Akhir Hindun binti Utbah, Si Pemakan Hati Hamzah Bin Abdul Muthalib
Senin, 04 Oktober 2021 - 17:55 WIB
Hindun binti Utbah adalah arsitek pembunuh paman Nabi SAW, Hamzah bin Abdul Muthalib . Ia menugaskan Wahsyi bin Harb untuk membunuh Hamzah dalam perang Uhud. Misi ini sukses. Jasad paman Nabi SAW itu dimutilasi. Dan sejak peristiwa Perang Uhud , Hindun berjuluk "Si Pemakan Hati". Kendati demikian, di akhir hayatnya dia menjadi muslimah yang salehah.
dan para wanita yang bersamanya berhenti untuk memutilasi jenazah para sahabat Nabi. Dia memotong dan mengeluarkan hati Hamzah dan mengunyahnya, tetapi dia tidak mampu menelannya dan membuangnya.
Perang Uhud akhirnya selesai, dan kedua belah pihak pun berpisah. Pada perang kali ini kerugian kaum Muslim tiga kali lebih besar ketimbang Quraisy. Ini adalah satu-satunya perang di antara Muslim Madinah dan Quraisy Makkah di mana Muslim tidak memenanginya.
Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury dalam Sirah Nabawiyah, terjemahan ke bahasa Indonesia oleh Kathur Suhardi menyebutkan korban dari pihak Muslim sebanyak 70 orang, yang kebanyakan berasal dari kaum Ansar. Rinciannya adalah kaum Ansar sebanyak 65 orang, Muhajirin 4 orang, dan Yahudi 1 orang.
Mengenai orang Yahudi ini, dia bernama Mukhairiq, dia satu-satunya orang Yahudi yang mau ikut dalam perang Uhud. Sementara korban dari pihak Quraisy, menurut Ibnu Ishaq jumlahnya hanya 20 orang.
Sebelum pulang ke Mekkah, para wanita Quraisy menyempatkan diri untuk mencari-cari jenazah para syuhada Muslim yang terbunuh. Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Salih bin Kaisan:
Hindun binti Utbah dan para wanita yang bersamanya berhenti untuk memutilasi jenazah para sahabat Nabi. Mereka memotong telinga dan hidung mereka, dan Hindun membuatnya menjadi gelang kaki dan kalung, dan memberikan gelang kaki dan kalung serta liontinnya (yaitu perhiasan-perhiasan yang sebelumnya telah dia janjikan) kepada Wahsyi (pembunuh Hamzah), budak Jubair bin Mutham.
Ibnu Ishaq mendiskripsikan tentang kekejaman Hindun. Dia memotong dan mengeluarkan hati Hamzah dan mengunyahnya, tetapi dia tidak mampu menelannya dan membuangnya.
Berita ini kemudian disampaikan pada Rasulullah SAW . Nabi SAW bersabda, "Kalau saja dia menelannya, tentu dia tidak akan tersentuh api neraka, karena Allah mengharamkan bagi neraka untuk menyentuh bagian daging Hamzah sedikit pun."
Syair Hindun
Hindun yang jago beryair itu, menaiki batu yang tinggi dan berteriak sekeras mungkin:
Kami telah membayarmu kembali atas (kekalahan pada Perang) Badar
Dan perang yang mendatangkan perang selalu disertai kekerasan.
Aku tidak tahan kehilangan Utbah (ayah Hindun)
Juga saudara laki-lakiku dan pamannya, dan anak sulungku.
Aku telah melaksanakan pembalasanku dan memenuhi sumpahku.
Engkau, wahai Wahsyi, telah meredakan rasa terbakar di dadaku.
Aku akan berterima kasih kepada Wahsyi sepanjang hidupku
Sampai tulangku membusuk di kuburan.
Hindun binti Uthatha bin Abbad bin al-Muthalib membalasnya:
Engkau dipermalukan di Badar dan setelah Badar,
Wahai putri seorang laki-laki tercela, yang hebat hanya dalam kekafiran.
Allah membawamu pada dini hari
Seorang lelaki tinggi dan berkulit putih dari (Bani) Hasyim,
Semua orang menebas dengan pedang tajamnya:
Hamzah singaku dan Ali elangku.
Saat Syaibah (paman Hindun) dan ayahmu berencana menyerangku
Mereka membuat merah dada mereka dengan darah (maksudnya Ali dan Hamzah telah membunuh ayah dan paman Hindun pada perang Badar).
