Jenis-Jenis Puasa Sunnah, Syarat Sah, dan Rukun Puasa
Senin, 01 Februari 2021 - 19:47 WIB
Namun, jika uzurnya terus-menerus seperti, sakit kronis yang harapan sembuhnya kecil, kondisi tua renta, dan tidak mungkin bisa puasa lagi, dan semisalnya, maka membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan. Allah Ta’ala berfirman:
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin.” (QS. Al-Baqarah: 184)
Demikianlah, dalam agama Islam, kewajiban itu tergantung kemampuan. Allah Ta’ala berfirman:
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani manusia kecuali sesuai kemampuannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)
Rukun puasa
1. Niat
Ulama Syafi’iyyah dan Malikiyyah berpendapat bahwa niat adalah rukun puasa, bukan syarat. Karena niat puasa selalu ada dalam diri seseorang, kecuali ia berniat membatalkan puasanya. Sedangkan ulama Hanabilah dan Hanafiyah berpendapat bahwa niat adalah syarat sah puasa, bukan rukun. Karena niat dilakukan sebelum fajar, di luar puasa.
Terlepas dari perbedaan ulama dalam masalah ini, orang yang berpuasa Ramadan wajib berniat di malam hari sebelum fajar. Tidak sah puasa orang yang tidak berniat. Dalil-dalilnya telah kami sebutkan pada bagian ‘syarat sah puasa’.
2. Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hingga tenggelam matahari
Dalilnya firman Allah Ta’ala :
فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُواْ مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
“Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS. Al-Baqarah: 187)
Dan dalam hadis, dari ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَا هُنَا، وأَدْبَرَ النَّهَارُ مِنْ هَا هُنَا، وغَرَبَتِ الشَّمْسُ فقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ
“Jika datang malam dari sini, dan telah pergi siang dari sini, dan terbenam matahari, maka orang yang berpuasa boleh berbuka.” (HR. Al-Bukhari no.1954, Muslim no.1100)
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin.” (QS. Al-Baqarah: 184)
Demikianlah, dalam agama Islam, kewajiban itu tergantung kemampuan. Allah Ta’ala berfirman:
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani manusia kecuali sesuai kemampuannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)
Rukun puasa
1. Niat
Ulama Syafi’iyyah dan Malikiyyah berpendapat bahwa niat adalah rukun puasa, bukan syarat. Karena niat puasa selalu ada dalam diri seseorang, kecuali ia berniat membatalkan puasanya. Sedangkan ulama Hanabilah dan Hanafiyah berpendapat bahwa niat adalah syarat sah puasa, bukan rukun. Karena niat dilakukan sebelum fajar, di luar puasa.
Terlepas dari perbedaan ulama dalam masalah ini, orang yang berpuasa Ramadan wajib berniat di malam hari sebelum fajar. Tidak sah puasa orang yang tidak berniat. Dalil-dalilnya telah kami sebutkan pada bagian ‘syarat sah puasa’.
2. Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hingga tenggelam matahari
Dalilnya firman Allah Ta’ala :
فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُواْ مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
“Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS. Al-Baqarah: 187)
Dan dalam hadis, dari ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَا هُنَا، وأَدْبَرَ النَّهَارُ مِنْ هَا هُنَا، وغَرَبَتِ الشَّمْسُ فقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ
“Jika datang malam dari sini, dan telah pergi siang dari sini, dan terbenam matahari, maka orang yang berpuasa boleh berbuka.” (HR. Al-Bukhari no.1954, Muslim no.1100)
(mhy)