Kisah Tabarruk Ngalap Berkah di Zaman Para Nabi dan Sahabat

Kamis, 25 Februari 2021 - 05:00 WIB
Jamaah haji berebut mencium Hajarul Aswad di Masjidil Haram, Makkah sebagaimana Rasulullah pernah melakukannya. Foto/Ist
Tabarruk (التَبَرُّک) berasal dari kata barokah. Para ulama mendefinisikan barokah atau berkah sebagai Ziyadatul Khair yang artinya bertambah kebaikan dari Allah. Secara bahasa, Tabarruk adalah mencari berkah-ngalap berkah.

Menurut Imam An-Nawawi, asal makna berkah adalah kebaikan yang banyak dan abadi. Tabarruk merupakan bagian dari bab Wasilah. Para Nabi dan sahabat juga mencari keberkahan lewat dari Allah 'Azza wa Jalla. Tabarruk telah dipraktikkan di zaman para Nabi dan juga masa Rasulullah صلى الله عليه وسلم.



Seperti kisah Nabi Yusuf 'alaihissalam diceritakan begitu sempurna dalam Al-Qur'an mulai masa kecil beliau hingga sukses membawa keberkahan kepada rakyat Mesir. Ketika Nabi Yusuf menjadi penguasa di Mesir, saudara-saudara yang dulu menzaliminya diampuni tanpa ada syarat. Singkat cerita, Nabi Yusuf memerintahkan saudara-saudaranya agar mengembalikan penglihatan mata ayahnya Nabi Ya'kub 'alaihissalam.

Allah berfirman:

ٱذۡهَبُواْ بِقَمِيصِي هَٰذَا فَأَلۡقُوهُ عَلَىٰ وَجۡهِ أَبِي يَأۡتِ بَصِيرٗا وَأۡتُونِي بِأَهۡلِكُمۡ أَجۡمَعِينَ ٩٣

"Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku ini, lalu usapkanlah ke wajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah keluargamu semuanya kepadaku." (QS Yusuf: 93)

Dari kisah ini menegaskan bahwa gamis yang dipakai Nabi Yusuf mengandung keberkahan. Itulah yang diperintahkan langsung oleh Nabi Yusuf kepada saudara-saudaranya. Lewat wasilah gamis Nabi Yusuf itu, Nabi Ya'kub dapat melihat kembali tentunya ata izin Allah.

Kemudian kisah Samiri pada zaman Nabi Musa 'alaihissalam yang mengambil barakah dari tanah dimana Malaikat Jibril melaluinya. Ketika Samiri mengambil dan melemparkan tanah pada patung anak sapi yang dibuatnya, patung jadi bisa bersuara karena berkah dari tanah bekas jejak Malaikat Jibril tersebut. Firman Allah:

قَالَ بَصُرْتُ بِمَالَمْ يَبًْصَرُوْا بِهِ فَقَبَضْتُ قَبْضَةً مِنْ اَثَرِالرَّسُوْلِ فَنَبَذْتُهَاوَكَذَالِكَ سَوَّلَتْ لِى نَفْسِى

Artinya: "(Samiri menjawab): 'Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, maka aku ambil segenggam dari jejak Rasul lalu aku melemparkannya, dan demikianlah nafsuku membujukku". (QS Thaahaa Ayat 96)

Hampir semua ahli tafsir mengatakan bahwa yang dmaksud dengan jejak Rasul dalam ayat di atas adalah jejak Malaikat Jibril.

Allah juga pernah berfirman kepada Nabi Musa yang artinya: "Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa". (QS Thaahaa Ayat 12)

Allah sendiri menyatakan lembah Thuwa adalah tempat yang suci sehingga Nabi Musa diperintahkan untuk menanggalkan terompahnya sebagai penghormatan (ta'zhim) di tempat tersebut. Ini bukti bahwa ada tempat-tempat yang disucikan oleh Allah. Mustahil Allah memerintahkan sesuatu yang berbau syirik. Kita harus dapat membedakan antara takzhim (penghormatan) dan ibadah.

Begitu juga firman Allah agar menjadikan tempat berdirinya (maqam) Nabi Ibrahim 'alaihissalam ketika membangun Ka'bah sebagai tempat sholat. "Dan jadikan lah sebagian maqam (tempat berdiri) Ibrahim tempat sholat". (QS Al-Baqarah :125).

Ayat ini menunjukan bahwa Allah memuliakan Rasul-Nya Ibrahim dan menjadikan tempat berdirinya beliau sebagai tempat mulia yang dianjurkan untuk melakukan sholat dan mengambil barokah.

Selain itu, pada masa Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Para sahabat meyakini bahwa rumah yang pernah dimasuki Rasulullah menyimpan keberkahan sehingga banyak yang bertabarruk dengannya.

Ibnu Qusaith dan Al-'Utbi dalam Kitab Thabaqat yang disusun Ibnu Sa'ad mengatakan, bahwa para sahabat Nabi pada saat memasuki Masjid Nabawi mengusapkan tangan pada mimbar Rasulullah yang berdekatan dengan makam beliau dengan maksud bertabarruk dan bertawassul. Mereka kemudian menghadap kiblat lalu berdoa.

