Ditawari Jadi Menteri Oleh Baginda, Abu Nawas Malah Konsultasi dengan Burung
Minggu, 01 November 2020 - 07:09 WIB
Abu Nawas sedang duduk di mulut sebuah gua di hutan sambil bicara sendiri ketika utusan dan pengawal datang. "Hai Abu Nawas, Baginda mencarimu. Cepatlah..!" kata utusan Baginda.
"Sebentar, saya sedang ngobrol dengan burung itu," ujar Abu Nawas sembari menunjuk seekor burung yang bertengger di dahan pohon.
"Ah, kau gila ya?"
Abu Nawas menunjukkan wajah serius. "Saya sedang bicara dengan burung. Diamlah. Ini menyangkut masa depan Baginda," ujar Abu Nawas meyakinkan.
Utusan Baginda terheran-heran. Mau tak mau mereka pun sabar menanti sembari menyaksikan tingkah Abu Nawas yang aneh itu.
Tak lama kemudian, Abu Nawas ngeloyor menaiki keledainya. Utusan dan pengawal Baginda mengawalnya sampai Istana.
Begitu sampai di istana, Abu Nawas duduk di tempat biasa.Sedangkan utusan menemui Baginda, di ruang lain. Sang utusan bercerita bahwa Abu Nawas setengah gila. "Hamba lihat, Abu bicara dengan burung," ujar utusan berkisah. Baginda penasaran juga.
"Kemana saja kamu?" tanya Baginda begitu melihat Abu Nawas berada di depannya.
"Mohon ampun baginda ... Hamba sedang menjalankan mimpi hamba untuk uzlah ke hutan," jawab Abu Nawas.
"Mimpi Apa?"
"Mimpi bertemu ayah hamba. Beliau berpesan agar hamba menyepi untuk sementara waktu agar dapat wangsit," ujar Abu Nawas.
"Terus sekarang sudah dapat wangsit?" tanya Baginda penasaran.
"Sudah baginda," jawab Abu Nawas.
"Apa wangsit yang kamu peroleh?"
"Mohon ampun Baginda. Ini tentang Baginda."
"Hah, tentang saya? Tentang apa itu?" desak Baginda. "Ayo ceritakan."
"Berdasarkan cerita burung, jika Baginda hendak melakukan reshuffle para menteri hendaknya memilih figur-figur yang benar-benar lebih baik dari menteri yang ada saat ini," tutur Abu Nawas.
"Ya, sudah pasti itu," sergah Baginda. "Memangnya kamu bisa berbicara dengan burung?" tanya Baginda memastikan.
"Begitulah, Baginda," jawab Abu Nawas mantap. "Berdasarkan cerita burung, Baginda hendaknya jangan mengangkat menteri yang ciri-cirinya seperti saya," lanjut Abu Nawas.
"Ah, burung kok dipercaya," ujar Baginda tertawa. "Jadi kamu menolak menjadi menteri?" tanya Baginda kemudian.
"Sebentar, saya sedang ngobrol dengan burung itu," ujar Abu Nawas sembari menunjuk seekor burung yang bertengger di dahan pohon.
"Ah, kau gila ya?"
Abu Nawas menunjukkan wajah serius. "Saya sedang bicara dengan burung. Diamlah. Ini menyangkut masa depan Baginda," ujar Abu Nawas meyakinkan.
Utusan Baginda terheran-heran. Mau tak mau mereka pun sabar menanti sembari menyaksikan tingkah Abu Nawas yang aneh itu.
Tak lama kemudian, Abu Nawas ngeloyor menaiki keledainya. Utusan dan pengawal Baginda mengawalnya sampai Istana.
Begitu sampai di istana, Abu Nawas duduk di tempat biasa.Sedangkan utusan menemui Baginda, di ruang lain. Sang utusan bercerita bahwa Abu Nawas setengah gila. "Hamba lihat, Abu bicara dengan burung," ujar utusan berkisah. Baginda penasaran juga.
"Kemana saja kamu?" tanya Baginda begitu melihat Abu Nawas berada di depannya.
"Mohon ampun baginda ... Hamba sedang menjalankan mimpi hamba untuk uzlah ke hutan," jawab Abu Nawas.
"Mimpi Apa?"
"Mimpi bertemu ayah hamba. Beliau berpesan agar hamba menyepi untuk sementara waktu agar dapat wangsit," ujar Abu Nawas.
"Terus sekarang sudah dapat wangsit?" tanya Baginda penasaran.
"Sudah baginda," jawab Abu Nawas.
"Apa wangsit yang kamu peroleh?"
"Mohon ampun Baginda. Ini tentang Baginda."
"Hah, tentang saya? Tentang apa itu?" desak Baginda. "Ayo ceritakan."
"Berdasarkan cerita burung, jika Baginda hendak melakukan reshuffle para menteri hendaknya memilih figur-figur yang benar-benar lebih baik dari menteri yang ada saat ini," tutur Abu Nawas.
"Ya, sudah pasti itu," sergah Baginda. "Memangnya kamu bisa berbicara dengan burung?" tanya Baginda memastikan.
"Begitulah, Baginda," jawab Abu Nawas mantap. "Berdasarkan cerita burung, Baginda hendaknya jangan mengangkat menteri yang ciri-cirinya seperti saya," lanjut Abu Nawas.
"Ah, burung kok dipercaya," ujar Baginda tertawa. "Jadi kamu menolak menjadi menteri?" tanya Baginda kemudian.