Lebih Percaya Mana? Mullah Nashruddin, Apa Keledai?
Kamis, 20 Agustus 2020 - 06:24 WIB
Seorang guru Sufi (darwis) mengulas hubungan multi bentuk dari Nashruddin dengan seorang murid (Sufi). Cerita tersebut, katanya, serupa dengan sebuah delima. Buah ini memiliki keindahan, gizi dan sari yang tersembunyi -- bijinya.
Seseorang mungkin tertarik secara emosional dengan bentuk luarnya, tertawa mendengar sebuah lelucon, atau melihat keindahan lahiriah tersebut. Tetapi hal ini hanya jika delima tersebut diberikan kepada Anda. Semua hal yang terserap adalah bentuk dan warnanya, mungkin aromanya, bentuk lahir dan teksturnya. ( )
"Anda bisa memakan buah delima dan merasakannya, merasakan kebahagiaan yang jauh lebih dari sarinya. Delima tersebut memberikan gizi kepada Anda, dan menjadi bagian diri Anda. Anda bisa membuang biji-kerasnya -- atau memecahkannya dan menemukan suatu inti yang lezat di dalamnya. Inilah kedalaman yang tersembunyi itu. Ia memiliki warna, ukuran, bentuk, sari, rasa dan fungsinya tersendiri. Anda bisa mengumpulkan biji-bijiannya dan menjadikannya sebagai minyak bakar. Meskipun biji arang tersebut tidak lagi berguna, bagian yang bisa dimakan telah menjadi bagian dari Anda." ( )
Begitu seorang murid mencapai tingkat pandangan tertentu terhadap kerja-kerja sejati dari wujud (eksistensi), maka ia akan berhenti bertanya terhadap hal-hal yang sebelumnya tampak sebagai hal-hal yang sangat relevan dengan keseluruhan gambaran tersebut. Selain itu, ia bisa melihat bahwa sebuah keadaan bisa diubah oleh peristiwa-peristiwa yang tampaknya tidak memiliki relevansi dengannya. Cerita tentang selimut menjelaskan hal ini: ( )
Nashruddin dan istrinya pada suatu malam terbangun karena mendengar dua orang bertikai di bawah jendela rumahnya. Istrinya menyuruh Nashruddin ke luar untuk melihat apa sesungguhnya yang terjadi. Ia menutupi bahunya dengan selimut dan kemudian turun. Begitu mendekati ke dua orang tersebut, salah seorang dari mereka merampas selimut tersebut, kemudian mereka lari. ( )
"Sayang, apa yang menyebabkan pertikaian itu?" tanya istrinya ketika Nashruddin masuk rumah.
"Tentang selimutku. Begitu mereka mendapatkan selimutku, mereka segera pergi."
Seorang tetangga pergi ke Nashruddin untuk meminjam keledainya. "Keledaiku tidak ada, karena sedang dipinjam," kata Nashruddin.
Padahal pada saat itu keledai tersebut terdengar meringkik dari dalam kandangnya.
"Tetapi aku bisa mendengar ringkikan keledai itu, di sana."
"Siapa yang Anda percaya?" tanya Nashruddin, "aku atau keledai?" (Baca juga: Mullah Nashruddin, Keledai, dan Kualitas Magis Berkah )
Seseorang mungkin tertarik secara emosional dengan bentuk luarnya, tertawa mendengar sebuah lelucon, atau melihat keindahan lahiriah tersebut. Tetapi hal ini hanya jika delima tersebut diberikan kepada Anda. Semua hal yang terserap adalah bentuk dan warnanya, mungkin aromanya, bentuk lahir dan teksturnya. ( )
"Anda bisa memakan buah delima dan merasakannya, merasakan kebahagiaan yang jauh lebih dari sarinya. Delima tersebut memberikan gizi kepada Anda, dan menjadi bagian diri Anda. Anda bisa membuang biji-kerasnya -- atau memecahkannya dan menemukan suatu inti yang lezat di dalamnya. Inilah kedalaman yang tersembunyi itu. Ia memiliki warna, ukuran, bentuk, sari, rasa dan fungsinya tersendiri. Anda bisa mengumpulkan biji-bijiannya dan menjadikannya sebagai minyak bakar. Meskipun biji arang tersebut tidak lagi berguna, bagian yang bisa dimakan telah menjadi bagian dari Anda." ( )
Begitu seorang murid mencapai tingkat pandangan tertentu terhadap kerja-kerja sejati dari wujud (eksistensi), maka ia akan berhenti bertanya terhadap hal-hal yang sebelumnya tampak sebagai hal-hal yang sangat relevan dengan keseluruhan gambaran tersebut. Selain itu, ia bisa melihat bahwa sebuah keadaan bisa diubah oleh peristiwa-peristiwa yang tampaknya tidak memiliki relevansi dengannya. Cerita tentang selimut menjelaskan hal ini: ( )
Nashruddin dan istrinya pada suatu malam terbangun karena mendengar dua orang bertikai di bawah jendela rumahnya. Istrinya menyuruh Nashruddin ke luar untuk melihat apa sesungguhnya yang terjadi. Ia menutupi bahunya dengan selimut dan kemudian turun. Begitu mendekati ke dua orang tersebut, salah seorang dari mereka merampas selimut tersebut, kemudian mereka lari. ( )
"Sayang, apa yang menyebabkan pertikaian itu?" tanya istrinya ketika Nashruddin masuk rumah.
"Tentang selimutku. Begitu mereka mendapatkan selimutku, mereka segera pergi."
Seorang tetangga pergi ke Nashruddin untuk meminjam keledainya. "Keledaiku tidak ada, karena sedang dipinjam," kata Nashruddin.
Padahal pada saat itu keledai tersebut terdengar meringkik dari dalam kandangnya.
"Tetapi aku bisa mendengar ringkikan keledai itu, di sana."
"Siapa yang Anda percaya?" tanya Nashruddin, "aku atau keledai?" (Baca juga: Mullah Nashruddin, Keledai, dan Kualitas Magis Berkah )
(mhy)