Menyikapi Hadis-hadis Dhaif Seputar Amaliah Bulan Rajab

Sabtu, 27 Februari 2021 - 10:30 WIB
Baca Juga: Ustaz Budi Ashari: Rajab, Semangat Menjaga Diri Dari Dosa

Kata Imam An-Nawawi dalam Muqaddimah al-Adzkar:

يجوز أن يستعمل الأحاديث الضعيفة ما لم يكن موضوعا لفضيلة الأعمال..

"Diperbolehkan menggunakan hadits-hadits dhaif dalam rangka motivasi beramal (keutamaan beramala) selama itu bukan termasuk kategori hadits-hadits palsu."

Nah dari sini kita harusnya mampu menyikapi perbedaan dan perdebatan di kalangan para ulama tentang toleransi beramal dengan hadits-hadits dhaif.

Sebab, tidak semua yang dhaif itu terlarang dan tidak boleh diamalkan. Hadits dhaif sejatinya masih hadits yang bersumber dari Nabi صلى الله عليه وسلم, akan tetapi cacatnya hanya dari segi sanad atau perawinya.

Kembali pada pembahasan utama di atas terkait apakah boleh mengamalkan hadits-hadits dhaif dalam amalan seputar keutamaan di bulan Rajab, Sya'ban dan Ramadhan?

Untuk menjawab persoalan ini, Al-Imam Al-Muhadits Al-Haafidz Syekh Ibnu Hajar Al-Atsqalani menuliskan sebuah risalah tentang hadits-hadits dhaif dalam amaliah Rajab yang beliau namakan "Tabyiinu al-'Ajab fi maa Warada fi Syahri Rajab".

Siapa yang meragukan kepakaran Imam Ibnu Hajar al-Atsqalani dalam bidang kepakaran hadits. Beliaulah pensyarah Kitab Fathul Baari Syarah Shahih Al-Bukhari yang berpuluh-puluh jilid itu dan menjadi rujukan bagi kaum muslimin semenjak 700 tahun yang lalu.

Cukuplah, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menyebutkan ada banyak keutamaan dalam amaliah bulan Rajab yang telah disepakati dan diamaliahkan para ulama semenjak ratusan tahun yang lalu.

Jika hadits-hadits dhaif terlarang dan tidak boleh diamalkan, tentunya Imam Ibnu Hajar al-Atsqalani tidak akan menyusun kitab risalah tersebut, bukan?

Sementara ada orang baru mengaji melalui kajian di "Youtube" atau "Google" ujug-ujug membid'ahkannya. Astaghfirullah. Dunia sudah terbalik rupanya.

Bagaimana cara kita menyikapinya?

Amalkan saja dan tidak perlu memperdulikan mereka yang tidak ingin mengamalkannya. Sebab, amalan sunnah itu pilihan, bukan keharusan. Bagi yang ingin beramal dipersilahkan. Bagi yang tidak sepakat atau meragukan ya jangan dipaksakan, apalagi diperdebatkan. Semua persoalan sudah tuntas dibicarakan para ulama semenjak abad pertengahan.

Tak perlu umat ini dibuat sibuk dengan perdebatan dan pertentangan setiap tahunnya, sebab masih banyak persoalan kita di akhir zaman ini. Persatuan umat Islam, lebih diutamakan dari perpecahan. Sepakat?

Wallahu A'lam



Baca Juga: Amalan dan Zikir di Bulan Rajab
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(rhs)
Halaman :
cover top ayah
وَمَا كَانَ لِنَفۡسٍ اَنۡ تَمُوۡتَ اِلَّا بِاِذۡنِ اللّٰهِ كِتٰبًا مُّؤَجَّلًا ؕ وَ مَنۡ يُّرِدۡ ثَوَابَ الدُّنۡيَا نُؤۡتِهٖ مِنۡهَا ‌ۚ وَمَنۡ يُّرِدۡ ثَوَابَ الۡاٰخِرَةِ نُؤۡتِهٖ مِنۡهَا ‌ؕ وَسَنَجۡزِى الشّٰكِرِيۡنَ
Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala (dunia) itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala (akhirat) itu, dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.

(QS. Ali 'Imran Ayat 145)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More