Kiamat Sudah Dekat: Lautan Api di Bumi Hijaz Terus Bergolak
Jum'at, 09 April 2021 - 07:15 WIB
Sejatinya, api telah muncul pada pertengahan abad ke tujuh Hijriyyah, tepatnya pada tahun 654 H. Api tersebut sangat besar dan para ulama yang hidup pada masa itu juga setelahnya banyak mengomentari sifat api tersebut.
An-Nawawi rahimahullah berkata, "Pada masa kami muncul api di Madinah pada tahun 654 H. Api tersebut sangat besar, muncul dari arah timur Madinah di belakang al-Harrah. Telah beredar berita tentangnya secara mutawatir di kalangan penduduk Syam juga negeri-negeri lainnya, dan telah memberikan kabar kepadaku seseorang yang menyaksikannya dari penduduk Madinah."
Ibnu Katsir rahimahullah menukil lebih dari satu orang badui di kalangan orang Bushra bahwa mereka dapat melihat leher-leher unta dengan cahaya api yang muncul di tanah Hijaz.
Al-Qurthubi rahimahullah telah menyebutkan munculnya api ini, dan beliau menjelaskan dengan rinci dalam kitab at-Tadzkirah. Lalu beliau menuturkan bahwa api tersebut bisa dilihat dari Makkah dan dari gunung Bushra.
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, "Dan yang nampak bagiku (kebenarannya) bahwa api yang disebutkan adalah api yang nampak di pinggiran kota Madinah, sebagaimana dipahami oleh al-Qurthubi dan selainnya."
Imam Al-Hafizh Syihabuddin Abu Syamah Al-Maqdisi juga mengisahkan peristiwa tersebut secara panjang lebar dalam kitabnya, Adz-Dzail wa Syarhuhu. Abu Syamah Al-Maqdisi menyebutkan kisahnya berdasarkan surat-surat yang datang dari Madinah ke Damaskus.
Pada malam Rabu, 3 Jumadil Akhir 654 H, terjadi gempa hebat di Madinah. Gempa itu berlangsung sampai hari Jumat tanggal 5 Jumadil Akhir. Dalam sehari, gempa terjadi sekitar sepuluh kali. Pada tanggal 5 gempa berhenti disertai suara letusan keras seperti suara guntur. Saat itulah muncul api yang sangat besar di dekat Harrah, tidak jauh dari pemukiman Quraizhah, jaraknya kira-kira setengah hari perjalanan dari kota Madinah.
Para penduduk dapat melihat tingginya kobaran api tersebut tiga kali lebih tinggi dari tinggi menara seakan menjilat-jilat angkasa. Api yang terbesar adalah letupan api sebesar gunung yang berwarna merah. Api itu menyebar membakar lembah-lembah dan perbukitan. Namun, salah satu penulis surat menuturkan bahwa api tersebut tidak panas, "Kami berada di rumah kami, dan seakan masing-masing rumah memiliki lentera. Meski begitu besar, namun api itu tidak terasa panas dan tidak sampai menimbulkan kebakaran. Karena api itu hanyalah salah satu di antara sekian banyak tanda kebesaran Allah."
Abu Syamah menuturkan bahwa dalam surat lainnya, penduduk Madinah menyebutkan pada hari Jumat itu api muncul di sebelah timur Madinah, lalu menjalar hingga menjangkau gunung Uhud, kemudian berhenti dan kembali lagi ke tempat semula. Ketika pertama kali api muncul, seluruh penduduk Madinah beramai-ramai masuk ke dalam Masjid Nabawi seraya beristigfar kepada Allah. Mereka berpikir kiamat akan tiba.
Api dahsyat terus muncul selama beberapa hari dan selalu terdengar suara letusan. Sementara matahari dan bulan tertutup seakan-akan terjadi gerhana.
An-Nawawi rahimahullah berkata, "Pada masa kami muncul api di Madinah pada tahun 654 H. Api tersebut sangat besar, muncul dari arah timur Madinah di belakang al-Harrah. Telah beredar berita tentangnya secara mutawatir di kalangan penduduk Syam juga negeri-negeri lainnya, dan telah memberikan kabar kepadaku seseorang yang menyaksikannya dari penduduk Madinah."
Ibnu Katsir rahimahullah menukil lebih dari satu orang badui di kalangan orang Bushra bahwa mereka dapat melihat leher-leher unta dengan cahaya api yang muncul di tanah Hijaz.
Al-Qurthubi rahimahullah telah menyebutkan munculnya api ini, dan beliau menjelaskan dengan rinci dalam kitab at-Tadzkirah. Lalu beliau menuturkan bahwa api tersebut bisa dilihat dari Makkah dan dari gunung Bushra.
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, "Dan yang nampak bagiku (kebenarannya) bahwa api yang disebutkan adalah api yang nampak di pinggiran kota Madinah, sebagaimana dipahami oleh al-Qurthubi dan selainnya."
Imam Al-Hafizh Syihabuddin Abu Syamah Al-Maqdisi juga mengisahkan peristiwa tersebut secara panjang lebar dalam kitabnya, Adz-Dzail wa Syarhuhu. Abu Syamah Al-Maqdisi menyebutkan kisahnya berdasarkan surat-surat yang datang dari Madinah ke Damaskus.
Pada malam Rabu, 3 Jumadil Akhir 654 H, terjadi gempa hebat di Madinah. Gempa itu berlangsung sampai hari Jumat tanggal 5 Jumadil Akhir. Dalam sehari, gempa terjadi sekitar sepuluh kali. Pada tanggal 5 gempa berhenti disertai suara letusan keras seperti suara guntur. Saat itulah muncul api yang sangat besar di dekat Harrah, tidak jauh dari pemukiman Quraizhah, jaraknya kira-kira setengah hari perjalanan dari kota Madinah.
Para penduduk dapat melihat tingginya kobaran api tersebut tiga kali lebih tinggi dari tinggi menara seakan menjilat-jilat angkasa. Api yang terbesar adalah letupan api sebesar gunung yang berwarna merah. Api itu menyebar membakar lembah-lembah dan perbukitan. Namun, salah satu penulis surat menuturkan bahwa api tersebut tidak panas, "Kami berada di rumah kami, dan seakan masing-masing rumah memiliki lentera. Meski begitu besar, namun api itu tidak terasa panas dan tidak sampai menimbulkan kebakaran. Karena api itu hanyalah salah satu di antara sekian banyak tanda kebesaran Allah."
Abu Syamah menuturkan bahwa dalam surat lainnya, penduduk Madinah menyebutkan pada hari Jumat itu api muncul di sebelah timur Madinah, lalu menjalar hingga menjangkau gunung Uhud, kemudian berhenti dan kembali lagi ke tempat semula. Ketika pertama kali api muncul, seluruh penduduk Madinah beramai-ramai masuk ke dalam Masjid Nabawi seraya beristigfar kepada Allah. Mereka berpikir kiamat akan tiba.
Api dahsyat terus muncul selama beberapa hari dan selalu terdengar suara letusan. Sementara matahari dan bulan tertutup seakan-akan terjadi gerhana.
(mhy)