Sepupu Umar Bin Khattab Ini Guru Spiritual Abu Bakar Sebelum Masa Kenabian
loading...
A
A
A
Dia adalah Zaid bin Amr bin Nufail . Sebelum masa kenabian Muhammad SAW , Zaid adalah guru spiritual Abu Bakar Ash-Shiddiq . Zaid dan beberapa orang Mekkah, termasuk Abu Bakar adalah orang yang menolak menyembah berhala.
Jalal ad-Din as-Suyuti dalam bukunya berjudul "Tarikh al-Khulafa" memaparkan Abu Bakar gelisah dengan budaya menyembah berhala kaum Qurasy itu. Sebagai pelarian dari kegelisahan hatinya, Abu Bakar seringkali secara diam-diam menemui tiga orang guri spiritulanya, salah satunya adalah Zaid bin Amr bin Nufail. Dua lainnya yang dianggap "orang suci" tersebut adalah Qus bin Saidah al-Iyyadi, dan Waraqah bin Naufal.
Ketiga guru Abu Bakar ini adalah penganut agama Ibrahim yang telah meninggalkan keramaian dunia dan hidup menyepi.
Suatu kali Zaid bin Amr bin Nufail bertanya kepada Abu Bakar, yang lala itu masih menyandang nama Atiq. “Manakah yang benar, apakah Tuhan yang satu, atau tuhan yang beribu-ribu? Apakah dapat dikatakan agama jika urusan terpecah semena-mena?”
Pertanyaan itu bertahan lama, hinggap di dalam pikirannya, dan karenanya Abu Bakar menderita. Dia begitu ingin mencari tahu kebenaran.
Di antara tiga manusia suci ini Zaid bin Amr bin Nufail suaranya paling keras menyerukan agama Ibrahim. Suatu waktu suaranya meninggi, akibatnya orang-orang Quraisy merasa terganggu, sehingga mereka menghasut salah seorang kerabatnya, yaitu Khattab bin Nufail, untuk menutup pintu rumahnya dan membiarkannya terpencil.
Dalam kesempatan lain, Zaid bin Amr bin Nufail yang sudah tua bersandar pada dinding Kakbah, dan dia menyeru, “Hai Kaum Quraisy! Demi Dzat yang nyawaku berada dalam tangan-Nya, tak seorang pun di antara kalian yang masih mengikuti agama Ibrahim dan Ismail sepeninggal mereka.
“Dan sungguh, aku sedang menunggu-nunggu kedatangan seorang Nabi keturunan Ismail, yang aku rasa, aku tak akan sempat bertemu dengannya.”
Kemudian tampak olehnya Amir bin Rabiah, maka dipanggilnya dia seraya berkata, “Hai Amir bin Rabiah, jika umurmu panjang sampaikanlah salamku kepadanya!”
Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya berjudul "Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulullah" mengisahkan Zaid bin Amr bin Nufail kemudian menyeruak ke dalam barisan orang-orang yang sedang mengelilingi Kakbah, kemudian menyeru dengan suara yang lantang:
“Ya Rabbi! Aku terima kebenaran itu sebagai kebenaran. Aku beribadah dan memperhambakan diri hanya kepada-Mu. Aku berlindung kepada Dzat yang menjadi tempat berlindung Nabi Ibrahim.
Dan kuserahkan diriku kepada Dzat tempat bumi menyerahkan dirinya, yakni bumi yang dihamparkan-Nya dengan membawa bebatuan yang tak terkira jumlahnya, yang kemudian dijadikan-Nya gunung-gunung untuk mengukuhkan kedudukannya.
Dan kuserahkan diriku kepada Dzat tempat awan menyerahkan dirinya, yakni awan hitam yang membawa air, yang sejuk dan tawar rasanya.”
Melihatnya, Abu Bakar berkata di dalam hati, “Demi Tuhan Ibrahim, inilah sebenarnya yang hak! Tetapi bagaimana caranya? Serta bilakah masanya kita akan beroleh keyakinan terhadap-Nya?”
Sementara, Zaid sendiri, bukanlah seorang nabi, maka dia pun senantiasa berada di dalam pencariannya, berkata, “Ya Allah, sekiranya aku mengetahui cara yang lebih Engkau sukai dalam beribadah kepada-Mu, tentulah aku akan melakukannya. Tetapi bagaimana? Aku tidak mengetahuinya….”
Sepupu Umar bin Khattab
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Umar bin Khattab" menjelaskan Zaid bin Amr adalah saudara sepupu Umar Bin Khattab atau keponakan Khattab, ayah Umar.
Nasab beliau adalah Zaid bin Amr bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin ‘Adi bin Ka’ab bin Lu’ay.
