Kisah Heroik Ja'far bin Abi Thalib, Pemilik 2 Sayap di Surga
Selasa, 04 Mei 2021 - 08:30 WIB
Satu-satunya sahabat Nabi yang mendapat keistimewaan mulia di Surga adalah Sayyidina Ja'far bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu. Beliau adalah putra dari Abu Thalib yang dijuluki Dzul Janahain (pemilik dua sayap).
Ja'far adalah sepupu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasllam yang juga kakak dari Khalifah ke-4 Ali bin Abi Thalib. Ja'far dibesarkan oleh pamannya, Abbas bin 'Abdul Muththalib. Beliau syahid dalam perang Mu'tah pada tahun 629 (awal 8 Hijriyah), perang pertama kaum muslimin melawan ratusan ribu pasukan Romawi (Bizantium).
Diceritakan oleh Habib Quraisy Baharun dalam Jalsah Itsnain Majelis Rasulullah (MR) Jawa Barat, Sayyidina Ja'far bertempur hingga titik darah penghabisan. Perjuangan sangat heroik hingga diabadikan dalam Sirah Nabawiyah.
Ketika Zaid bin Haritsah syahid saat pertempuran itu, bendera Rasulullah yang semula dipegangnya kemudian diraih oleh Sayyidina Ja'far. Ketika memegang bendera itu, tangan kanan Ja'far putus ditebas pasukan Romawi. Namun beliau tetap berusaha menggenggam bendera Rasulullah di tangan kirinya. Ketika tangan kirinya putus, beliau merangkul bendera itu dengan kedua lengannya.
Sahabat mulia ini tidak rela melihat bendera baginda Nabi terjatuh. Ja'far bertempur pantang menyerah. Terdapat 80 tusukan di tubuhnya saat mempertahankan bendera Rasulullah. Semua luka itu ada di bagian depan tubuhnya.
Mengapa? Karena beliau maju terus pantang mundur. Semoga Allah meridhainya. Para sahabat pun memikul tubuhnya yang penuh luka itu.
"Minumlah air ini," kata seorang sahabat. "Aku puasa," jawabnya lemah.
Padahal saat itu cuaca sangat panas di medan jihad. "Berbukalah hari ini dan berpuasalah di hari lain. Lukamu sangat parah," bujuk para sahabat.
Saat menjelang wafatnya, Ja'far bin Abi Thalib justru berkata: "Aku ingin berbuka di surga." Dan beliau pun akhirnya berbuka di Surga.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika duduk bersama para sahabat di Madinah tiba-tiba menengadahkan wajahnya ke langit dan menjawab salam:
وَعَلَيْكَ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
"Semoga keselamatan, rahmat Allah dan berkah-Nya juga menyertaimu."
Beliau kemudian terlibat dalam pembicaraan. Para sahabat yang menyaksikan peristiwa itu terdiam, menundukkan kepala.
Salah seorang dari mereka kemudian bertanya: "Ya Rasulullah, siapakah yang engkau ajak bicara?"
"Ja'far bin Abi Thalib datang mengunjungiku bersama jutaan Malaikat. Allah mengganti kedua tangannya dengan dua sayap. Ia dapat terbang ke mana pun ia suka di Surga," jawab Nabi.
Perhatikanlah, Allah telah memerintahkan untuk mengawalnya ke Surga, namun ia merindukan Nabinya. Ia ingin menemuinya lebih dahulu. Surga dan segala kenikmatannya tidak melalaikannya dari Nabi kecintaannya.
"Aku ingin mengucapkan salam kepada kekasihku, aku ingin berada dekat dengan Nabiku, aku ingin melihat Baginda Rasul yang melaluinya aku memperoleh hidayah," kata Ja'far.
Ruhnya datang ke Madinah mengunjungi Nabi dan mengucapkan salam kepada beliau. Sebab, memandang wajah Nabi dapat membuat hatinya menjadi tenteram.