Sumpah jahatmu adalah sumpah yang terburuk.
Hindun binti Utbah juga berkata:
Aku melaksanakan pembalasanku kepada Hamzah di Uhud.
Aku membelah perutnya untuk mendapatkan hatinya.
(Perbuatan) ini mengangkat dariku (penderitaan) apa yang telah aku rasakan
Tentang kesedihan yang membakar dan rasa sakit yang luar biasa.
Perang akan menghantammu dengan sangat keras
Datang kepadamu sebagaimana singa menyerang.
Al-Hulais bin Zabban, yang saat itu adalah komandan tentara kulit hitam, melewati Abu Sufyan sambil menusuk bagian pinggir mulut Hamzah dengan ujung tombaknya, berkata, “Rasakan itu, engkau pemberontak!”
Hulais berseru, “Wahai Bani Kinanah! Apakah ini pemimpin Quraisy yang bertindak seperti itu, kepada sepupunya yang sudah meninggal seperti yang kalian lihat?”
Dia berkata, “Membuat kalian bingung. Jadikanlah masalah ini rahasia, karena ini adalah kesalahan.”
Ketika Abu Sufyan hendak berangkat pulang, dia naik ke puncak gunung dan berteriak dengan keras, “Kalian telah melakukan pekerjaan yang bagus; Kemenangan dalam perang berjalan bergantian. Hari ini sebagai gantinya hari (Perang Badar)! Tunjukkan kehebatanmu, Hubal,” yaitu membela agama kalian.
Nabi memerintahkan Umar bin Khattab untuk bangkit dan menjawabnya, dan berkata, “Allah itu Maha Tinggi dan Maha Mulia. Kita (Quraisy dan Muslim) tidak sama. Orang-orang yang mati pada sisi kami berada di surga; (orang-orang) mati (di sisi)mu berada di neraka.”
Mendengar jawaban ini Abu Sufyan berkata kepada Umar, “Kemarilah padaku.”
Nabi menyuruhnya pergi dan melihat apa yang dia inginkan. Ketika dia datang Abu Sufyan berkata, “Demi Allah, Umar, apakah kami (Quraisy) sudah membunuh Muhammad?”
“Demi Allah, tidak, beliau mendengarkan apa yang engkau katakan sekarang,” jawabnya.
Dia berkata, “Aku menganggap engkau lebih jujur dan dapat dipercaya ketimbang Ibnu Qamiah, mengacu pada klaim terakhirnya bahwa dia telah membunuh Muhammad.”
Kemudian Abu Sufyan berkata, “Ada beberapa mayat yang dimutilasi di antara yang mati di sisimu. Demi Allah, hal itu tidak memberiku kepuasan, dan tidak ada kemarahan (diriku kepada para jenazah). Aku tidak melarang mau pun memerintahkan untuk memutilasi.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq)
Di kemudian hari karena perbuatannya ini, Hindun terkenal di kalangan kaum Muslim sebagai “Hindun si pemakan hati”, dan anak-anaknya kemudian terkenal sebagai “anak wanita pemakan hati”.
Dialog Hindun dan Rasulullah SAW
Dendam Hindun membara kepada kaum muslimin menyusul tewasnya saudara Hindun seperti Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah dan Walid bin Utbah dalam Perang Badar.
Pada saat Perang Uhud itu, Abu Sufyan (suami Hindun) menjadi salah seorang panglima pasukan kafir Quraisy Makkah. Dia berperang bersama Hindun yang tergabung dalam 15 orang wanita lainnya.
Pada saat peristiwa Fathu Makkah (pembukaan kota Makkah) dengan masuknya pasukan kaum Muslimin secara damai di Kota Suci itu, Hindun menjadi salah seorang yang masuk Islam. Keislamannya ini dilakukan dengan baik.
Hal itu pernah dikatakannya pada Abu Sufyan, "Aku ingin menjadi pengikut Muhammad.
"Bukankah aku lihat kau kemarin begitu membencinya," kata Abu Sufyan.
"Sesungguhnya aku sebelumnya tidak pernah melihat orang yang beribadah pada Allah itu dengan benar hingga apa yang kusaksikan tadi malam. Demi Allah, mereka betah berdiri, ruku’ dan sujud."
"Jika kau tetap dengan keputusanmu maka laksanakanlah, pergilah membawa seorang dari kaummu untuk menemanimu," kata Abu Sufyan.
