Ini Mengapa Kaum Rafidah Sangat Membenci Malaikat Jibril
Rabu, 09 Oktober 2024 - 14:43 WIB
KAUM Rafidah sangat membenci malaikat Jibril . Karena, menurut keyakinan mereka, Jibril telah melakukan kesalahan dalam menyampaikan wahyu.
"Seharusnya ia menurunkannya kepada Ali, namun ia memberikannya kepada Muhammad SAW," tulis Mahmud az-Za'by dalam bukunya berjudul "Al-Bayyinat, fi ar-Radd' ala Abatil al-Muraja'at" yang diterjemahkan Ahmadi Thaha dan Ilyas Ismail menjadi "Sunni yang Sunni -- Tinjauan Dialog Sunnah-Syi'ahnya al-Musawi(Pustaka,1989).
Di sini kepercayaan mereka sama dengan kepercayaan Yahudi . Mereka membenci para malaikat. Orang Yahudi menganggap Jibril sebagai musuh mereka.
Kemashuman Para Imam
Selain itu, kaum Rafidah mempercayai, para imam itu bebas dosa, atau mashum. Mereka berjumlah 12 orang. Sembilan di antaranya berasal dari keluarga Nabi (Ahlul Bayt).
Imam yang kedua belas kini sedang menghilang (gaib). la bernama Muhammad ibn Hasan al-Askari. Imam yang pertama adalah Ali ibn Abi Thalib.
Semua imam ini diyakini bebas dosa, seperti para nabi. Bahkan menurut kaum Rafidah, kemashuman imam itu jauh lebih luas daripada para nabi.
Sayyid Ibrahim al-Musawi al-Zanjani berkata: "Kami yakin bahwa seorang imam itu seperti nabi. la ma'shum (terjaga) dari segala perbuatan yang hina dan keji, baik lahir maupun batin, dari kecil sampai meninggal, sengaja atau karena lalai. la juga ma'shum dari lupa dan salah atau keliru. Sebab, para imam itu pemelihara syari'at dan penguat agama. Di sini posisi mereka sama dengan posisi Nabi. Adanya dalil yang menyebabkan kita yakin akan kema'shuman para nabi, maka dalil itu pula yang menyebabkan kita harus meyakini kema'shuman para imam tanpa ada perbedaan sedikit pun."
Ayatullah Khomeini juga memandang martabat para imam itu lebih tinggi dari para malaikat dan para nabi. Tentang ini ia berkata: "Salah satu pengetahuan yang kita maklumi adalah bahwa imam-imam kita mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada malaikat dan Rasul."
Khomeini juga menegaskan, ajaran imam itu seperti ajaran Al-Quran, mutlak dan universal, tidak untuk suku bangsa tertentu, tetapi untuk semua orang sepanjang masa sampai akhir zaman. Ajaran itu, demikian Khomeini, harus direalisasikan dan diikuti tanpa reserve.
Sementara sang imam sedang tiada (gaib), maka wakilnya (naib al-imam), memiliki sifat 'ishmah seperti para imam.
Dalam buku "Aqa'id al-Imamiyyah", Muhammad Ridha al-Muzhaffar, tokoh aliran Rafidah, berkata: "Menurut akidah kita, mujtahid adalah pengganti imam selama ia belum hadir. la memiliki kewenangan yang dimiliki sang imam. Menolaknya sama dengan menolak imam, dan itu sama saja dengan menolak Allah.
Paham Raj'ah
Selanjutnya, kaum Rafidhah juga meyakini Muhammad ibn Hasan al-Askari, sebagai imam terakhir yang sedang ditunggu kehadirannya. Ia bergelar al-Imam al-Mahdi al-Gha`ib al-Muntazhar.
Menurut mereka, dia hidup, tidak mati. Sementara ini, sang imam bersembunyi di tempat persembunyiannya. la akan muncul di akhir zaman ketika dunia sudah sarat dengan kezaliman dan ketidakadilan. Dengan kehadirannya, dunia akan damai, adil, dan sejahtera.
Mereka juga meyakini kebangkitan sekelompok pendukung imam di saat kehadirannya. Mereka bangkit dari pusara, untuk membantu dan menolong Imam Mahdi sekaligus menyaksikan kekuasaannya, supaya mendapat kebahagiaan.
Kaum Rafidah juga meyakini kebangkitan sekelompok musuh Imam Mahdi. Mereka bangkit dari kubur untuk mendapat hukuman di bawah pemerintah Imam Mahdi. Raj'ah ini hanya berlaku untuk imam-imam kaum Rafidah saja.
Sayyid Ibrahim al-Musawi az-Zanjani menyatakan raj'ah adalah kekhususan para imam.
Sementara ash-Shadiq berkata, "Kepercayaan kita tentang raj'ah adalah benar."
Menurut dia, raj'ah itu suatu ungkapan yang dipakai untuk menyatakan pengumpulan sekelompok orang pendukung imam yang sudah meninggal setelah munculnya al-Mahdi.
Mereka dibangkitkan dari kubur, supaya memperoleh keuntungan dengan membantu dan menolong perjuangan Imam, dan sekaligus untuk menyaksikan kejayaan kekuasaan Imam.
Selain mereka, dibangkitkan pula sekelompok musuh imam, supaya mereka mendapat siksa dan kematian. Raj'ah ini, menurut kepercayaan Syiah Dua belas Imam, khusus bagi mereka yang benar-benar beriman atau yang benar-benar kufur. Adapun selain mereka, tidak dipersoalkannya.