Begitulah kecintaan para sahabat kepada Rasulullah yang mulia. Lalu bagaimana kecintaan kita kepada Nabi Muhammad? Semoga kisah ini menjadi iktibar bagi kita untuk meneladani para sahabat.
Wallahu A'lam
Ja'far adalah sepupu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasllam yang juga kakak dari Khalifah ke-4 Ali bin Abi Thalib. Ja'far dibesarkan oleh pamannya, Abbas bin 'Abdul Muththalib. Beliau syahid dalam perang Mu'tah pada tahun 629 (awal 8 Hijriyah), perang pertama kaum muslimin melawan ratusan ribu pasukan Romawi (Bizantium).
Diceritakan oleh Habib Quraisy Baharun dalam Jalsah Itsnain Majelis Rasulullah (MR) Jawa Barat, Sayyidina Ja'far bertempur hingga titik darah penghabisan. Perjuangan sangat heroik hingga diabadikan dalam Sirah Nabawiyah.
Ketika Zaid bin Haritsah syahid saat pertempuran itu, bendera Rasulullah yang semula dipegangnya kemudian diraih oleh Sayyidina Ja'far. Ketika memegang bendera itu, tangan kanan Ja'far putus ditebas pasukan Romawi. Namun beliau tetap berusaha menggenggam bendera Rasulullah di tangan kirinya. Ketika tangan kirinya putus, beliau merangkul bendera itu dengan kedua lengannya.
Sahabat mulia ini tidak rela melihat bendera baginda Nabi terjatuh. Ja'far bertempur pantang menyerah. Terdapat 80 tusukan di tubuhnya saat mempertahankan bendera Rasulullah. Semua luka itu ada di bagian depan tubuhnya.
Mengapa? Karena beliau maju terus pantang mundur. Semoga Allah meridhainya. Para sahabat pun memikul tubuhnya yang penuh luka itu.
"Minumlah air ini," kata seorang sahabat. "Aku puasa," jawabnya lemah.
Padahal saat itu cuaca sangat panas di medan jihad. "Berbukalah hari ini dan berpuasalah di hari lain. Lukamu sangat parah," bujuk para sahabat.
Saat menjelang wafatnya, Ja'far bin Abi Thalib justru berkata: "Aku ingin berbuka di surga." Dan beliau pun akhirnya berbuka di Surga.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika duduk bersama para sahabat di Madinah tiba-tiba menengadahkan wajahnya ke langit dan menjawab salam:
وَعَلَيْكَ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
"Semoga keselamatan, rahmat Allah dan berkah-Nya juga menyertaimu."
Beliau kemudian terlibat dalam pembicaraan. Para sahabat yang menyaksikan peristiwa itu terdiam, menundukkan kepala.
Salah seorang dari mereka kemudian bertanya: "Ya Rasulullah, siapakah yang engkau ajak bicara?"
"Ja'far bin Abi Thalib datang mengunjungiku bersama jutaan Malaikat. Allah mengganti kedua tangannya dengan dua sayap. Ia dapat terbang ke mana pun ia suka di Surga," jawab Nabi.
Perhatikanlah, Allah telah memerintahkan untuk mengawalnya ke Surga, namun ia merindukan Nabinya. Ia ingin menemuinya lebih dahulu. Surga dan segala kenikmatannya tidak melalaikannya dari Nabi kecintaannya.
"Aku ingin mengucapkan salam kepada kekasihku, aku ingin berada dekat dengan Nabiku, aku ingin melihat Baginda Rasul yang melaluinya aku memperoleh hidayah," kata Ja'far.
Ruhnya datang ke Madinah mengunjungi Nabi dan mengucapkan salam kepada beliau. Sebab, memandang wajah Nabi dapat membuat hatinya menjadi tenteram.
Begitulah kecintaan para sahabat kepada Rasulullah yang mulia. Lalu bagaimana kecintaan kita kepada Nabi Muhammad? Semoga kisah ini menjadi iktibar bagi kita untuk meneladani para sahabat.
Wallahu A'lam
(rhs)