Kemudian Hindun berangkat menemui Rasulullah untuk berbaiat. Ia datang dengan menyamar menggunakan cadar, merasa takut bila kemudian Rasulullah menangkapnya setelah mengenal suaranya.
Saat itu banyak pula pria—termasuk Abu Sufyan—dan wanita yang datang berbaiat. Rasulullah didampingi oleh para sahabatnya.
Hindun berkata, "Wahai Rasulullah, segala puji bagi Allah yang telah menurunkan agama yang menjadi pilihan-Nya, agar dapat bermanfaat bagi diriku. Semoga Allah memberi rahmat-Nya padamu, wahai Muhammad. Sesungguhnya aku wanita yang telah beriman kepada Allah dan membenarkan apa yang disampaikan Rasul-Nya."
Rasulullah SAW berkata, "Selamat datang bagimu."
"Demi Allah," kata Hindun, "Tiada sesuatu pun di muka bumi ini penduduk yang berdiam di tenda-tenda lebih aku cintai dari mereka selalu bersama dengan tendamu. Dan sungguh aku telah menjadi bagian dari itu. Dan tidak ada di muka bumi ini penduduk yang berdiam di tenda-tenda lebih aku cintai dari mereka yang selalu ingin dekat denganmu."
"Dan sebagai tambahan, bacakanlah pada kaum wanita Al-Qur'an. Kau harus bersumpah setia bahwa selamanya kau tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apa pun," pesan Rasulullah SAW.
"Demi Allah, sesungguhnya kau berhak menyuruh apa pun pada kami, apa yang diperintahkan pada kaum lak-laki dan kami akan menaatinya."
"Janganlah kau mencuri!"
"Demi Allah, jika aku memakai harta kepunyaan Abu Sufyan karena suatu keperluan, aku tidak tahu, apakah itu halal atau tidak?" tanya Hindun.
Rasulullah SAW bertanya, "Benarkah kau Hindun binti Utbah?"
"Benar, saya Hindun binti Utbah, maka maafkanlah apa yang telah berlalu."
Kemudian Nabi bersabda, "Janganlah kau berzina!"
"Wahai Rasulullah, apakah budak yang telah bebas dianggap berzina?"
"Janganlah kalian bunuh anak-anakmu!"
"Sungguh kami telah merawat mereka sejak kecil dan mereka terbunuh pada Perang Badar setelah dewasa. Engkau dan mereka lebih tahu itu."
Umar bin Khathab tertawa mendengar jawaban Hindun. Nabi melanjutkan, "Janganlah kalian menyebarkan fitnah dan membuat berita bohong!"
"Demi Allah, sesungguhnya memelihara fitnah itu benar-benar perbuatan yang buruk dan merupakan perbuatan yang sia-sia."
"Dan janganlah kalian berbuat maksiat padaku terhadap perbuatan yang makruf!"
Hindun berkata, "Kami duduk di majelis ini bukan untuk berbuat maksiat terhadapmu dalam hal makruf."
Rasulullah SAW kemudian berkata pada Umar bin Khathab, "Baiat mereka semua, wahai Umar. Dan mintalah ampunan Allah bagi mereka!"
Umar lalu membaiat mereka. Rasulullah SAW tidak berjabat tangan dengan para wanita itu, dan tidak pula menyentuhnya kecuali wanita-wanita yang benar-benar dihalalkan oleh Allah bagi dirinya atau wanita yang menjadi muhrimnya.
Hindun dalam Perang Yarmuk
Setelah menjadi Muslimah, Hindun dikenal sebagai ahli ibadah; rajin shalat malam dan berpuasa. Ia sangat konsisten dengan status barunya tersebut sampai tiba saat yang membawa kegelapan bagi seluruh bumi ini, yaitu wafatnya Rasulullah SAW.
Hindun sangat terpukul, hatinya nyaris hancur, karena merasa terlalu lama dirinya memusuhi Rasulullah dan baru saja bisa menerima Islam. Namun demikian, ia tetap mempertahankan keislamannya dengan baik. Ia tetap menjadi seorang ahli ibadah dan menjaga janji setia yang pernah diucapkannya di hadapan Rasulullah SAW.
