Kisah Sikap Umar bin Khattab Menghadapi Kaum Nasrani yang Menolak Membayar Jizyah

Rabu, 12 Juni 2024 - 18:29 WIB
Salah satu kabilah yang menolak membayar jizyah adalah Banu Taglib. Ilustrasi: Ist
Dalam penaklukan wilayah Syam khususnya Suriah , sebagian kabilah Arab Nasrani menolak digolongkan sebagai kaum zimmi yang harus membayar jizyah. Mereka juga menolak masuk Islam.

"Salah satu kabilah yang menolak itu adalah Banu Taglib," tulis Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" yang diterjemahkan Ali Audah menjadi "Umar bin Khattab, Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu" (PT Pustaka Litera AntarNusa, 2000).

Jizyah atau jizya adalah pajak per kapita yang wajib dibayar penduduk non-Muslim pada suatu negara di bawah peraturan Islam. Sebagai imbalannya, pihak non-Muslim yang membayar Jizyah kepada negara dibiarkan untuk mempraktikkan ibadah mereka, untuk menikmati sejumlah kebebasan komunal tertentu, berhak mendapatkan keamanan dan perlindungan negara atas agresi dari luar, juga pembebasan dari wajib militer (Jihad) dan zakat.

Perlindungan ini meliputi perlindungan terhadap harta, keyakinan, kehormatan, kemuliaan dan perolehan hak-hak sebagai rakyat dalam pemerintahan Islam oleh umat muslim.



Jizyah merupakan bukti perjanjian perdamaian dan perlindungan antara umat muslim yang memenangkan peperangan di suatu negeri yang bukan muslim. Istilah jizyah ada pada Qur'an surat At-Taubah ayat 29.

Haekal mengisahkan Banu Taglib pada awalnya di bawah Romawi melawan pasukan Islam di Kota Hims. Mereka yang kalah sebagian lari ke wilayah Romawi. SedangkanBanu Taqlib bertahan di Jazirah dan tidak ikut lari. Mereka menyerah dan ingin berdamai.

Akan tetapi mereka menolak keinginan pemerintah muslim yang mengharuskan mereka masuk Islam. Mereka mengajukan persoalan ini kepada Amirulmukminin Umar bin Khattab .

Umar membenarkan pendapat mereka yang menolak masuk Islam. Umar bin Khattab membiarkan mereka tetap menjadi Nasrani selama mereka tidak menasranikan anak yang baru lahir dan tidak merintangi orang masuk IsĀ­lam. Sesudah mereka menerima keputusan Umar itu, ada sebagian mereka yang masuk agama Allah dan yang sebagian lagi tetap bertahan dalam agama Nasrani.

Karena mereka menolak Islam meraka harusnya menjadi kaum zimmi yang harus membayar jizyah. Akan tetapi mereka menolak status itu. Mereka mengirim delegasi ke Madinah - di antara mereka ada yang sudah masuk Islam, dan mereka inilah yang berkata kepada Umar:

"Janganlah mereka lari hanya karena soal pajak. Sebaliknya, lipatgandakanlah sedekah atas mereka yang kita peroleh dari harta mereka, dan itu sama dengan jizyah. Mereka marah jika ada yang menyebut-nyebut soal jizyah. Asal mereka tidak menasranikan anak-anak yang lahir dari keluarga Islam."

Tetapi Umar bersikeras mereka harus membayar jizyah.



Mereka berkata lagi: "Jika Jizyah ini diharuskan kepada kami, kami akan pindah ke Ardurum."

Ardurum dalah wilayah Romawi yang banyak dihuni kabilah Arab.

Kata Umar lagi: "Kalau kalian lari ke Ardurum, akan saya tulis surat (kepada Heraklius, penguasa Romawi) dan kalian akan saya jadikan tawanan."

Mereka berkata: "Ambillah sebagian dari kami tetapi jangan disebut jizyah."

Kata Umar: "Kami akan menamakannya jizyah, dan kalian boleh menamakan apa saja."

Menyaksikan dialog itu makin sengit Ali bin Abi Thalib berkata: "Amirulmukminin, bukankah sedekah dari mereka oleh Sa'd bin Malik sudah dilipatgandakan?"

"Memang," kata Umar, "dan sudah diterimanya dari mereka sebagai pengganti jizyah."

Orang-orang Nasrani dari Banu Taglib bersikeras untuk tidak membayar jizyah itu karena mereka merasa diri mereka golongan orang terhormat dan kuat. Mereka menganggap membayar jizyah suatu penghinaan dan berarti sudah tunduk, yang tidak layak bagi mereka dan tidak sesuai dengan kebiasaan yang sudah dikenal orang tentang mereka sebagai golongan yang terpandang dan terhormat.

Rasa terhormat dan kuat itulah yang membuat Walid bin Uqbah, pemimpin Muslim di Suriah, menghendaki mereka bergabung ke dalam Islam supaya mereka lebih terhormat dan lebih kuat.



Sikap Umar yang pada mulanya keras mengenai soal jizyah ini, dan kemudian menyetujui ketentuan sedekah kepada mereka dilipat-gandakan setelah dirundingkan dengan Ali bin Abi Thalib, adalah suatu langkah politik yang patut dipuji, kendati bertentangan dengan sikap Abu Bakar dalam menghadapi kaum Riddah, juga sikapnya dalam menghadapi musuh-musuhnya yang kuat-kuat, Persia dan Romawi.

Banu Taglib adalah orang Arab, dan Umar cenderung sekali pada harga diri orang-orang Arab. Kalaupun sebagian mereka sekarang masih tetap dalam agama Nasrani, tak lama lagi mereka semua niscaya akan bergabung ke dalam Islam.

Cara lemah lembut dalam menghadapi soal ini akan lebih berkesan.

Sejarah telah membuktikan firasat Umar yang begitu baik serta pandangannya yang jauh tatkala kemudian Banu Taglib ini ternyata membela Islam dengan cara yang amat cemerlang. Dalam banyak peristiwa mereka menjadi pendukung Muslimin dalam menghadapi musuh.



Tidak cukup hanya dengan menerima sedekah dari orang-orang Nasrani itu, tetapi Umar melihat bahwa perselisihan antara mereka dengan Walid bin Uqbah adakalanya menjadi penyebab keluarnya dia dari sana. Dia sudah kehilangan kesabaran dan memaksa mereka.

Oleh karena itu oleh Umar ia dipindahkan dari daerah mereka dan tempatnya digantikan oleh Furat bin Hayyan, untuk menjaga keamanan dan ketertiban di kawasan mereka.
(mhy)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Anas radhiyallahu 'anhu, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terbiasa membaca doa: YA MUQALLIBAL QULUUB TSABBIT QALBII 'ALAA DIINIKA (Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku berada di atas agamamu). Kemudian aku pun bertanya, Wahai Rasulullah, kami beriman kepadamu dan kepada apa yang anda bawa. Lalu apakah anda masih khawatir kepada kami? Beliau menjawab: Ya, karena sesungguhnya hati manusia berada di antara dua genggaman tangan Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Dia bolak-balikkan menurut yang dikehendaki-Nya.

(HR. Tirmidzi No. 2066)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More