Kisah Syahidnya Umar bin Khattab dan Kenaikan Pajak
Jum'at, 22 Mei 2020 - 08:30 WIB
Ustaz DR Miftah el-Banjary
Pakar Ilmu Linguistik Arab dan Tafsir Al-Qur'an
Sebelum matahari terbit hari Rabu tanggal 4 Zulhijah tahun ke-23 Hijriyyah, Khalifah Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu keluar dari rumahnya hendak mengimami salat Subuh. Beliau menunjuk beberapa orang di masjid agar mengatur saf sebelum salat .
Jika barisan mereka sudah rata dan teratur, beliau datang dan melihat saf pertama. Kalau ada orang yang berdiri lebih maju atau mundur, diaturnya dengan tongkatnya. Jika semua sudah teratur di tempat masing-masing, mulai ia bertakbir untuk salat.(Baca Juga: Kisah Umar bin Khattab, Khalifah Kedua yang Ditakuti Setan)
Hari itu tanda-tanda fajar sudah mulai tampak. Baru saja beliau memulai niat salat hendak bertakbir, tiba-tiba muncul seorang laki-laki di depannya berhadap-hadapan. Laki-laki itu langsung menikam tubuh sang Khalifah dengan Khanjar tiga atau enam kali yang sekali-kali mengenai bawah pusarnya.
Laki-laki pembunuh sang khalifah sebelumnya bersembunyi di bawah pakaiannya dengan menggenggam bagian tengah Khanjar bermata dua yang tajam. Ia bersembunyi di salah satu sudut masjid. Begitu salat dimulai ia langsung bertindak. Sesudah itu, ia menyeruak lari hendak menyelamatkan diri.
Khalifah Umar merasakan panasnya senjata itu dalam dirinya, ia menoleh kepada jamaah yang lain dan membentangkan tangannya seraya berkata, "Kejarlah anjing itu, dia telah membunuhku!" (Baca Juga: Ketika Umar Bin Khattab Membebaskan Palestina)
Anjing yang dimaksud khalifah Umar ialah Abu Lu'luah Fairuz, seorang budak Mughirah. Dia orang Persia yang tertawan di Nahawand yang kemudian menjadi budak al-Mughirah bin Syu'bah. Kedatangannya ke masjid itu sengaja hendak membunuh Khalifah Umar di pagi buta itu.
Orang-orang gempar dan kacau, gelisah mendengar hal itu. Orang banyak datang hendak menangkap dan menghajar laki-laki itu. Tetapi, Abu Lu'luah tidak memberikan kesempatan menangkapnya.
Malah ia menikam ke kanan dan ke kiri hingga ada dua belas orang yang terkena tikamannya. Ada yang mengatakan ada enam orang yang meninggal akibat tikaman itu, ada pula sumber lainnya menyebutkan ada sembilan orang.
Yakin dirinya juga pasti akan dibunuh, Fairuz Abu Lu'luah pun, pada akhirnya menikamkan Khanjar yang dipegang di tangannya ke perutnya sendiri. Pembunuh Umar itu pun terkapar menggelapar bunuh diri dengan senjata yang ia pergunakan untuk menikam Khalifah Amirul Mukminin itu.
Tikaman yang mengenai bawah pusar Khalifah Umar telah memutuskan lapisan kulit bagian dalam dan usus lambung yang dapat mematikan. Konon, Umar bin Khattab tidak dapat berdiri, karena rasa perihnya tikaman itu, dan lalu terhempas jatuh ke lantai.
Abdurrahman bin Auf segera maju menggantikan mengimami salat Subuh. Ia meneruskan salat itu dengan membaca dua surah terpendek dalam Al-Qur'an , yaitu surah Al-Asr dan Al-Kautsar.(Baca Juga: Kisah Mengharukan Umar Bin Khattab Masuk Islam)
Amirul Mukminin itu kemudian langsung dibawa ke rumahnya di dekat masjid. Orang ramai tetap kacau dan hiruk dan pikuk. Khalifah Umar dalam keadaan pingsan, karena dahsyatnya tikaman itu.
Amirul Mukminin tergeletak bercucuran darah di depan mereka, dan darah orang-orang yang juga terkena tikaman itu bergelimang di depan mereka. Dan pembunuh itu juga sedang berada dalam kondisi sakaratul maut.
Demikian tragedi berdarah dalam sejarah kelam fitnah itu dipaparkan oleh Muhammad Husien Haikal secara dramatikal di dalam Kitab "Umar Al-Farouq".
Pagi itu, suasana gempar dan kacau. Orang-orang yang baru terbangun dari tidurnya pun berusaha mencari kabar tentang peristiwa yang baru terjadi. Keadaan menjadi sangat menegangkan.
Orang-orang yang menjadi korban akibat tikaman Abu Lu'luah dibawa pulang ke rumah mereka masing-masing. Sebagian ada yang telah meninggal dunia, sebagian lagi masih mengerang-ngerang kesakitan, akibat perihnya perut mereka yang terluka oleh sayatan tajam senjata si pembunuh Umar itu.
Di rumahnya, Khalifah Amirul Mukminin Umar bin Khattab masih dalam keadaan tak sadarkan diri. Darah segar terus membanjiri kain balutan yang mengikat di perutnya. Tak henti-hentinya mengucur derasnya.
Ibnu Abbas memasuki rumah Amirul Mukminin. Ia masih melihat Umar bin Khattab tergeletak di atas kasurnya tak sadarkan diri. Keluarga sudah memanggil tabib untuk datang mengobati. Abdullah bin Umar memanggil seorang tabib dari kaum Anshar dan seorang lagi tabib dari kalangan Bani Umawiyyah.
