Tips dan Adab Mengendalikan Amarah dalam Diri
Minggu, 19 November 2023 - 16:34 WIB
Setiap manusia pasti memiliki rasa marah dan marah memiliki tanda-tanda zhahir yang menunjukkannya, dan tanda-tanda yang dapat diketahui.
Tanda-tanda tersebut di antaranya:
1. Mengejangnya urat dan otot disertai memerahnya wajah dan kedua mata.
2. Wajah yang cemberut (muram) dan dahi yang mengerut.
3. Permusuhan dengan orang lain melalui lisan, tangan, kaki, atau yang semisalnya.
4. Membalas musuh dengan balasan yang setimpal dengannya atau lebih parah darinya, tanpa memikirkan akibat-akibatnya yang fatal dan seterusnya.
Dalam Islam marah terbagi dua, marah yang terpuji dan marah yang tercela. Marah yang terpuji, yaitu bila dilakukan dalam rangka membela diri, kehormatan, harta, agama, hak-hak umum atau menolong orang yang dizhalimi . Marah yang tercela adalah marah sebagai tindakan balas dendam demi dirinya sendiri.
Rasa-rasanya tak ada manusia yang tidak pernah marah. Baik Nabi, Rasul, hingga ulama pasti pernah marah. Wajar saja karena marah merupakan reaksi alami manusia akan sebuah kejadian.
Walaupun wajar dialami, amarah dapat membutakan mata, menulikan telinga, dan mematikan hati. Berawal dari amarahlah, seseorang dapat dengan mudah berkata kasar dan melakukan kekerasan hingga menimbulkan perpecahan.
Cicit Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, Ja’far bin Muhammad Rahimahullah pernah berkata, “Marah adalah kunci dari setiap keburukan.”
Oleh sebab itu hendaknya kita sebagai muslim dapat mengendalikan amarah kita. Hal ini juga sebagaimana anjuran Rasulullah kepada salah seorang sahabat.
Dalam sebuah hadis disebutkan,
“Seorang laki-laki pernah meminta nasihat, ‘Wahai Rasulullah, perintahkanlah aku dengan sebuah perbuatan dan sedikitkanlah (jangan banyak-banyak).’ Nabi menjawab, ‘Janganlah kamu marah.’ Laki-laki tersebut mengulangi permintaannya, lalu Nabi tetap menjawab, ‘Janganlah kamu marah.’” (HR. Bukhari).
Walau demikian, menahan amarah bukanlah hal mudah, Rasulullah menyebutkan bahwasanya mereka yang mampu menahan amarah adalah orang yang amat perkasa. Rasulullah bersabda, “Orang perkasa itu bukanlah orang yang mampu membanting lawannya. Tetapi, siapa yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah, itulah orang yang perkasa.” (HR. Muslim).
Lantas bagaimana cara mengendalikan amarah ? Melansir dari laman NU Online, berikut tips mengendalikan amarah dari Imam Al Ghazali Rahimahullah.
“Pertama, berpikir tentang ayat atau hadits Nabi tentang keutamaan menahan amarah, memaafkan, bersikap ramah dan menahan diri, sehingga dirinya terdorong untuk menggapai pahalnya dan mencegah dirinya untuk membalas, serta dapat memadamkan amarahnya.”
“Kedua, menakut-nakuti diri dengan siksa Allah bila ia tetap meluapkan amarahnya. Apakah ia aman dari murka Allah di hari kiamat? Padahal ia sangat membutuhkan pengampunan.”
“Ketiga, menakut-nakuti dirinya tentang akibat dari permusuhan dan pembalasan, bagaimana sergapan musuh untuk membalasnya, menggagalkan rencana-rencananya serta bahagianya musuh saat ia tertimpa musibah, padahal seseorang tidak bisa lepas dari musibah-musibah. Takut-takutilah diri sendiri dengan dampak (buruk) amarah di dunia, bila ia belum bisa takut dari siksaan di akhirat kelak.”
“Keempat, berpikir bagaimana buruknya muka ketika marah. Bayangkan bagaimana raut muka orang lain saat marah, berpikirlah tentang buruknya marah di dalam dirinya, berpikirlah bahwa saat marah ia seperti anjing yang membahayakan dan binatang buas yang mengancam, berpikirlah untuk menyerupai orang ramah yang dapat menahan amarah layaknya para nabi, wali, ulama dan para bijak bestari. Berilah pilihan untuk dirimu, apakah lebih memilih serupa dengan anjing, binatang buas dan manusia-manusia hina; ataukah memilih untuk menyerupai ulama dan para nabi di dalam kebiasaan mereka? Agar hatinya condong untuk suka meniru perilaku mereka jika ia masih menyisakan satu tangkai dari akal sehat.”
“Ketika ia menahan amarah, maka seyogiayanya menahan amarah karena Allah. Yang demikian itu bisa membuatnya agung di sisi Allah.”
Wallahu ‘alam.
Tanda-tanda tersebut di antaranya:
1. Mengejangnya urat dan otot disertai memerahnya wajah dan kedua mata.
2. Wajah yang cemberut (muram) dan dahi yang mengerut.
3. Permusuhan dengan orang lain melalui lisan, tangan, kaki, atau yang semisalnya.
4. Membalas musuh dengan balasan yang setimpal dengannya atau lebih parah darinya, tanpa memikirkan akibat-akibatnya yang fatal dan seterusnya.
Dalam Islam marah terbagi dua, marah yang terpuji dan marah yang tercela. Marah yang terpuji, yaitu bila dilakukan dalam rangka membela diri, kehormatan, harta, agama, hak-hak umum atau menolong orang yang dizhalimi . Marah yang tercela adalah marah sebagai tindakan balas dendam demi dirinya sendiri.