Dalam Perang Yarmuk, Hindun mempunyai peran yang sangat besar. Ibnu Jarir berkata, ”Pada hari itu, kaum Muslimin bertempur habis-habisan. Mereka berhasil menewaskan pasukan Romawi dalam jumlah yang sangat besar. Sementara itu, kaum wanita menghalau setiap tentara Muslim yang terdesak dan mundur dari medan laga.
Mereka berteriak, ’Kalian mau pergi ke mana? Apakah kalian akan membiarkan kami ditawan oleh pasukan Romawi?’ Siapa pun yang mendapat kecaman yang pedas seperti itu, pasti kembali menuju kancah pertempuran.”
Tentara Muslim yang sebelumnya hampir melarikan diri, kemudian bertempur kembali membangkitkan semangat pasukan yang lain. Mereka benar-benar terbakar oleh kecaman pedas yang diteriakkan oleh kaum wanita, terutama Hindun binti Utbah. Dalam suasana seperti itu, Hindun menuju barisan tentara sambil membawa tongkat pemukul tabuh dengan diiringi oleh wanita-wanita Muhajirin. Ia membaca bait-bait syair yang pernah dibacanya dalam Perang Uhud.
Tiba-tiba pasukan berkuda yang berada di sayap kanan pasukan Muslim berbalik arah, karena terdesak musuh. Melihat pemandangan tersebut, Hindun berteriak, ”Kalian mau lari ke mana? Kalian melarikan diri dari apa? Apakah dari Allah dan surga-Nya? Sungguh, Allah melihat yang kalian lakukan!”
Hindun juga melihat suaminya, Abu Sufyan, yang berbalik arah dan melarikan diri. Hindun segera mengejar dan memukul muka kudanya dengan tongkat seraya berteriak, ”Engkau mau ke mana, wahai putra Shakhr? Ayo, kembali lagi ke medan perang! Berjuanglah habis-habisan agar engkau dapat membalas kesalahan masa lalumu, saat engkau menggalang kekuatan untuk menghancurkan Rasulullah.”
Zubair bin Al-’Awwam yang melihat semua kejadian itu berkata, ”Ucapan Hindun kepada Abu Sufyan itu mengingatkanku kepada peristiwa Perang Uhud, saat kami berjuang di depan Rasulullah SAW.”
Pada masa pemerintahan Umar bin Khathab , setelah Hindun memberikan segala kemampuannya untuk membela agama yang agung ini, tibalah saat baginya untuk beristirahat. Ia meninggal di atas tempat tidurnya, pada hari di mana Abu Quhafah—ayahanda Abu Bakar Ash-Shiddiq—juga meninggal.
dan para wanita yang bersamanya berhenti untuk memutilasi jenazah para sahabat Nabi. Dia memotong dan mengeluarkan hati Hamzah dan mengunyahnya, tetapi dia tidak mampu menelannya dan membuangnya.
Perang Uhud akhirnya selesai, dan kedua belah pihak pun berpisah. Pada perang kali ini kerugian kaum Muslim tiga kali lebih besar ketimbang Quraisy. Ini adalah satu-satunya perang di antara Muslim Madinah dan Quraisy Makkah di mana Muslim tidak memenanginya.
Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury dalam Sirah Nabawiyah, terjemahan ke bahasa Indonesia oleh Kathur Suhardi menyebutkan korban dari pihak Muslim sebanyak 70 orang, yang kebanyakan berasal dari kaum Ansar. Rinciannya adalah kaum Ansar sebanyak 65 orang, Muhajirin 4 orang, dan Yahudi 1 orang.
Mengenai orang Yahudi ini, dia bernama Mukhairiq, dia satu-satunya orang Yahudi yang mau ikut dalam perang Uhud. Sementara korban dari pihak Quraisy, menurut Ibnu Ishaq jumlahnya hanya 20 orang.
Sebelum pulang ke Mekkah, para wanita Quraisy menyempatkan diri untuk mencari-cari jenazah para syuhada Muslim yang terbunuh. Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Salih bin Kaisan:
Hindun binti Utbah dan para wanita yang bersamanya berhenti untuk memutilasi jenazah para sahabat Nabi. Mereka memotong telinga dan hidung mereka, dan Hindun membuatnya menjadi gelang kaki dan kalung, dan memberikan gelang kaki dan kalung serta liontinnya (yaitu perhiasan-perhiasan yang sebelumnya telah dia janjikan) kepada Wahsyi (pembunuh Hamzah), budak Jubair bin Mutham.
