktu yang sama, Amerika Serikat menggunakan hak vetonya untuk mengganjal resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengecam peristiwa ini pada 20 April 1984.



Pada 17 Oktober tahun 1989 kelompok Yahudi Umana’ Haikal (penjaga haikal) meletakkan batu fondasi bagi pembangunan haikal ketiga dengan gerbang masjid al Aqsha.

"Meski kaum muslimin dan Palestina mengalami penderitaan akibat penjajahan dan kekerasan paksa namun mereka terus terjaga melindungi masjid al Aqsha," ujar Muhsin Muhammad Shaleh.

"Mereka selalu bangun dan bergerak membela kehormatan masjid al Aqsha dengan tubuh dan batu-batu intifadhah, setelah mereka kehilangan pertolongan Arab dan dunia Islam," lanjutnya.

Segala serangan permusuhan Zionis Yahudi, kata Muhsin Muhammad Shaleh, tidak pernah luput dari aksi perlawanan kaum muslimin meski hal itu berakibat pada pembantaian atas diri mereka sendiri.

Seperti yang terjadi pada 8 Oktober tahun 1990 yang mengakibatkan 34 orang gugur syahid dan 115 lainnya luka-luka, ketika kelompok Yahudi melakukan peletakan batu fondasi haikal di dalam masjid al Aqsha.

Hal yang sama terjadi juga pada 25 – 27 September 1996, saat kaum muslimin bangkit melakukan intifadah akibat pembukaan penggalian oleh Yahudi di bawah tembok barat masjid al Aqsha.

Aksi ini mengakibatkan 62 orang gugur syahid dan 1600 lainnya luka-luka. Aksi ini kemudian memicu campur tangan polisi Palestina di pihak orang-orang Palestina hingga mengakibatkan 14 serdadu Israel tewas dan 50 lainnya terluka.



Resolusi PBB

Muhsin Muhammad Shaleh mengatakan puluhan resolusi internasional telah dikeluarkan dari PBB dan Dewan Keamanan PBB sendiri yang menolak penggabungan al Quds Timur ke dalam wilayah Israel, juga menolak terhadap langkah-langkah apapun baik materiil, administratif, ataupun undang-undang yang merubah realita al Quds, bila hal itu dilakukan maka dianggap tidak sah.

Resolusi-resolusi ini menganggap entitas Zionis Yahudi sebagai kekuatan penjajah yang harus keluar dari al Quds (juga dari Tepi Barat dan Jalur Gaza secara keseluruhan).

Resolusi yang pertama kali keluar pada 4 Juli tahun 1967 dari Majelis Umum PBB no. 2253 yang selanjutnya disusul dengan resolusi-resolusi lainnya silih berganti hingga entitas Zionis Yahudi mencaplok (menggabungkan) secara resmi al Quds Timur ke dalam wilayahnya.



Majelis Umum PBB membuat resolusi ES 712 pada 29 Juli tahun 1980 yang didukung mayoritas anggota sebanyak 112 suara melawan 7 suara sementara 24 suara abstain.

Resolusi ini menyerukan kepada Zionis Israel menarik diri secara total tanpa syarat dari seluruh wilayah Arab yang mereka duduki termasuk di dalamnya adalah al Quds.

Pada 30 Juli tahun 1980, dengan 14 suara mayoritas dan satu negara abstain yaitu Amerika Serikat, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang menyatakan tidak sahnya semua langkah yang diambil Zionis Israel merubah realita al Quds, sekaligus menegaskan diakhirinya pendudukan “Israel”.

"Secara berkesinambungan resolusi-resolusi internasional dikeluarkan hingga sekarang, meski semuanya mengakui hak-hak Palestina, namun semua itu miskin kesungguhan dan kekuatan yang lazim untuk memaksa entitas Zionis Yahudi menghormati resolusi-resolusi internasional tersebut," ujar Muhsin Muhammad Shaleh.

(mhy)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
وَاسۡتَعِيۡنُوۡا بِالصَّبۡرِ وَالصَّلٰوةِ ‌ؕ وَاِنَّهَا لَكَبِيۡرَةٌ اِلَّا عَلَى الۡخٰشِعِيۡنَۙ (٤٥) الَّذِيۡنَ يَظُنُّوۡنَ اَنَّهُمۡ مُّلٰقُوۡا رَبِّهِمۡ وَاَنَّهُمۡ اِلَيۡهِ رٰجِعُوۡنَ (٤٦)
Dan mohonlah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat. Dan shalat itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, yaitu mereka yang yakin, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.

(QS. Al-Baqarah Ayat 45-46)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More