Dalam Thabaqat ini Ibnu Sa’ad Abdurrahman bin ‘Abdulqadir juga mengatakan bahwa ia melihat ‘Abdullah bin Umar Ibnul Khattab bertabarruk dengan mengusapkan tangannya pada tempat duduk Rasulullah yang berada di mimbar beliau. Kemudian mengusapkan tangan itu pada wajahnya". Dalam riwayat lain, Abdurrahman mengatakan bahwa 'Abdullah bin Umar juga mengusapkan tangannya pada bagian mimbar yang dahulu sering dipegang oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم.

Aun bin Abi Juhaifah menceritakan dari ayahnya para sahabat yang bertabarruk dengan air sisa wudhu Rasulullah صلى الله عليه وسلم:

أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي قُبَّةٍ حَمْرَاءَ مِنْ أَدَمٍ وَرَأَيْتُ بِلَالًا أَخَذَ وَضُوءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالنَّاسُ يَبْتَدِرُونَ الْوَضُوءَ فَمَنْ أَصَابَ مِنْهُ شَيْئًا تَمَسَّحَ بِهِ وَمَنْ لَمْ يُصِبْ مِنْهُ شَيْئًا أَخَذَ مِنْ بَلَلِ يَدِ صَاحِبِهِ ، رواه البخاري ومسلم واحمد

"Aku mendatangi Rasulullah sewaktu beliau ada di kubah hamra' dari Adam, aku juga melihat Bilal membawa air bekas wudhu Rasulullah dan orang-orang berebut mendapatkannya. Orang yang mendapatkannya air bekas wudhu itu mengusapkannya ke tubuhnya, sedangkan yang tidak mendapatkannya, mengambil dari tangan temannya yang basah." (HR Al-Bukhari, Muslim, dan Ahmad)

Sahabat Mu'adz Ibnu Jabal dan Bilal radhiyallahu 'anhuma pernah berziarah ke makam Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Mu'adz dan Bilal duduk menangis dan mengusapi mukanya dengan tanah itu untuk mengambil barokah. (Ibnu Majah 2:1320)

Nabi juga memerintahkan para sahabat untuk mengambil berkah dari sumur di mana unta betina Nabi Sholeh minum. di situ. (riwayat Al-Bukhari). Menurut riwayat, sumur Nabi Sholeh berada di Kota 'Asir di Saudi Arabia dekat perbatasan Yaman.

Kisah tabarruk lainnya, Khalifah Umar Bin Khattab radhiyallahu 'anhu ketika mengunjungi Ka'bah berkata pada Hajar Al-Aswad: "Kamu tidak bisa apa-apa, tapi saya menciummu untuk mengikuti Rasulallah". Atas ucapan Khalifah Umar ini khalifah Ali karamallahu wajhah berkata kepada khalifah Umar: " Rasulullah صلى الله عليه وسلم berkata pada hari pengadilan, Hajar Al-Aswad akan menjadi perantara (saksi) atas orang-orang". (Hadis ini diriwayatkan Imam At-Tirmidzi, An-Nasai, Al-Baihaqi, At-Tabharani dan Al-Bukhari dalam kitab Risalahnya).

Diriwayatkan oleh Imam Muslim, Asma binti Abubakar As-Shiddiq ra menuturkan, bahwa ia pernah mengeluarkan jubah thayalisah (yaitu pakaian kebesaran yang lazim dipakai oleh raja-raja Persia), pada bagian dada dan dua lipatan yang membelahnya berlapiskan sutera mewah. Menurut Asma itu adalah jubah Rasulullah صلى الله عليه وسلم yang dulu disimpan oleh Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu 'anha. Setelah Sayyidah Aisyah wafat, jubah itu disimpan oleh Asma. Asma mengatakan, bahwa Nabi semasa hidupnya pernah memakai jubah itu dan sekarang. Kata Asma, jubah itu dicuci dan kami manfaatkan untuk bertabarruk memohon kesembuhan bagi penderita sakit."

Imam Al-Bukhari dalam kitab shahih-nya menuliskan satu bab khusus tentang baju besi (untuk perang), tongkat, pedang, gelas dan cincin Nabi serta apapun yang dilakukan para khalifah pascawafat beliau صلى الله عليه وسلم. Dari barang peninggalan itu juga ada rambut, sandal dan nampan Rasulullah yang diambil berkahnya oleh para sahabat pascawafat beliau.

Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab Sahihnya Bab al-Libaas pernah bahwa Asma' binti Abu Bakr pernah menunjukkan kepada Abdulah bekas budaknya, jubah Rasulullah yang terbuat dari kain Persia dengan kain leher dari kain brokat, dan lengannya juga dibordir dengan kain brokat. Beliau berkata, "Ini adalah jubah Rasulullah yang disimpan 'Aisyah hingga wafatnya lalu aku menyimpannya. Nabi dulu biasa memakainya, dan kami mencucinya untuk orang yang sakit hingga mereka dapat sembuh karenanya."

Imam An-Nawawi mengomentari hadis ini dalam Syarah Shahih Muslim jilid 7 Halaman 145:

وفي هذا الحديث دليل على استحباب التبرك بآثار الصالحين وثيابهم

"Hadits ini adalah bukti dianjurkannya mencari barokah lewat bekas dari orang-orang saleh dan pakaian mereka."



Wallahu A'lam
(rhs)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Jika seseorang lupa lalu dia makan dan minum ketika sedang berpuasa, maka hendaklah dia meneruskan puasanya, karena hal itu berarti Allah telah memberinya makan dan minum.

(HR. Bukhari No. 1797)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More