Karomah Hamzah Bin Abdul Muthalib, Singa Allah dan Pemimpin Para Syuhada

Minggu, 13 September 2020 - 09:05 WIB
loading...
Karomah Hamzah Bin Abdul Muthalib, Singa Allah dan Pemimpin Para Syuhada
Sayyidina Hamzah bin Abdul Muttahlib radhiyallahuanhu dijuluki Asadullah (Singa Allah) dan Sayidus-Syuhada (pemimpin para syuhada). Foto ilustrasi/tangkapan layar film serial Umar
A A A
Karomah adalah satu keistimewaan dan kelebihan yang diberikan Allah Ta'ala kepada hamba saleh yang dikehendaki-Nya. Kali ini kita akan mengulas karomah Sayyidina Hamzah bin Abul Mutthalib radhiyallahu'anhu, pemimpin para syuhada yang juga paman Rasulullah SAW . Beliau dijuluki "Asadullah" (Singa Allah) dan "Sayidus-Syuhada" (pemimpin para syuhada). Beliau memeluk Islam di penghujung tahun ke-6 kenabian, tepatnya bulan Dzulhijjah.

Dalam buku "Kisah Karomah Wali Allah" karangan Syeikh Yusuf bin Ismail an-Nabhani, Ibnu Abbas RA menceritakan bahwa Hamzah wafat dalam keadaan junub (belum suci dari hadas), lalu Rasulullah SAW berkata: "Malaikat telah memandikannya." (HR Al-Hakim). Hasan menceritakan bahwa ia mendengar Rasulullah SAW berkata: "Aku benar-benar melihat malaikat sedang memandikan Hamzah." (HR Ibnu Sa'ad). (Baca Juga: Kisah Keislaman Hamzah, Singa Allah yang Mengagumkan)

Fatimah al-Khaza'iyyah bercerita, "Aku menziarahi makam Hamzah , lalu aku mengucapkan 'Assalamu 'alaika, wahai paman Rasulullah.' Aku mendengar jawaban 'Wa 'alaikumussalam wa rahmatullah." (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari Al-Waqidi)

( )

Syeikh Abdul Ghani al-Nablusi menceritakan dalam Syarhnya atas Kitab Shalat al-Ghauts al Jailani, bahwa ia pernah bertemu dengan Syeikh Mahmud al-Kurdi di Madinah pada tahun 1205 H. Ia mengundang Syeikh Mahmud ke rumah, menjamu, dan memuliakannya. Syeikh Mahmud menceritakan kepada Syeikh Abdul Ghani bahwa ia sering bertemu dengan Nabi SAW dalam keadaan terjaga dan Abdul Ghani mempercayainya setelah melihat tanda-tanda kejujurannya. Pembahasan tentang bertemu Nabi SAW dalam keadaan terjaga atau tidur sudah cukup saya (Yusuf bin Ismail An-Nabhani) kemukakan dalam Kitab Sa'adatal-Darain fs al- Shalah 'ala Sayyid al-Kaunaini.

Syeikh Ahmad bin Muhammad al-Dimyathi yang terkenal dengan sebutan Ibnu 'Abdul Ghani al-Bina, seorang ulama yang memadukan antara syariah dan tasawuf (wafat di Madinah pada bulan Muharram 116 M.), bercerita, "Aku menunaikan ibadah haji bersama ibuku pada masa paceklik. Kami menunggang dua ekor unta yang dibeli di Mesir. Sesudah menunaikan haji, kami pergi ke Madinah, dan kedua unta itu mati di sana, padahal kami sudah tidak punya uang untuk membeli atau menyewa unta dari orang lain. Hal itu membuatku risau, karena itu aku pergi menemui Syeikh Shafiyyuddin al-Qusyasyi. Aku menceritakan keadaanku dan berkata, Aku beriktikaf di Madinah, tetapi kemudian aku mengalami kesulitan untuk melanjutkan perjalanan, sampai Allah memberi kelapangan."

Syeikh Shafiyuddin diam sejenak, lalu berkata: "Pergilah sekarang juga ke makam Sayyidina Hamzah, paman Nabi Muhammad SAW. Bacalah ayat-ayat Al-Qur'an yang paling mudah dan ceritakan keadaanmu dari awal hingga akhir, seperti yang baru kau ceritakan kepadaku, lakukan itu sambil berdiri di sisi makamnya yang mulia."

Aku ikuti anjuran Syeikh Shafiyyuddin. Aku segera pergi pada waktu dhuha ke makam Sayyidina Hamzah. Aku membaca ayat-ayat Al-Qur'an, lalu menceritakan keadaanku seperti yang diperintahkan Syeikh Shafiyuddin. Aku segera kembali sebelum zuhur, lalu memasuki tempat suci Babu Rahmah. Aku berwudhu, lalu masuk ke dalam masjid. Tiba-tiba ibuku yang berada di dalam masjid berkata kepadaku, "Ada seorang laki-laki menanyakanmu, temuilah dia!" Aku bertanya, "Di mana dia?" Ibu menjawab: "Lihatlah di ujung masjid."

Aku menemui laki-laki yang mencariku. Sewaktu bertemu, ternyata ia seorang laki-laki berjenggot putih yang tampak disegani. Laki-laki itu menyapa, "Selamat datang Syeikh Ahmad." Aku sambut uluran tangannya, lalu ia berkata lagi, "Pergilah ke Mesir!" Lalau kujawab: "Tuan, dengan siapa aku pergi?" Ia menjawab: "Pergilah bersamaku, aku akan menyewakan unta untukmu kepada seseorang."