Rasa-rasanya tak ada manusia yang tidak pernah marah. Baik Nabi, Rasul, hingga ulama pasti pernah marah. Wajar saja karena marah merupakan reaksi alami manusia akan sebuah kejadian.
Walaupun wajar dialami, amarah dapat membutakan mata, menulikan telinga, dan mematikan hati. Berawal dari amarahlah, seseorang dapat dengan mudah berkata kasar dan melakukan kekerasan hingga menimbulkan perpecahan.
Cicit Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, Ja’far bin Muhammad Rahimahullah pernah berkata, “Marah adalah kunci dari setiap keburukan.”
Oleh sebab itu hendaknya kita sebagai muslim dapat mengendalikan amarah kita. Hal ini juga sebagaimana anjuran Rasulullah kepada salah seorang sahabat.
Dalam sebuah hadis disebutkan,
“Seorang laki-laki pernah meminta nasihat, ‘Wahai Rasulullah, perintahkanlah aku dengan sebuah perbuatan dan sedikitkanlah (jangan banyak-banyak).’ Nabi menjawab, ‘Janganlah kamu marah.’ Laki-laki tersebut mengulangi permintaannya, lalu Nabi tetap menjawab, ‘Janganlah kamu marah.’” (HR. Bukhari).
Walau demikian, menahan amarah bukanlah hal mudah, Rasulullah menyebutkan bahwasanya mereka yang mampu menahan amarah adalah orang yang amat perkasa. Rasulullah bersabda, “Orang perkasa itu bukanlah orang yang mampu membanting lawannya. Tetapi, siapa yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah, itulah orang yang perkasa.” (HR. Muslim).
Lantas bagaimana cara mengendalikan amarah ? Melansir dari laman NU Online, berikut tips mengendalikan amarah dari Imam Al Ghazali Rahimahullah.
1. Menyadari pahala yang besar saat menahan amarah
Langkah pertama adalah mengingat pahala yang Allah janjikan untuk mereka yang mampu menahan amarah.“Pertama, berpikir tentang ayat atau hadits Nabi tentang keutamaan menahan amarah, memaafkan, bersikap ramah dan menahan diri, sehingga dirinya terdorong untuk menggapai pahalnya dan mencegah dirinya untuk membalas, serta dapat memadamkan amarahnya.”
2. Teringat dosa yang dapat timbul jika marah
Jika pahal belum mampu menahan kita dari amarah, cobalah pertimbangkan dosa yang mungkin timbul jika kita marah.“Kedua, menakut-nakuti diri dengan siksa Allah bila ia tetap meluapkan amarahnya. Apakah ia aman dari murka Allah di hari kiamat? Padahal ia sangat membutuhkan pengampunan.”
3. Takut dengan perpecahan yang disebabkan dari amarah
Ketika dosa tak mampu menahannya, ingatlah perpecahan yang mungkin timbul ketika kita marah. Amarah dengan mudah dapat memutuskan hubungan baik yang sudah terjalin lama.“Ketiga, menakut-nakuti dirinya tentang akibat dari permusuhan dan pembalasan, bagaimana sergapan musuh untuk membalasnya, menggagalkan rencana-rencananya serta bahagianya musuh saat ia tertimpa musibah, padahal seseorang tidak bisa lepas dari musibah-musibah. Takut-takutilah diri sendiri dengan dampak (buruk) amarah di dunia, bila ia belum bisa takut dari siksaan di akhirat kelak.”
4. Mencontoh sikap nabi dan ulama
Bayangankan seseorang yang marah layaknya seekor anjing buas yang siap menerkam. Sementara di lain sisi, para nabi dan ulama menyikapi amarah mereka dengan tindakan yang lebih tenang.“Keempat, berpikir bagaimana buruknya muka ketika marah. Bayangkan bagaimana raut muka orang lain saat marah, berpikirlah tentang buruknya marah di dalam dirinya, berpikirlah bahwa saat marah ia seperti anjing yang membahayakan dan binatang buas yang mengancam, berpikirlah untuk menyerupai orang ramah yang dapat menahan amarah layaknya para nabi, wali, ulama dan para bijak bestari. Berilah pilihan untuk dirimu, apakah lebih memilih serupa dengan anjing, binatang buas dan manusia-manusia hina; ataukah memilih untuk menyerupai ulama dan para nabi di dalam kebiasaan mereka? Agar hatinya condong untuk suka meniru perilaku mereka jika ia masih menyisakan satu tangkai dari akal sehat.”
5. Pertimbangkan sebab dan mendorong kita agar marah begitu pula dengan alasan mengapa kita harus menahan amarah.
“Kelima, berpikir tentang sebab yang mendorongnya untuk membalas dan mencegahnya dari menahan amarah, semisal ketika dalam hati terdapat bujuk rayu setan; ‘Sesungguhnya orang ini membuatmu lemah dan rendah serta menjadikanmu hina di mata manusia’, maka jawablah dengan tegas di hatimu ‘Aku heran denganmu. Kamu sekarang mencemoohku karena menahan diri, sedangkan kamu tidak mencemooh dari kehinaan di hari kiamat. Kamu tidak khawatir dirimu akan hina di sisi Allah, para malaikat dan para Nabi.’”6. Tahan amarah karena Allah
Pada akhirnya, semua harus berdasarkan pada ridha Allah. Niatkan diri untuk menahan amarah untuk mendapat ridha Allah sebagaimana Allah memerintahkan hamba-Nya untuk berlaku demikian.“Ketika ia menahan amarah, maka seyogiayanya menahan amarah karena Allah. Yang demikian itu bisa membuatnya agung di sisi Allah.”
Wallahu ‘alam.
(wid)