Ibnu Ishaq mendiskripsikan tentang kekejaman Hindun. Dia memotong dan mengeluarkan hati Hamzah dan mengunyahnya, tetapi dia tidak mampu menelannya dan membuangnya.
Berita ini kemudian disampaikan pada Rasulullah SAW . Nabi SAW bersabda, "Kalau saja dia menelannya, tentu dia tidak akan tersentuh api neraka, karena Allah mengharamkan bagi neraka untuk menyentuh bagian daging Hamzah sedikit pun."
Syair Hindun
Hindun yang jago beryair itu, menaiki batu yang tinggi dan berteriak sekeras mungkin:
Kami telah membayarmu kembali atas (kekalahan pada Perang) Badar
Dan perang yang mendatangkan perang selalu disertai kekerasan.
Aku tidak tahan kehilangan Utbah (ayah Hindun)
Juga saudara laki-lakiku dan pamannya, dan anak sulungku.
Aku telah melaksanakan pembalasanku dan memenuhi sumpahku.
Engkau, wahai Wahsyi, telah meredakan rasa terbakar di dadaku.
Aku akan berterima kasih kepada Wahsyi sepanjang hidupku
Sampai tulangku membusuk di kuburan.
Hindun binti Uthatha bin Abbad bin al-Muthalib membalasnya:
Engkau dipermalukan di Badar dan setelah Badar,
Wahai putri seorang laki-laki tercela, yang hebat hanya dalam kekafiran.
Allah membawamu pada dini hari
Seorang lelaki tinggi dan berkulit putih dari (Bani) Hasyim,
Semua orang menebas dengan pedang tajamnya:
Hamzah singaku dan Ali elangku.
Saat Syaibah (paman Hindun) dan ayahmu berencana menyerangku
Mereka membuat merah dada mereka dengan darah (maksudnya Ali dan Hamzah telah membunuh ayah dan paman Hindun pada perang Badar).
Sumpah jahatmu adalah sumpah yang terburuk.
Hindun binti Utbah juga berkata:
Aku melaksanakan pembalasanku kepada Hamzah di Uhud.
Aku membelah perutnya untuk mendapatkan hatinya.
(Perbuatan) ini mengangkat dariku (penderitaan) apa yang telah aku rasakan
Tentang kesedihan yang membakar dan rasa sakit yang luar biasa.
Perang akan menghantammu dengan sangat keras
Datang kepadamu sebagaimana singa menyerang.
Al-Hulais bin Zabban, yang saat itu adalah komandan tentara kulit hitam, melewati Abu Sufyan sambil menusuk bagian pinggir mulut Hamzah dengan ujung tombaknya, berkata, “Rasakan itu, engkau pemberontak!”
Hulais berseru, “Wahai Bani Kinanah! Apakah ini pemimpin Quraisy yang bertindak seperti itu, kepada sepupunya yang sudah meninggal seperti yang kalian lihat?”
Dia berkata, “Membuat kalian bingung. Jadikanlah masalah ini rahasia, karena ini adalah kesalahan.”
Ketika Abu Sufyan hendak berangkat pulang, dia naik ke puncak gunung dan berteriak dengan keras, “Kalian telah melakukan pekerjaan yang bagus; Kemenangan dalam perang berjalan bergantian. Hari ini sebagai gantinya hari (Perang Badar)! Tunjukkan kehebatanmu, Hubal,” yaitu membela agama kalian.
Nabi memerintahkan Umar bin Khattab untuk bangkit dan menjawabnya, dan berkata, “Allah itu Maha Tinggi dan Maha Mulia. Kita (Quraisy dan Muslim) tidak sama. Orang-orang yang mati pada sisi kami berada di surga; (orang-orang) mati (di sisi)mu berada di neraka.”
Mendengar jawaban ini Abu Sufyan berkata kepada Umar, “Kemarilah padaku.”
Nabi menyuruhnya pergi dan melihat apa yang dia inginkan. Ketika dia datang Abu Sufyan berkata, “Demi Allah, Umar, apakah kami (Quraisy) sudah membunuh Muhammad?”
“Demi Allah, tidak, beliau mendengarkan apa yang engkau katakan sekarang,” jawabnya.
Dia berkata, “Aku menganggap engkau lebih jujur dan dapat dipercaya ketimbang Ibnu Qamiah, mengacu pada klaim terakhirnya bahwa dia telah membunuh Muhammad.”
