Pembebasan Irak: Kisah Penduduk Hirah Setuju dengan Jizyah
Jum'at, 19 Januari 2024 - 16:53 WIB
Diceritakan bahwa Khalid menolak membuat persetujuan itu kecuali jika Karamah putri Abdul Masih, saudara perempuan Amr diserahkan kepada Syuwail.
Dia begitu gigih dalam hal ini karena dikatakan bahwa Syuwail ini pernah mendengar Rasulullah SAW menyebutkan tentang Hirah dan ia menanyakan tentang Karamah, dikatakan kepadanya: "Dia buat engkau kalau kau dapat membebaskan (Hirah) dengan paksa."
Gadis yang bernarna Karamah ini waktu mudanya sangat cantik. Syuwail waktu mudanya juga pernah melihat dan dia tergila-gila kepadanya dengan selalu memujinya. Bahwa dia kini menuntutnya kembali, buat Khalid tak ada jalan lain kecuali harus melaksanakan janji Rasulullah itu.
Hal ini sangat mengharukan hati keluarganya dan menganggapnya penting. Tetapi Karamah berkata kepada mereka: "Tidak apa, pertemukan aku dengan dia, aku yang akan menebus. Untuk apa kalian khawatir kepada perempuan yang sudah berusia 80 tahun! Laki-laki ini bodoh sekali. Dia melihatku waktu aku masih muda remaja dan dikiranya tidak berubah!"
Lalu ia menemui Syuwail seraya berkata:
"Maksudmu mau apa dengan nenek-nenek setua aku ini? Sekarang tebus sajalah aku!"
"Tidak," katanya. "Aku yang akan menentukan."
"Tentukanlah semaumu."
"Rasanya bukan suami ibu Syuwail kalau kurang dari seribu dirham."
Karamah pura-pura menganggap jumlah itu terlalu besar dengan maksud hendak mempermainkannya. Tetapi tebusan itu kemudian diberikan dan ia pun kembali kepada keluarganya ketika teman-temannya mendengar apa yang dilakukannya itu, ia diejek karena dinilai jumlah tebusan itu terlalu kecil, dan ada pula yang memarahinya. Tetapi ia masih berdalih: "Aku rasa tak akan ada jumlah yang lebih tinggi dari seribu."
Ia mengadukan hal itu kepada Khalid. "Niatku memang itulah jumlah yang tertinggi."
"Kita menginginkan sesuatu, Allah menghendaki yang lain," kata Khalid. "Kita lihat yang nyata saja lepas dari soal niatmu, kau membohong atau tidak."
Markas Komando
Selesai Khalid membebaskan Hirah, atas kemenangan itu ia salat delapan rakaat tanpa salam. Selesai salat ia berpaling kepada teman-temannya katanya:
"Dalam perang Mu'tah sudah sembilan pedang yang patah di tanganku. Tetapi tak ada yang seperti orang Persia ini, terutama orang-orang Ullais."
Khalid tinggal di Hirah dan sekaligus dijadikan markas komandonya. Itulah ibu kota Islam pertama di luar negeri Arab. Tetapi pimpinan pemerintahan diserahkan kepada tokoh-tokoh anak negeri itu.
Dengan demikian mereka merasa puas, suasana sekitar juga tenang. Penduduk di dekat Hirah merasakan adanya keadilan yang merata. Terasa terganggu oleh yang demikian, istana Persia berusaha mengajak damai Khalid dan bersedia bergabung di bawah panji Islam.
Bukankah petani-petani itu dibiarkan tak terganggu menggarap tanah mereka, malah segala yang menjadi beban buat mereka karena kezaliman pejabat-pejabat Persia dulu kini dihapus, dan hak-hak mereka dijamin.
Dia begitu gigih dalam hal ini karena dikatakan bahwa Syuwail ini pernah mendengar Rasulullah SAW menyebutkan tentang Hirah dan ia menanyakan tentang Karamah, dikatakan kepadanya: "Dia buat engkau kalau kau dapat membebaskan (Hirah) dengan paksa."
Gadis yang bernarna Karamah ini waktu mudanya sangat cantik. Syuwail waktu mudanya juga pernah melihat dan dia tergila-gila kepadanya dengan selalu memujinya. Bahwa dia kini menuntutnya kembali, buat Khalid tak ada jalan lain kecuali harus melaksanakan janji Rasulullah itu.
Hal ini sangat mengharukan hati keluarganya dan menganggapnya penting. Tetapi Karamah berkata kepada mereka: "Tidak apa, pertemukan aku dengan dia, aku yang akan menebus. Untuk apa kalian khawatir kepada perempuan yang sudah berusia 80 tahun! Laki-laki ini bodoh sekali. Dia melihatku waktu aku masih muda remaja dan dikiranya tidak berubah!"
Lalu ia menemui Syuwail seraya berkata:
"Maksudmu mau apa dengan nenek-nenek setua aku ini? Sekarang tebus sajalah aku!"
"Tidak," katanya. "Aku yang akan menentukan."
"Tentukanlah semaumu."
"Rasanya bukan suami ibu Syuwail kalau kurang dari seribu dirham."
Karamah pura-pura menganggap jumlah itu terlalu besar dengan maksud hendak mempermainkannya. Tetapi tebusan itu kemudian diberikan dan ia pun kembali kepada keluarganya ketika teman-temannya mendengar apa yang dilakukannya itu, ia diejek karena dinilai jumlah tebusan itu terlalu kecil, dan ada pula yang memarahinya. Tetapi ia masih berdalih: "Aku rasa tak akan ada jumlah yang lebih tinggi dari seribu."
Ia mengadukan hal itu kepada Khalid. "Niatku memang itulah jumlah yang tertinggi."
"Kita menginginkan sesuatu, Allah menghendaki yang lain," kata Khalid. "Kita lihat yang nyata saja lepas dari soal niatmu, kau membohong atau tidak."
Markas Komando
Selesai Khalid membebaskan Hirah, atas kemenangan itu ia salat delapan rakaat tanpa salam. Selesai salat ia berpaling kepada teman-temannya katanya:
"Dalam perang Mu'tah sudah sembilan pedang yang patah di tanganku. Tetapi tak ada yang seperti orang Persia ini, terutama orang-orang Ullais."
Khalid tinggal di Hirah dan sekaligus dijadikan markas komandonya. Itulah ibu kota Islam pertama di luar negeri Arab. Tetapi pimpinan pemerintahan diserahkan kepada tokoh-tokoh anak negeri itu.
Dengan demikian mereka merasa puas, suasana sekitar juga tenang. Penduduk di dekat Hirah merasakan adanya keadilan yang merata. Terasa terganggu oleh yang demikian, istana Persia berusaha mengajak damai Khalid dan bersedia bergabung di bawah panji Islam.
Bukankah petani-petani itu dibiarkan tak terganggu menggarap tanah mereka, malah segala yang menjadi beban buat mereka karena kezaliman pejabat-pejabat Persia dulu kini dihapus, dan hak-hak mereka dijamin.