Sedangkan Khattab bin Nufail pamannya dan sekaligus saudaranya dari pihak ibu, sebab perkawinan Nufail dengan Jaida' yang kemudian melahirkan Khattab.
Jalal ad-Din as-Suyuti dalam bukunya berjudul "Tarikh al-Khulafa" memaparkan Abu Bakar gelisah dengan budaya menyembah berhala kaum Qurasy itu. Sebagai pelarian dari kegelisahan hatinya, Abu Bakar seringkali secara diam-diam menemui tiga orang guri spiritulanya, salah satunya adalah Zaid bin Amr bin Nufail. Dua lainnya yang dianggap "orang suci" tersebut adalah Qus bin Saidah al-Iyyadi, dan Waraqah bin Naufal.
Ketiga guru Abu Bakar ini adalah penganut agama Ibrahim yang telah meninggalkan keramaian dunia dan hidup menyepi.
Suatu kali Zaid bin Amr bin Nufail bertanya kepada Abu Bakar, yang lala itu masih menyandang nama Atiq. “Manakah yang benar, apakah Tuhan yang satu, atau tuhan yang beribu-ribu? Apakah dapat dikatakan agama jika urusan terpecah semena-mena?”
Pertanyaan itu bertahan lama, hinggap di dalam pikirannya, dan karenanya Abu Bakar menderita. Dia begitu ingin mencari tahu kebenaran.
Di antara tiga manusia suci ini Zaid bin Amr bin Nufail suaranya paling keras menyerukan agama Ibrahim. Suatu waktu suaranya meninggi, akibatnya orang-orang Quraisy merasa terganggu, sehingga mereka menghasut salah seorang kerabatnya, yaitu Khattab bin Nufail, untuk menutup pintu rumahnya dan membiarkannya terpencil.
Dalam kesempatan lain, Zaid bin Amr bin Nufail yang sudah tua bersandar pada dinding Kakbah, dan dia menyeru, “Hai Kaum Quraisy! Demi Dzat yang nyawaku berada dalam tangan-Nya, tak seorang pun di antara kalian yang masih mengikuti agama Ibrahim dan Ismail sepeninggal mereka.
“Dan sungguh, aku sedang menunggu-nunggu kedatangan seorang Nabi keturunan Ismail, yang aku rasa, aku tak akan sempat bertemu dengannya.”
Kemudian tampak olehnya Amir bin Rabiah, maka dipanggilnya dia seraya berkata, “Hai Amir bin Rabiah, jika umurmu panjang sampaikanlah salamku kepadanya!”
Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya berjudul "Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulullah" mengisahkan Zaid bin Amr bin Nufail kemudian menyeruak ke dalam barisan orang-orang yang sedang mengelilingi Kakbah, kemudian menyeru dengan suara yang lantang:
“Ya Rabbi! Aku terima kebenaran itu sebagai kebenaran. Aku beribadah dan memperhambakan diri hanya kepada-Mu. Aku berlindung kepada Dzat yang menjadi tempat berlindung Nabi Ibrahim.
Dan kuserahkan diriku kepada Dzat tempat bumi menyerahkan dirinya, yakni bumi yang dihamparkan-Nya dengan membawa bebatuan yang tak terkira jumlahnya, yang kemudian dijadikan-Nya gunung-gunung untuk mengukuhkan kedudukannya.
Dan kuserahkan diriku kepada Dzat tempat awan menyerahkan dirinya, yakni awan hitam yang membawa air, yang sejuk dan tawar rasanya.”
Melihatnya, Abu Bakar berkata di dalam hati, “Demi Tuhan Ibrahim, inilah sebenarnya yang hak! Tetapi bagaimana caranya? Serta bilakah masanya kita akan beroleh keyakinan terhadap-Nya?”
Sementara, Zaid sendiri, bukanlah seorang nabi, maka dia pun senantiasa berada di dalam pencariannya, berkata, “Ya Allah, sekiranya aku mengetahui cara yang lebih Engkau sukai dalam beribadah kepada-Mu, tentulah aku akan melakukannya. Tetapi bagaimana? Aku tidak mengetahuinya….”
Sepupu Umar bin Khattab
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Umar bin Khattab" menjelaskan Zaid bin Amr adalah saudara sepupu Umar Bin Khattab atau keponakan Khattab, ayah Umar.
Nasab beliau adalah Zaid bin Amr bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin ‘Adi bin Ka’ab bin Lu’ay.
Sedangkan Khattab bin Nufail pamannya dan sekaligus saudaranya dari pihak ibu, sebab perkawinan Nufail dengan Jaida' yang kemudian melahirkan Khattab.