Kemudian Abu Sufyan berkata, “Ada beberapa mayat yang dimutilasi di antara yang mati di sisimu. Demi Allah, hal itu tidak memberiku kepuasan, dan tidak ada kemarahan (diriku kepada para jenazah). Aku tidak melarang mau pun memerintahkan untuk memutilasi.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq)
Di kemudian hari karena perbuatannya ini, Hindun terkenal di kalangan kaum Muslim sebagai “Hindun si pemakan hati”, dan anak-anaknya kemudian terkenal sebagai “anak wanita pemakan hati”.
Dialog Hindun dan Rasulullah SAW
Dendam Hindun membara kepada kaum muslimin menyusul tewasnya saudara Hindun seperti Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah dan Walid bin Utbah dalam Perang Badar.
Pada saat Perang Uhud itu, Abu Sufyan (suami Hindun) menjadi salah seorang panglima pasukan kafir Quraisy Makkah. Dia berperang bersama Hindun yang tergabung dalam 15 orang wanita lainnya.
Pada saat peristiwa Fathu Makkah (pembukaan kota Makkah) dengan masuknya pasukan kaum Muslimin secara damai di Kota Suci itu, Hindun menjadi salah seorang yang masuk Islam. Keislamannya ini dilakukan dengan baik.
Hal itu pernah dikatakannya pada Abu Sufyan, "Aku ingin menjadi pengikut Muhammad.
"Bukankah aku lihat kau kemarin begitu membencinya," kata Abu Sufyan.
"Sesungguhnya aku sebelumnya tidak pernah melihat orang yang beribadah pada Allah itu dengan benar hingga apa yang kusaksikan tadi malam. Demi Allah, mereka betah berdiri, ruku’ dan sujud."
"Jika kau tetap dengan keputusanmu maka laksanakanlah, pergilah membawa seorang dari kaummu untuk menemanimu," kata Abu Sufyan.
Kemudian Hindun berangkat menemui Rasulullah untuk berbaiat. Ia datang dengan menyamar menggunakan cadar, merasa takut bila kemudian Rasulullah menangkapnya setelah mengenal suaranya.
Saat itu banyak pula pria—termasuk Abu Sufyan—dan wanita yang datang berbaiat. Rasulullah didampingi oleh para sahabatnya.
Hindun berkata, "Wahai Rasulullah, segala puji bagi Allah yang telah menurunkan agama yang menjadi pilihan-Nya, agar dapat bermanfaat bagi diriku. Semoga Allah memberi rahmat-Nya padamu, wahai Muhammad. Sesungguhnya aku wanita yang telah beriman kepada Allah dan membenarkan apa yang disampaikan Rasul-Nya."
Rasulullah SAW berkata, "Selamat datang bagimu."
"Demi Allah," kata Hindun, "Tiada sesuatu pun di muka bumi ini penduduk yang berdiam di tenda-tenda lebih aku cintai dari mereka selalu bersama dengan tendamu. Dan sungguh aku telah menjadi bagian dari itu. Dan tidak ada di muka bumi ini penduduk yang berdiam di tenda-tenda lebih aku cintai dari mereka yang selalu ingin dekat denganmu."
"Dan sebagai tambahan, bacakanlah pada kaum wanita Al-Qur'an. Kau harus bersumpah setia bahwa selamanya kau tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apa pun," pesan Rasulullah SAW.
"Demi Allah, sesungguhnya kau berhak menyuruh apa pun pada kami, apa yang diperintahkan pada kaum lak-laki dan kami akan menaatinya."
"Janganlah kau mencuri!"
"Demi Allah, jika aku memakai harta kepunyaan Abu Sufyan karena suatu keperluan, aku tidak tahu, apakah itu halal atau tidak?" tanya Hindun.
Rasulullah SAW bertanya, "Benarkah kau Hindun binti Utbah?"
"Benar, saya Hindun binti Utbah, maka maafkanlah apa yang telah berlalu."
Kemudian Nabi bersabda, "Janganlah kau berzina!"
"Wahai Rasulullah, apakah budak yang telah bebas dianggap berzina?"
"Janganlah kalian bunuh anak-anakmu!"
"Sungguh kami telah merawat mereka sejak kecil dan mereka terbunuh pada Perang Badar setelah dewasa. Engkau dan mereka lebih tahu itu."
