Jenis-Jenis Puasa Sunnah, Syarat Sah, dan Rukun Puasa

Senin, 01 Februari 2021 - 19:47 WIB
قَالَ لِيْ رَسُوْلُ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، ذَاتَ يَوْمٍ يَا عَائِشَةُ ! هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ ؟ قَالَتَ فَقُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ ! مَا عِنْدَنَا شَيْءٌ قَالَ فَإِنِّي صَائِمٌ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadaku pada suatu hari: ‘Wahai Aisyah, apakah engkau memiliki sesuatu (untuk dimakan pagi ini?)’. Aku menjawab: ‘Wahai Rasulullah, kita tidak memiliki sesuatupun (untuk dimakan)’. Beliau lalu bersabda: ‘Kalau begitu aku akan puasa.’” (HR. Muslim no. 1154)

Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan:

وَفِيهِ دَلِيلٌ لِمَذْهَبِ الْجُمْهُورِ أَنَّ صَوْمَ النَّافِلَةِ يَجُوزُ بِنِيَّةٍ فِي النَّهَارِ قَبْلَ زَوَالِ الشَّمْسِ

“Hadis ini merupakan dalil bagi jumhur ulama bahwa dalam puasa sunnah boleh menghadirkan niat di siang hari sebelum zawal (matahari mulai bergeser dari tegak lurus).” (Syarah Shahih Muslim, 8/35)

Syarat wajib puasa

1. Islam

Jumhur ulama berpendapat bahwa orang-orang kafir juga mukhaththab bi furu’isy syar’iyyah (menjadi objek hukum-hukum syar’i dalam masalah furu’). Sehingga mereka juga terkena kewajiban shalat, puasa, dan zakat. Namun, andai mereka mengerjakannya, tetap tidak sah hingga mereka masuk Islam. Di antara dalilnya, Allah Ta’ala berfirman tentang orang-orang kafir.

مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ. قَالُوْا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ

(mereka ditanya) mengapa kalian masuk neraka Saqar? Mereka (orang-orang kafir) menjawab: “Dahulu kami tidak shalat.”” (QS. Al-Muddatstsir: 42-43)

Sedangkan Hanafiyah berpendapat bahwa orang-orang kafir mukhaththab bi ushulis syar’iyyah (menjadi objek dari hukum-hukum syar’i dalam masalah ushul) saja. Yaitu, mereka wajib mentauhidkan Allah, wajib mengimani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengimani hari Akhir, dan seterusnya. Adapun shalat, puasa, dan zakat, maka tidak ada kewajiban bagi mereka hingga mereka masuk Islam.

‘ala kulli hal, tidak mengapa kita sebutkan bahwa “Islam” adalah salah satu syarat wajib puasa.

2. Baligh

Ketika orang anak menginjak usia balig, barulah ia terkena beban syariat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ : عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقَظَ ، وَعَنِ الصَّبيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ ، وَعَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَعْقِلَ

“Pena (catatan amal) diangkat dari tiga jenis orang: orang yang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia balig, dan orang gila hingga ia berakal.” (HR. An-Nasa`i no. 7307, Abu Dawud no. 4403, Ibnu Hibban no. 143, di-shahih-kan al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 3513)

Patokan balig bagi anak laki-laki adalah salah satu dari perkara berikut ini:

– Keluar mani, baik karena mimpi basah atau sebab lainnya

– Berusia 15 tahun

– Tumbuh rambut kasar di sekitar kemaluan
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Mu'adz bin Jabal bahwa Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa sallam menggandeng tangannya dan berkata: Wahai Mu'adz, demi Allah, aku mencintaimu, aku wasiatkan kepadamu wahai Mu'adz, janganlah engkau tinggalkan setiap selesai shalat untuk mengucapkan:  ALLAAHUMMA A'INNII 'ALAA DZIKRIKA WA SYUKRIKA WA HUSNI 'IBAADATIK (Ya Allah, tolonglah aku untuk selalu mengingat-Mu (berdzikir kepada-Mu), dan bersyukur kepada-Mu, serta beribadah dengan baik kepada-Mu.)

(HR. Sunan Abu Dawud No. 1301)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More