Pakar Ilmu Linguistik Arab dan Tafsir Al-Qur'an
Sebelum matahari terbit hari Rabu tanggal 4 Zulhijah tahun ke-23 Hijriyyah, Khalifah Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu keluar dari rumahnya hendak mengimami salat Subuh. Beliau menunjuk beberapa orang di masjid agar mengatur saf sebelum salat .
Jika barisan mereka sudah rata dan teratur, beliau datang dan melihat saf pertama. Kalau ada orang yang berdiri lebih maju atau mundur, diaturnya dengan tongkatnya. Jika semua sudah teratur di tempat masing-masing, mulai ia bertakbir untuk salat.(Baca Juga: Kisah Umar bin Khattab, Khalifah Kedua yang Ditakuti Setan)
Hari itu tanda-tanda fajar sudah mulai tampak. Baru saja beliau memulai niat salat hendak bertakbir, tiba-tiba muncul seorang laki-laki di depannya berhadap-hadapan. Laki-laki itu langsung menikam tubuh sang Khalifah dengan Khanjar tiga atau enam kali yang sekali-kali mengenai bawah pusarnya.
Laki-laki pembunuh sang khalifah sebelumnya bersembunyi di bawah pakaiannya dengan menggenggam bagian tengah Khanjar bermata dua yang tajam. Ia bersembunyi di salah satu sudut masjid. Begitu salat dimulai ia langsung bertindak. Sesudah itu, ia menyeruak lari hendak menyelamatkan diri.
Khalifah Umar merasakan panasnya senjata itu dalam dirinya, ia menoleh kepada jamaah yang lain dan membentangkan tangannya seraya berkata, "Kejarlah anjing itu, dia telah membunuhku!" (Baca Juga: Ketika Umar Bin Khattab Membebaskan Palestina)
Anjing yang dimaksud khalifah Umar ialah Abu Lu'luah Fairuz, seorang budak Mughirah. Dia orang Persia yang tertawan di Nahawand yang kemudian menjadi budak al-Mughirah bin Syu'bah. Kedatangannya ke masjid itu sengaja hendak membunuh Khalifah Umar di pagi buta itu.
Orang-orang gempar dan kacau, gelisah mendengar hal itu. Orang banyak datang hendak menangkap dan menghajar laki-laki itu. Tetapi, Abu Lu'luah tidak memberikan kesempatan menangkapnya.
Malah ia menikam ke kanan dan ke kiri hingga ada dua belas orang yang terkena tikamannya. Ada yang mengatakan ada enam orang yang meninggal akibat tikaman itu, ada pula sumber lainnya menyebutkan ada sembilan orang.
Yakin dirinya juga pasti akan dibunuh, Fairuz Abu Lu'luah pun, pada akhirnya menikamkan Khanjar yang dipegang di tangannya ke perutnya sendiri. Pembunuh Umar itu pun terkapar menggelapar bunuh diri dengan senjata yang ia pergunakan untuk menikam Khalifah Amirul Mukminin itu.
Tikaman yang mengenai bawah pusar Khalifah Umar telah memutuskan lapisan kulit bagian dalam dan usus lambung yang dapat mematikan. Konon, Umar bin Khattab tidak dapat berdiri, karena rasa perihnya tikaman itu, dan lalu terhempas jatuh ke lantai.
Abdurrahman bin Auf segera maju menggantikan mengimami salat Subuh. Ia meneruskan salat itu dengan membaca dua surah terpendek dalam Al-Qur'an , yaitu surah Al-Asr dan Al-Kautsar.(Baca Juga: Kisah Mengharukan Umar Bin Khattab Masuk Islam)
Amirul Mukminin itu kemudian langsung dibawa ke rumahnya di dekat masjid. Orang ramai tetap kacau dan hiruk dan pikuk. Khalifah Umar dalam keadaan pingsan, karena dahsyatnya tikaman itu.
Amirul Mukminin tergeletak bercucuran darah di depan mereka, dan darah orang-orang yang juga terkena tikaman itu bergelimang di depan mereka. Dan pembunuh itu juga sedang berada dalam kondisi sakaratul maut.
Demikian tragedi berdarah dalam sejarah kelam fitnah itu dipaparkan oleh Muhammad Husien Haikal secara dramatikal di dalam Kitab "Umar Al-Farouq".
Pagi itu, suasana gempar dan kacau. Orang-orang yang baru terbangun dari tidurnya pun berusaha mencari kabar tentang peristiwa yang baru terjadi. Keadaan menjadi sangat menegangkan.
Orang-orang yang menjadi korban akibat tikaman Abu Lu'luah dibawa pulang ke rumah mereka masing-masing. Sebagian ada yang telah meninggal dunia, sebagian lagi masih mengerang-ngerang kesakitan, akibat perihnya perut mereka yang terluka oleh sayatan tajam senjata si pembunuh Umar itu.
Di rumahnya, Khalifah Amirul Mukminin Umar bin Khattab masih dalam keadaan tak sadarkan diri. Darah segar terus membanjiri kain balutan yang mengikat di perutnya. Tak henti-hentinya mengucur derasnya.
Ibnu Abbas memasuki rumah Amirul Mukminin. Ia masih melihat Umar bin Khattab tergeletak di atas kasurnya tak sadarkan diri. Keluarga sudah memanggil tabib untuk datang mengobati. Abdullah bin Umar memanggil seorang tabib dari kaum Anshar dan seorang lagi tabib dari kalangan Bani Umawiyyah.