Aku pergi bersamanya hingga kami sampai di tempat singgah unta-unta jamaah haji asal Mesir di Madinah. Laki-laki berjenggot itu memasuki tenda salah seorang penduduk Mesir dan aku menyusul di belakangnya. Ia menghaturkan salam kepada penghuni tenda, pemilik tenda berdiri dan mencium kedua tangannya dengan sikap sangat hormat. Laki-laki berjenggot itu berkata kepada pemilik tenda, Aku ingin anda membawa Syeikh Ahmad ini dan ibunya ke Mesir."

Pada tahun itu, unta sangat berharga karena banyak yang mati, dan menyewa unta cukup sulit. Pemilik tenda mengikuti kemauan laki-laki berjenggot itu. Lelaki berjenggot itu bertanya, Berapa Anda akan menarik ongkosnya?" Pemilik tenda itu menjawab, "Terserah Tuan." Lelaki berjenggot berkata, "Sekian, sekian." Mereka berijab kabul dan lelaki berjenggot membayar uang sewa. Laki-laki berjenggot itu lalu berkata kepadaku, "Bangkitlah, pergilah bersama ibumu, dan bawa serta barang-barangmu."

Kemudian aku berdiri, sementara ia duduk di samping pemilik unta, kemudian mendatangi keduanya dan mengadakan perjanjian untuk membayar sisa uang sewa setelah sampai di Mesir. Ia menyetujui perjanjian itu, membaca surah Al-Fatihah, dan memujiku.( )

Aku berdiri di samping lelaki berjenggot putih itu lalu pergi bersamanya. Ketika sampai di masjid, ia berkata, "Masuklah dulu!’ Aku masuk dan menunggunya ketika waktu shalat tiba, tetapi aku tidak melihatnya. Berulang kali aku mencarinya, tetapi tidak menemukannya."

Lantas aku menemui orang yang menyewakan unta untukku dan bertanya tentang lelaki berjenggot putih itu dan tempat tinggalnya. Ia menjawab, "Aku tidak mengenalnya dan belum pernah melihatnya sebelum ini. Tetapi ketika ia masuk ke tempatku, aku merasa segan dan hormat kepadanya, sesuatu yang belum pernah kurasakan seumur hidup."

Aku kembali mencari lelaki berjenggot putih itu, tetapi tidak menemukannya. Maka aku pergi menemui Syeikh Shafiyyuddin Ahmad al-Qisyasyi RA dan menceritakan hal tersebut. Syeikh Shafiyuddin berkata, "Itu ruh Sayyidina Hamzah bin Abdul Muthallib RA yang mewujud padamu."

Lalu aku kembali menemui orang yang menyewakan unta kepadaku. Aku pulang ke Mesir bersamanya sebagai teman haji. Aku melihatnya sebagai seorang yang penyayang, mulia, dan berakhlak baik, belum pernah aku bertemu dengan orang seperti dirinya. Semua itu karena barakah dari Sayyidina Hamzah RA hingga kami bisa mengambil manfaat darinya. Segala puji hanya milik Allah atas semua yang terjadi."

Kisahini dikutip oleh Sayyid Ja’far bin Hasan al-Barzanji al-Madani dalam Kitabnya Jaliyat al-Kurab bi Ashhab al-Ajam wa al-Arabi sallallahu 'alaihi wasallama, sebuah kitab tentang memohon pertolongan melalui para sahabat yang mengikuti perang Badar dan Uhud, dari Al-Hamwi dalam kitabnya Nataij al-Irtihal wa al-Safar fi Akhbari ithli al-Qarni al-Hadi Asyara.

( )

Kuda yang Berputar-putar
Kisah karamah Sayyidina Hamzah yang lain diceritakan oleh Almarhum Abdul Lathif al-Tamtami al-Malaki al-Madani berikut ini. "Syeikh Sa’id bin Qutb al-Rabbani al-Mala Ibrahim al-Kurdi pergi untuk menziarahi pemimpin para syahid, Sayyidina Hamzah . Sebelum melakukan ziarah kami bersepakat waktu ke makam para syahid lain di Madinah pada tanggal 12 Rajab. Ia mempercepat perjalanannya ke makam Sayyidina Hamzah agar bisa ikut berziarah bersama kami."

"Pada tanggal 12 Rajab, kami pergi ziarah bersama Syeikh Sa’id bin Qutb yang masih setengah mengantuk. Lalu kami istirahat di sebuah bangku bersandaran. Ketika gelap telah menyelimuti malam, teman-temanku tidur dan aku berjaga-jaga. Tiba-tiba aku melihat seekor kuda mengelilingi tempat yang sedang kami pakai beberapa kali, tetapi aku malas bangun untuk mengusirnya."

Dalam hatiku berkata: "Sampai kapan ia berputar-putar?" Aku bangkit lalu berjalan ke arahnya dan bertanya: "Siapakah engkau?" Kuda itu menjawab: "Sedang apa kamu? kamu singgah di wilayah perlindunganku dan menyakitiku karena kamu tidak tidur untuk berjaga-jaga, padahal aku selalu menjaga kalian semua? Aku Hamzah bin Abdul Muthalib." Kuda itu kemudian menghilang.

Masya Allah, demikian kisah karamah Sayyidina Hamzah , pemimpin para syuhada. Apapun bisa terjadi jika Allah berkehendak, tidak ada yang mustahil bagi-Nya. Semoga kisah ini menambah keimanan kita dan kecintaan kita kepada Rasulullah SAW dan para sahabatnya yang mulia. ( )

Wallahu Ta'ala A'lam
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2403 seconds (0.1#10.140)