Kisah Zaid bin Amr, Sepupu Umar bin Khattab yang Berakidah Tauhid sebelum Masa Kenabian
Senin, 04 Desember 2023 - 14:08 WIB
Kuserahkan diriku ke tempat bumi menyerahkan diri
Yang membawa batu-batuan yang berat-berat
Diratakan dan ditancapkan gunung-gunung di alasnya
Asma’ binti Abu Bakar pernah berkata, “Aku melihat Zaid bin Amr menyandarkan punggungnya di Kakbah dan berkata, ‘wahai kaum Quraisy, demi jiwa Zaid yang berada di genggaman-Nya, tidak ada seorang pun di antara kalian yang sesuai dengan agama Ibrahim selain aku.’
Kemudian ia berdoa, ‘Ya Allah, seandainya aku mengetahui cara beribadah yang paling Engkau cintai niscaya aku akan menyembah-Mu dengannya, akan tetapi aku tidak mengetahuinya.’ Kemudian ia bersujud di atas kendaraannya.”
Pada riwayat lain ditambahkan bahwa Zaid salat menghadap kakbah dan berkata, “Tuhanku adalah Tuhan Ibrahim, agamaku adalah agama Ibrahim.”
Di saat bangsa Arab terkenal sebagai bangsa yang doyan membunuh bayi perempuan, Zaid bin Amr merupakan seorang yang membiarkan bayi perempuannya tetap hidup. Dan apabila ada orang yang ingin membunuh bayi perempuannya, maka ia berkata kepadanya:
“Janganlah engkau bunuh ia, berikan saja kepadaku, aku akan mengasuhnya.” Dan apabila anak perempuan tersebut telah dewasa, maka ia berkata kepada orangtuanya, “Kalau engkau mau, ambillah ia. Dan apabila engkau mau, biarkan dia.”
Dikisahkan dari Muhammad bin Ishaq bahwa sekelompok kaum Quraisy yang terdiri dari Zaid bin Amr, Waraqah bin Naufal, Utsman bin Khuwairits, dan Abdullah bin Jahsy menemui kaum Quraisy di saat perayaan penyembahan berhala.
Setelah semuanya berkumpul, keempat orang tersebut menyendiri dan berkata, “Salinglah percaya dan hendaknya satu sama lain saling menyembunyikan rahasia.”
Salah seorang di antara mereka berkata, “Sungguh kalian benar-benar telah mengetahui, demi Allah tidaklah kaum kalian itu mendapatkan sesuatu apapun. Mereka telah menyalahi agama Ibrahim dan menyeleweng darinya. Tidak mungkin berhala itu disembah, padahal ia tidak bisa memberikan bahaya ataupun manfaat. Maka carilah agama yang paling benar menurut kalian!”
Maka segeralah mereka keluar dari Makkah, berpencar di penjuru bumi, mendalami agama Yahudi dan Nasrani serta seluruh agama lainnya untuk mencari agama Ibrahim yang lurus.
Adapun Waraqah bin Naufal, ia masuk agama Nasrani dan mendalaminya, meneliti kitab-kitab mereka, sehingga ia mendapatkan pengetahuan yang luas dari Ahlul Kitab.
Dan tidaklah dari keempat orang tersebut yang paling baik keadaannya selain Zaid bin Amr. Ia meninggalkan penyembahan berhala dan seluruh agama baik itu Yahudi, Nasrani maupun agama-agama lainnya dan hanya beragama sesuai agama Ibrahim.
Ia mengesakan Allah dan mencampakkan selain-Nya. Dan ia tidak memakan hewan-hewan sembelihan kaumnya. Ia menampakkan secara terang-terangan kepada kaumnya atas keengganannya untuk mengikuti apa yang mereka lakukan.
Karena keyakinannya itu, Khattab memusuhi Zaid. Didorong pula oleh masyarakat Quraisy yang akhirnya mengeluarkannya dari Makkah dan tidak diperbolehkan memasuki Makkah lagi.
Lantaran sering mendapat siksaan dari Khattab, Zaid keluar dari Makkah. Khattab menugaskan beberapa pemuda Quraisy untuk menjaganya dan tidak membiarkannya kembali ke Makkah. Zaid bin Amr tidak pernah masuk ke Makkah kecuali dengan cara sembunyi-sembunyi.
