Manusia Menurut Al-Qur'an: Mendapat Pujian Sekaligus Cercaan Tuhan

Senin, 30 September 2024 - 18:32 WIB
Dimensi spiritual inilah yang mengantar mereka untuk cenderung kepada keindahan, pengorbanan, kesetiaan, pemujaan, dan sebagainya. Ilustrasi: SINDOnews
TIDAK sedikit ayat Al-Quran yang berbicara tentang manusia; bahkan manusia adalah makhluk pertama yang telah disebut dua kali dalam rangkaian Wahyu Pertama ( QS 96 :1-5).

Dalam bukunya berjudul " Membumikan al-Quran , Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat" (Mizan, 1996), Prof Dr M Quraish Shihab menjelaskan manusia sering mendapat pujian Tuhan. Dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain, ia mempunyai kapasitas yang paling tinggi ( QS 11 :3), mempunyai kecenderungan untuk dekat kepada Tuhan melalui kesadarannya tentang kehadiran Tuhan yang terdapat jauh di bawah alam sadarnya ( QS 30 :43).

Ia diberi kebebasan dan kemerdekaan serta kepercayaan penuh untuk memilih jalannya masing-masing ( QS 33 :72; QS 76 :2-3). Ia diberi kesabaran moral untuk memilih mana yang baik dan mana yang buruk, sesuai dengan nurani mereka atas bimbingan wahyu ( QS 91 :7-8).



Ia adalah makhluk yang dimuliakan Tuhan dan diberi kesempurnaan dibandingkan dengan makhluk lainnya ( QS 17 :70) serta ia pula yang telah diciptakan Tuhan dalam bentuk yang sebaik-baiknya ( QS 95 :4).

Namun di lain segi, manusia ini juga yang mendapat cercaan Tuhan. Ia amat aniaya dan mengingkari nikmat ( QS 14 :34), dan sangat banyak membantah ( QS 22 :67).

Menurut Quraish, ini bukan berarti bahwa ayat-ayat Al-Quran bertentangan satu sama lain, tetapi hal tersebut menunjukkan potensi manusiawi untuk menempati tempat terpuji, atau meluncur ke tempat yang rendah sehingga tercela.

Al-Quran menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah, kemudian setelah sempurna kejadiannya, Tuhan menghembuskan kepadanya Ruh ciptaan-Nya ( QS 38 :71-72).

Dengan "tanah" manusia dipengaruhi oleh kekuatan alam seperti makhluk-makhluk lain, sehingga ia butuh makan, minum, hubungan seks, dan sebagainya, dan dengan "Ruh" ia diantar ke arah tujuan non-materi yang tak berbobot dan tak bersubstansi dan yang tak dapat diukur di laboratorium atau bahkan dikenal oleh alam material.

Dimensi spiritual inilah yang mengantar mereka untuk cenderung kepada keindahan, pengorbanan, kesetiaan, pemujaan, dan sebagainya.



Ia mengantarkan mereka kepada suatu realitas yang Maha Sempurna, tanpa cacat, tanpa batas dan tanpa Akhir: wa anna ila rabbika Al-Muntaha -- dan sesungguhnya kepada Tuhan-Mu-lah berakhirnya segala sesuatu ( QS 53 :42). Hai manusia, sesungguhnya engkau telah bekerja dengan penuh kesungguhan menuju Tuhanmu dan pasti akan kamu menemui-Nya" ( QS 84 :6).

Dengan berpegang kepada pandangan ini, manusia akan berada dalam satu alam yang hidup, bermakna, serta tak terbatas, yang dimensinya melebar keluar melampaui dimensi "tanah", dimensi material itu.

Al-Quran tidak memandang manusia sebagai makhluk yang tercipta secara kebetulan, atau tercipta dari kumpulan atom, tapi ia diciptakan setelah sebelumnya direncanakan untuk mengemban satu tugas, Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi (QS 2:30).

Ia dibekali Tuhan dengan potensi dan kekuatan positif untuk mengubah corak kehidupan di dunia ke arah yang lebih baik ( QS 13 :11), serta ditundukkan dan dimudahkan kepadanya alam raya untuk dikelola dan dimanfaatkan ( QS 45 :12-13). Antara lain, ditetapkan arah yang harus ia tuju ( QS 51 :56) serta dianugerahkan kepadanya petunjuk untuk menjadi pelita dalam perjalanan itu ( QS 2 :38).

(mhy)
Lihat Juga :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Aisyah Ummul Mukminin, bahwa ia berkata:  Sudah biasa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa beberapa hari, hingga kami mengira bahwa beliau akan berpuasa terus. Namun beliau juga biasa berbuka (tidak puasa) beberapa hari hingga kami mengira bahwa beliau akan tidak puasa terus. Dan aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyempurnakan puasanya sebulan penuh, kecuali Ramadhan.  Dan aku juga tidak pernah melihat beliau puasa sunnah dalam sebulan yang lebih banyak daripada puasanya ketika bulan Sya'ban.

(HR. Muslim No. 1956)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More