Islam Masuk ke Jawa: Kisah Sultan Al-Ghabbah Sampai Ruqyah Syaikh Subakir

Rabu, 23 Desember 2020 - 05:00 WIB
Ilustrasi/Ist
PADA zaman Kerajaan Majapahit, Gresik sudah menjadi bandar dagang yang cukup besar. Melalui pusat dagang tersebut, Majapahit banyak memperoleh keuntungan. Bahkan pusat dagang Gresik merupakan salah satu sumber utama yang menopang perekonomian Majapahit. ( )


Dukut, dkk. dalam bukunya berjudul "Grissee Tempo Doeloe" menjelaskan bahwa pusat dagang Gresik pada masa tersebut bergerak melalui pelabuhan di pantai Jawa Timur Gerawasi. Nama Gerawasi yang dikenal pada abad ke-14 M tersebut, bermakna tempat beristirahat. Melalui nama tersebut pada akhirnya masyarakat Jawa menyebut Gerawasi dengan nama Gresik.

Dalam buku "Babad Gresik" Soekarman (1990) menjelaskan ketika bandar Gresik mulai dikenal oleh masyakat, maka Gresik menjadi bandar yang ramai disinggahi para saudagar Islam yang hendak berdagang sekaligus mendakwahkan Islam di tanah Jawa.

Sejarah mencatat bahwa penyebaran Islam di Gresik, bermula pada abad ke-14 M melalui saudagar Islam dan para ulama, termasuk Syaikh Maulana Malik Ibrahim, yang datang di wilayah ini.

Kala itu Islam tidak langsung diterima di Jawa juga di Indonesia. Tercatat Islam mulai masuk di Indonesia sejak abad ke-7 M dan baru dapat diterima secara luas pada sekitar pertengahan abad ke-15 M di era kepemimpinan Wali Songo .



Sebelum Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia lebih dahulu menganut beberapa kepercayaan dan agama. Di antara kepercayaan itu adalah agama Kapitayan. ( )

Sunyoto dalam "Atlas Wali Songo (Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo sebagai Fakta Sejarah)" menyebut agama Kapitayan telah tumbuh dan berkembang sejak zaman paleolithik sampai dengan zaman perunggu dan besi. Agama Kapitayan biasa disebut dengan kepercayaan animisme dan dinamisme yaitu mempercayai adanya benda-benda yang memiliki daya sakti dan kepercayaan terhadap arwah leluhur.

Seiring dengan berjalannya waktu, menurut Thomas Stamford Raffles, dalam bukunya "The History of Java" masyarakat Indonesia mulai mengenal agama Hindu-Buddha yang ditandai dengan munculnya Kerajaan Tarumanegara dan Kerajaan Sunda pada abad ke-4 dan ke-7 M.

Islam Masuk ke Indonesia

Pada saat agama Hindu-Buddha bertahta di Indonesia tersebut yaitu pada abad ke-7 M, Islam sebenarnya juga telah masuk di Indonesia. Wheatley dalam The Golden Kersonense: Studies in Historical Geography of The Malay Peninsula Before (1961) mencatat, bahwa:

“Islam telah masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M yang dibawa oleh saudagar Arab saat membangun jalur perhubungan dagang dengan Nusantara. Kehadiran saudagar Arab di Kerajaan Kalingga pada abad ke-7 M tersebut bertepatan dengan kepemimpinan Ratu Simha. Beliau adalah sosok ratu yang dikenal cukup keras dalam menerapkan hukum Islam termasuk pada anggota keluarganya yaitu putra mahkotanya.”

Ensiklopedia Sejarah dan Budaya Kepulauan Nusantara Awal (2009), juga menyebutkan bahwa Islam sudah masuk ke wilayah Indonesia pada abad ke-7 M yang dicatat oleh pengelana China I-Tsing yang menyebutkan bahwa pada saat itu lalu lintas laut antara Arab-Persia-India-Sriwijaya sudah sangat ramai. (Baca juga: Raden Said, Mengguncang Istana dengan Bacaan Al-Qur'an )

Dinasti Tang juga menyebutkan bahwa pada abad ke-9 dan 10 M pedagang muslim Arab (Tashih) sudah banyak yang sampai di wilayah Kanton dan Sumatra. Para pedagang Arab tersebut kemudian melakukan Islamisasi salah satunya melalui jalur pernikahan yaitu dengan cara melangsungkan pernikahan dengan putri para petinggi dan bangsawan pribumi setempat.

Hal tersebut juga diperkuat dengan tulisan pengelana bernama Marcopolo pada tahun 1292 dalam perjalanannya pulang ke Eropa, ia singgah di sebuah kota Islam bernama Perlak yang bertempat di sebelah utara Sumatra.

Selain itu juga disebutkan oleh seorang pengelana asal Maroko bernama Ibnu Batutta yang bercerita mengenai kunjungannya ke kesultanan Islam pertama di Indonesia yaitu Samudra Pasai pada tahun 1345.

Masuknya Islam di Indonesia sejak abad ke-7 M tersebut bukan berarti Islam telah diterima secara luas dan menyeluruh oleh masyarakat pribumi Indonesia. ( )

Sebaliknya Islam pada kurun waktu tersebut masih mendapat penolakan oleh masyarakat pada umumnya. Sunyoto mengatakan fakta sejarah tersebut dapat terlihat dari catatan Marcopolo saat singgah di kota Perlak sebelum kembali ke Eropa yang menyebutkan bahwa penduduk Perlak di sebelah utara Sumatra terbagi pada tiga golongan, yaitu (1) golongan masyarakat kaum muslim China, (2) golongan kaum muslim Arab-Persia, dan (3) golongan penduduk pribumi yang masih memuja roh-roh leluhur dan hidup kanibal atau memakan sesama manusia.

Kisah Sultan Al-Ghabbah

Mengetahui fakta tersebut dalam misi mengislamkan tanah Jawa, Sultan Al-Ghabbah (nama daerah dekat Samarkand) dari negeri Rum mengirim 4000 keluarga muslim untuk menghuni pulau Jawa. Namun dikisahkan semua keluarga muslim tersebut tewas dibunuh siluman yang menghuni pulau Jawa.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Rabb Tabaaraka wa Ta'ala kita turun di setiap malam ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir dan berfirman: Siapa yang berdo'a kepadaKu pasti Aku kabulkan dan siapa yang meminta kepadaKu pasti Aku penuhi dan siapa yang memohon ampun kepada-Ku pasti Aku ampuni.

(HR. Bukhari No. 1077)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More