"Seharusnya ia menurunkannya kepada Ali, namun ia memberikannya kepada Muhammad SAW," tulis Mahmud az-Za'by dalam bukunya berjudul "Al-Bayyinat, fi ar-Radd' ala Abatil al-Muraja'at" yang diterjemahkan Ahmadi Thaha dan Ilyas Ismail menjadi "Sunni yang Sunni -- Tinjauan Dialog Sunnah-Syi'ahnya al-Musawi(Pustaka,1989).
Di sini kepercayaan mereka sama dengan kepercayaan Yahudi . Mereka membenci para malaikat. Orang Yahudi menganggap Jibril sebagai musuh mereka.
Kemashuman Para Imam
Selain itu, kaum Rafidah mempercayai, para imam itu bebas dosa, atau mashum. Mereka berjumlah 12 orang. Sembilan di antaranya berasal dari keluarga Nabi (Ahlul Bayt).
Imam yang kedua belas kini sedang menghilang (gaib). la bernama Muhammad ibn Hasan al-Askari. Imam yang pertama adalah Ali ibn Abi Thalib.
Semua imam ini diyakini bebas dosa, seperti para nabi. Bahkan menurut kaum Rafidah, kemashuman imam itu jauh lebih luas daripada para nabi.
Sayyid Ibrahim al-Musawi al-Zanjani berkata: "Kami yakin bahwa seorang imam itu seperti nabi. la ma'shum (terjaga) dari segala perbuatan yang hina dan keji, baik lahir maupun batin, dari kecil sampai meninggal, sengaja atau karena lalai. la juga ma'shum dari lupa dan salah atau keliru. Sebab, para imam itu pemelihara syari'at dan penguat agama. Di sini posisi mereka sama dengan posisi Nabi. Adanya dalil yang menyebabkan kita yakin akan kema'shuman para nabi, maka dalil itu pula yang menyebabkan kita harus meyakini kema'shuman para imam tanpa ada perbedaan sedikit pun."
Ayatullah Khomeini juga memandang martabat para imam itu lebih tinggi dari para malaikat dan para nabi. Tentang ini ia berkata: "Salah satu pengetahuan yang kita maklumi adalah bahwa imam-imam kita mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada malaikat dan Rasul."
Khomeini juga menegaskan, ajaran imam itu seperti ajaran Al-Quran, mutlak dan universal, tidak untuk suku bangsa tertentu, tetapi untuk semua orang sepanjang masa sampai akhir zaman. Ajaran itu, demikian Khomeini, harus direalisasikan dan diikuti tanpa reserve.
Sementara sang imam sedang tiada (gaib), maka wakilnya (naib al-imam), memiliki sifat 'ishmah seperti para imam.
Dalam buku "Aqa'id al-Imamiyyah", Muhammad Ridha al-Muzhaffar, tokoh aliran Rafidah, berkata: "Menurut akidah kita, mujtahid adalah pengganti imam selama ia belum hadir. la memiliki kewenangan yang dimiliki sang imam. Menolaknya sama dengan menolak imam, dan itu sama saja dengan menolak Allah.
Paham Raj'ah
Selanjutnya, kaum Rafidhah juga meyakini Muhammad ibn Hasan al-Askari, sebagai imam terakhir yang sedang ditunggu kehadirannya. Ia bergelar al-Imam al-Mahdi al-Gha`ib al-Muntazhar.
Menurut mereka, dia hidup, tidak mati. Sementara ini, sang imam bersembunyi di tempat persembunyiannya. la akan muncul di akhir zaman ketika dunia sudah sarat dengan kezaliman dan ketidakadilan. Dengan kehadirannya, dunia akan damai, adil, dan sejahtera.
Mereka juga meyakini kebangkitan sekelompok pendukung imam di saat kehadirannya. Mereka bangkit dari pusara, untuk membantu dan menolong Imam Mahdi sekaligus menyaksikan kekuasaannya, supaya mendapat kebahagiaan.
Kaum Rafidah juga meyakini kebangkitan sekelompok musuh Imam Mahdi. Mereka bangkit dari kubur untuk mendapat hukuman di bawah pemerintah Imam Mahdi. Raj'ah ini hanya berlaku untuk imam-imam kaum Rafidah saja.
Baca Juga
Sayyid Ibrahim al-Musawi az-Zanjani menyatakan raj'ah adalah kekhususan para imam.
Sementara ash-Shadiq berkata, "Kepercayaan kita tentang raj'ah adalah benar."
Menurut dia, raj'ah itu suatu ungkapan yang dipakai untuk menyatakan pengumpulan sekelompok orang pendukung imam yang sudah meninggal setelah munculnya al-Mahdi.
Mereka dibangkitkan dari kubur, supaya memperoleh keuntungan dengan membantu dan menolong perjuangan Imam, dan sekaligus untuk menyaksikan kejayaan kekuasaan Imam.
Selain mereka, dibangkitkan pula sekelompok musuh imam, supaya mereka mendapat siksa dan kematian. Raj'ah ini, menurut kepercayaan Syiah Dua belas Imam, khusus bagi mereka yang benar-benar beriman atau yang benar-benar kufur. Adapun selain mereka, tidak dipersoalkannya.
(mhy)