Yang membawa batu-batuan yang berat-berat
Diratakan dan ditancapkan gunung-gunung di alasnya
Asma’ binti Abu Bakar pernah berkata, “Aku melihat Zaid bin Amr menyandarkan punggungnya di Kakbah dan berkata, ‘wahai kaum Quraisy, demi jiwa Zaid yang berada di genggaman-Nya, tidak ada seorang pun di antara kalian yang sesuai dengan agama Ibrahim selain aku.’
Kemudian ia berdoa, ‘Ya Allah, seandainya aku mengetahui cara beribadah yang paling Engkau cintai niscaya aku akan menyembah-Mu dengannya, akan tetapi aku tidak mengetahuinya.’ Kemudian ia bersujud di atas kendaraannya.”
Pada riwayat lain ditambahkan bahwa Zaid salat menghadap kakbah dan berkata, “Tuhanku adalah Tuhan Ibrahim, agamaku adalah agama Ibrahim.”
Di saat bangsa Arab terkenal sebagai bangsa yang doyan membunuh bayi perempuan, Zaid bin Amr merupakan seorang yang membiarkan bayi perempuannya tetap hidup. Dan apabila ada orang yang ingin membunuh bayi perempuannya, maka ia berkata kepadanya:
“Janganlah engkau bunuh ia, berikan saja kepadaku, aku akan mengasuhnya.” Dan apabila anak perempuan tersebut telah dewasa, maka ia berkata kepada orangtuanya, “Kalau engkau mau, ambillah ia. Dan apabila engkau mau, biarkan dia.”
Dikisahkan dari Muhammad bin Ishaq bahwa sekelompok kaum Quraisy yang terdiri dari Zaid bin Amr, Waraqah bin Naufal, Utsman bin Khuwairits, dan Abdullah bin Jahsy menemui kaum Quraisy di saat perayaan penyembahan berhala.
Setelah semuanya berkumpul, keempat orang tersebut menyendiri dan berkata, “Salinglah percaya dan hendaknya satu sama lain saling menyembunyikan rahasia.”
Salah seorang di antara mereka berkata, “Sungguh kalian benar-benar telah mengetahui, demi Allah tidaklah kaum kalian itu mendapatkan sesuatu apapun. Mereka telah menyalahi agama Ibrahim dan menyeleweng darinya. Tidak mungkin berhala itu disembah, padahal ia tidak bisa memberikan bahaya ataupun manfaat. Maka carilah agama yang paling benar menurut kalian!”
Maka segeralah mereka keluar dari Makkah, berpencar di penjuru bumi, mendalami agama Yahudi dan Nasrani serta seluruh agama lainnya untuk mencari agama Ibrahim yang lurus.
Adapun Waraqah bin Naufal, ia masuk agama Nasrani dan mendalaminya, meneliti kitab-kitab mereka, sehingga ia mendapatkan pengetahuan yang luas dari Ahlul Kitab.
Dan tidaklah dari keempat orang tersebut yang paling baik keadaannya selain Zaid bin Amr. Ia meninggalkan penyembahan berhala dan seluruh agama baik itu Yahudi, Nasrani maupun agama-agama lainnya dan hanya beragama sesuai agama Ibrahim.
Ia mengesakan Allah dan mencampakkan selain-Nya. Dan ia tidak memakan hewan-hewan sembelihan kaumnya. Ia menampakkan secara terang-terangan kepada kaumnya atas keengganannya untuk mengikuti apa yang mereka lakukan.
Karena keyakinannya itu, Khattab memusuhi Zaid. Didorong pula oleh masyarakat Quraisy yang akhirnya mengeluarkannya dari Makkah dan tidak diperbolehkan memasuki Makkah lagi.
Lantaran sering mendapat siksaan dari Khattab, Zaid keluar dari Makkah. Khattab menugaskan beberapa pemuda Quraisy untuk menjaganya dan tidak membiarkannya kembali ke Makkah. Zaid bin Amr tidak pernah masuk ke Makkah kecuali dengan cara sembunyi-sembunyi.