Umar bin Khathab tertawa mendengar jawaban Hindun. Nabi melanjutkan, "Janganlah kalian menyebarkan fitnah dan membuat berita bohong!"
"Demi Allah, sesungguhnya memelihara fitnah itu benar-benar perbuatan yang buruk dan merupakan perbuatan yang sia-sia."
"Dan janganlah kalian berbuat maksiat padaku terhadap perbuatan yang makruf!"
Hindun berkata, "Kami duduk di majelis ini bukan untuk berbuat maksiat terhadapmu dalam hal makruf."
Rasulullah SAW kemudian berkata pada Umar bin Khathab, "Baiat mereka semua, wahai Umar. Dan mintalah ampunan Allah bagi mereka!"
Umar lalu membaiat mereka. Rasulullah SAW tidak berjabat tangan dengan para wanita itu, dan tidak pula menyentuhnya kecuali wanita-wanita yang benar-benar dihalalkan oleh Allah bagi dirinya atau wanita yang menjadi muhrimnya.
Hindun dalam Perang Yarmuk
Setelah menjadi Muslimah, Hindun dikenal sebagai ahli ibadah; rajin shalat malam dan berpuasa. Ia sangat konsisten dengan status barunya tersebut sampai tiba saat yang membawa kegelapan bagi seluruh bumi ini, yaitu wafatnya Rasulullah SAW.
Hindun sangat terpukul, hatinya nyaris hancur, karena merasa terlalu lama dirinya memusuhi Rasulullah dan baru saja bisa menerima Islam. Namun demikian, ia tetap mempertahankan keislamannya dengan baik. Ia tetap menjadi seorang ahli ibadah dan menjaga janji setia yang pernah diucapkannya di hadapan Rasulullah SAW.
Dalam Perang Yarmuk, Hindun mempunyai peran yang sangat besar. Ibnu Jarir berkata, ”Pada hari itu, kaum Muslimin bertempur habis-habisan. Mereka berhasil menewaskan pasukan Romawi dalam jumlah yang sangat besar. Sementara itu, kaum wanita menghalau setiap tentara Muslim yang terdesak dan mundur dari medan laga.
Mereka berteriak, ’Kalian mau pergi ke mana? Apakah kalian akan membiarkan kami ditawan oleh pasukan Romawi?’ Siapa pun yang mendapat kecaman yang pedas seperti itu, pasti kembali menuju kancah pertempuran.”
Tentara Muslim yang sebelumnya hampir melarikan diri, kemudian bertempur kembali membangkitkan semangat pasukan yang lain. Mereka benar-benar terbakar oleh kecaman pedas yang diteriakkan oleh kaum wanita, terutama Hindun binti Utbah. Dalam suasana seperti itu, Hindun menuju barisan tentara sambil membawa tongkat pemukul tabuh dengan diiringi oleh wanita-wanita Muhajirin. Ia membaca bait-bait syair yang pernah dibacanya dalam Perang Uhud.
Tiba-tiba pasukan berkuda yang berada di sayap kanan pasukan Muslim berbalik arah, karena terdesak musuh. Melihat pemandangan tersebut, Hindun berteriak, ”Kalian mau lari ke mana? Kalian melarikan diri dari apa? Apakah dari Allah dan surga-Nya? Sungguh, Allah melihat yang kalian lakukan!”
Hindun juga melihat suaminya, Abu Sufyan, yang berbalik arah dan melarikan diri. Hindun segera mengejar dan memukul muka kudanya dengan tongkat seraya berteriak, ”Engkau mau ke mana, wahai putra Shakhr? Ayo, kembali lagi ke medan perang! Berjuanglah habis-habisan agar engkau dapat membalas kesalahan masa lalumu, saat engkau menggalang kekuatan untuk menghancurkan Rasulullah.”
Zubair bin Al-’Awwam yang melihat semua kejadian itu berkata, ”Ucapan Hindun kepada Abu Sufyan itu mengingatkanku kepada peristiwa Perang Uhud, saat kami berjuang di depan Rasulullah SAW.”
Pada masa pemerintahan Umar bin Khathab , setelah Hindun memberikan segala kemampuannya untuk membela agama yang agung ini, tibalah saat baginya untuk beristirahat. Ia meninggal di atas tempat tidurnya, pada hari di mana Abu Quhafah—ayahanda Abu Bakar Ash-Shiddiq—juga meninggal.
Baca Juga
(mhy)