Mullah Nashruddin, Cerita Menuju Awal Pencerahan

Senin, 17 Agustus 2020 - 08:58 WIB
loading...
Mullah Nashruddin, Cerita Menuju Awal Pencerahan
Nashruddin Hoja. Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
"Lelucon" Mullah Nashruddin lainnya menegaskan siklus realitas yang mendasar ini, serta hubungan-hubungan tidak kasat-mata secara umum yang terjadi. ( )

Suatu hari, Nashruddin berjalan di sebuah jalan yang lengang. Malam mulai turun ketika ia melihat sepasukan berkuda menuju ke arahnya. Imajinasinya mulai bekerja, dan ia khawatir mereka akan merampoknya, atau memaksanya menjadi pasukan. Begitu kuatnya rasa takut ini sehingga ia melompati tembok dan ternyata ia berada di sebuah kuburan. Musafir-musafir lainnya, karena tidak memiliki prasangka sebagaimana Nashruddin, menjadi penasaran dan mengejarnya. ( )

Ketika mereka mendatanginya tengah berbaring tidak bergerak, salah seorang di antara mereka berkata, "Apa yang bisa kami bantu. Mengapa Anda di sini dengan posisi seperti ini?"

Menyadari kesalahannya, Nashruddin berkata, "Ini lebih rumit dari yang kalian duga. Kalian lihat, aku di sini karena kalian, dan kalian di sini karena aku." ( )

Idries Shah dalam The Sufi menyatakan hanya seorang sufi ( mistik ) yang "kembali" ke dunia normal setelah mengalami langsung keterkaitan dari hal-hal yang menjadi berbeda atau tidak terkait, yang benar-benar bisa memahami kehidupan dengan cara ini. ( )

Bagi Sufi, menurut Idries Shah, setiap metode metafisis yang tidak mencakup faktor (keterkaitan segala peristiwa) ini merupakan suatu metode yang hanya mencampur-aduk hal-hal lahiriah, dan tidak bisa menjadi suatu produk dari apa yang disebut sebagai pengalaman mistik. Metode semacam ini merupakan penghalang bagi pencapaian tujuan sejati yang didambakannya.

Ini bukan untuk menyatakan bahwa sufi sebagai akibat dari pengalaman-pengalamannya, menjadi terpisah dari realitas kehidupan superfisial. Ia memiliki dimensi ekstra dalam wujud, yang bekerja secara paralel dengan kognisi yang lebih lemah dari manusia wajar. Nashruddin menerangkan hal ini secara menawan dengan pernyataannya:



"Aku bisa melihat dalam gelap."

"Hal itu mungkin saja, Mullah Nashruddin. Tetapi jika benar demikian, mengapa Tuan terkadang membawa lilin di malam hari?"

"Untuk mencegah orang lain menabrakku." ( )

Cahaya yang dibawa oleh sufi mungkin penyesuaiannya dengan cara-cara dari orang-orang di mana ia berada, setelah se"kembali"-nya dari perjalanan ke dalam suatu persepsi yang lebih luas.

Karena transmutasinya, sufi merupakan bagian kesadaran realitas yang hidup dari seluruh wujud. Hal ini berarti: Ia tidak bisa melihat apa yang terjadi -- baik pada dirinya maupun orang lain -- dengan cara terbatas seperti yang biasa dilakukan oleh para filosuf atau teolog. (Baca juga: Mullah Nashruddin, Keledai, dan Kualitas Magis Berkah )

Suatu ketika, seseorang bertanya kepada Nashruddin tentang hakikat Nasib. Ia menjawab, "Apa yang Anda sebut 'Nasib' adalah benar-benar asumsi/dugaan. Anda menduga bahwa sesuatu yang baik atau buruk akan terjadi. Akibat aktualnya itulah yang Anda sebut 'Nasib'."

Pertanyaan seperti, "Apakah Anda seorang fatalis?" tidak bisa diajukan kepada seorang sufi, sebab ia menolak konsep nasib yang tidak berdasar (fakta) yang tersirat dalam pertanyaan tersebut. ( )

Karena ia bisa melihat kaitan-kaitan pada kedalaman satu peristiwa, maka sikap sufi terhadap peristiwa-peristiwa individual bersifat komprehensif dan tidak memandangnya secara terpisah. Ia tidak bisa mengeneralisir dari data yang terpisah secara artifisial. "Tak satu pun yang bisa menunggangi kuda itu!" ucap sang raja kepadanya. Nashruddin berucap, "Tetapi aku menaiki pelananya."

"Apa yang terjadi?"

"Aku juga tidak mampu menggerakkannya."

Cerita ini dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa ketika suatu fakta yang tampaknya konsisten ditarik sejajar dengan dimensi-dimensinya, maka ia akan berubah. (
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1533 seconds (0.1#10.140)